t w e n t y - e i g h t

288 23 10
                                    

VOTE AND COMMENT A LOT!

---

"Kau tahu, Genny? Ini sudah kali ketiga kau membuat Mr. Lockhart meneriakiku, tahu?" Harry mengusap pipiku dengan tangan kirinya, sementara yang kanan fokus pada setir.

Aku tertawa. "Bukan salahku. Kau yang mengajakku untuk mengobrol,"

Harry menyengir. "Betul juga. Habis mau bagaimana lagi? Aku terlalu cinta pada suaramu,"

Aku memutar bola mataku.

"Hey, aku serius, Sayang,"

Aku memutar bola mataku lagi.

"Aku bilang aku cinta suaramu, salah. Aku memanggilmu sayang, salah,"

"Yupp," aku menatap jalanan.

Harry berhenti karena lampu merah, lalu menoleh ke arahku dan tidak berhenti menatapku. Aku menahan diri untuk tidak menoleh, namun aku dapat menyadari bahwa panas sudah mengalir ke pipiku dan Harry tertawa karena itu. Ia menarikku ke pelukannya dan mengecup kepalaku pelan.

"Oh, what you did to me, Genny,"bisiknya di antara kecupan di kepalaku.

Aku yang tidak ingin terlihat memerah langsung menunjuk ke lampu merah. "Sudah hijau. Ayo jalan,"

***

Harry masih fokus pada jalanan, dan tangan kami bertautan. Untunglah mobil ini tidak memerlukan pergantian gigi sehingga tangan kami dapat terus bergandengan. Jempolnya mengusap telungkup tanganku. Dan kini, yang aku rasakan hanyalah

kenyamanan.

Keamanan.

Kesempurnaan cinta.

Not to quote the booming song of Sule's son, though.

Mobil Harry berhenti tepat di depan rumahku. Rumah terlihat sepi, yang berarti Mum dan Caitlin belum pulang. Aku keluar dari mobil dan menggandeng Harry, sebelum akhirnya ia menggeleng dan melepas genggamanku.

"Harry? Kenapa?" Tanyaku.

"Gen, maaf. Aku.. aku ada urusan penting," ia melihat handphonenya. "Aku akan datang kemari secepat yang ku bisa,"

Harry menarikku ke badannya dan memelukku erat. Ia juga mengecup keningku perlahan dan memelukku kembali.

"You did great today, Genny," katanya.

Aku menghembuskan napas. "Kau ada urusan apa, kalau aku boleh tahu?"

Harry menggeleng lalu mencium pipiku. "I'll tell you. But not now,"

Aku dapat merasakan kekecewaan di hatiku. Apakah Harry tidak mempercayaiku sebagaimana aku mempercayainya?

Aku menyilangkan kedua tanganku di dada saat Harry kembali masuk ke mobilnya dan memegang setir. Harry menyadari perubahan moodku, dan terlihat pancaran sedih di matanya.

"Gen," ia menatapku lurus. "Aku benar-benar harus pergi,"

"Yasudah,"

Ia menghela napas. "Aku mencintaimu. Jangan lupa itu, ya?"

Aku terdiam, lalu berbalik arah dan masuk ke rumah.

***

Aku baru saja ingin bangun saat menyadari ada seseorang mendekapku. Teriak! Batinku mulai bergemuruh dan bibirku sudah mulai bergerak, namun tidak ada suara yang keluar.

Aku berusaha melepaskan diriku dari tubuh orang itu. Tangis mulai membasahi wajahku dan aku tidak merasakan hal lain selain... takut. Semenjak kejadian di prom itu, entah kenapa aku menjadi jauh lebih penakut. Trauma, mungkin?

Genevieve (Harry Styles) ●ON HOLD●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang