t h i r t e e n

578 77 4
                                    

~I have loved you for a thousand years, I'll love you for a thousand more

------------------- -------------------

Harry maju ke depan. Semua anak termasuk aku penasaran dengan karya tulis anak yang bisa membuat Mr. Martin terpukau. Ia orang yang sedikit strict, makanya aku pun heran akan karya tulis itu.

"Baca dengan lantang!" Perintah Mr. Martin pada Harry. Harry mengangguk, dan mulai membaca.

"Hidup, karya Genevieve Winston,"

Apa?!

"Hidup. Apa itu hidup? Hidup menurutku adalah keluarga. Aku memang bukanlah anak yang bisa menyatakan secara verbal tentang rasa cintaku pada keluargaku, tapi kurasa dari tulisan ini, bisa menjelaskan semuanya.

Aku kehilangan ayahku saat umurku 8 tahun. Tepat 9 tahun yang lalu. Ayahku meninggal karena serangan jantung, saat hendak menyetir ingin menjemputku. Begitu aku mendapat kabar itu, duniaku hancur. Hidupku langsung terasa pudar, tidak terlihat jelas apa yang akan aku lakukan detik setelah ini. Ayahku-atau Dad cara memanggilku-adalah orang yang amat penyayang. Ia menyayangiku dengan caranya sendiri. Dad-ku berbeda, ia autis, tapi itu tidak membuatku jadi tidak mencintainya.

Dad itu susah ketika bicara. Akan terdengar seperti gagap, padahal ia sebenarnya gugup. Banyak orang menyangka Dad idiot. Tidak. Mereka yang idiot menyangka Dad-ku idiot. Dad itu pintar. Amat pintar. Ia lulus universitas dalam umur 18 tahun! Aku amat bangga dengannya. Sungguh. Aku senang Dad memiliki jodoh seorang Mum yang amat mencintainya dan selalu menyayanginya, tanpa melihat kekurangan Dad.

Aku amat dekat dengan Dad. Ia selalu mengajarkanku untuk menjadi anak yang berani, dalam keadaan baik tentunya. Ia mengajarkanku untuk tidak menjadi anak pemalu. Ia mengajarkanku untuk mencintai sesama, dan jangan membalas bila ada orang yang menyakitiku. Banyak pesan Dad yang masih kuingat, tapi yang paling kuingat adalah 'Jadi anak yang berani. Berani menumpas kejahatan. Berani mengatakan yang benar. Berani mencintai sesuatu. Tapi kalau ada orang yang menyakitimu, jangan di balas. Berdoalah yang terbaik untuknya, agar ia bisa menjadi anak baik sepertimu. Anak Dad Sayang, Anak Dad Berani'

Sedihnya, aku merasa aku tidak menjadi anak seperti yang ia harapkan. Aku menjadi pemalu, semenjak kepergiannya. Aku tidak berani mengungkapkan perasaanku. Bahkan untuk bicarapun aku sulit. Mum selalu berusaha agar aku bisa mengekspresikan perasaanku, tapi aku menutup kemungkinan itu. Aku takut. Amat takut. Kepergian Dad sudah cukup membuat hidupku pudar, dan aku tidak merasa bisa mengubahnya. Aku tidak kuat. Aku tidak berani. Aku tidak seperti yang Dad harapkan.

Teruntuk Dad-ku tersayang,
Maaf aku tidak bisa menjadi anak yang kau harapkan. Maaf aku tidak bisa menjadi anak pemberani seperti yang kau selalu katakan padaku. Maaf aku tidak bisa membuatmu bangga dari atas sana. Maaf aku tidak bisa menjadi Genny Winston yang kau harapkan. Maaf aku tidak bisa menjadi berani seperti dirimu. Maaf aku selalu menyimpan perasaanku, tidak bisa mengungkapkannya seperti yang dulu kau inginkan aku. Kepergianmu cukup memberiku luka terdalam, paling dalam. Tapi aku tahu, meskipun aku amat sangat mencintaimu, Tuhan lebih mencintaimu, makanya ia memanggilmu terlebih dahulu, untuk menemaninya di atas sana. Aku mencintaimu, Dad, dan akan selalu begitu.

Yours truly,
Genevieve Winston"

Aku melihat Harry membacakannya sambil berkaca-kaca, dan Mr. Martin bertepuk tangan sambil berdiri, menyuruh seluruh anak dikelas untuk memberiku standing applause. Aku tersenyum, merasa air mata membasahi pipiku semenjak Harry menyebut kata pertama dari karya tulisku. Aku tidak menyangka itu bagus seperti ucapan Mr. Martin, tapi itu hanyalah apa yang ingin aku katakan pada Dad jika ia masih hidup.

Mr. Martin memanggilku ke depan, dan mengejutkannya, ia memelukku di hadapan para murid di kelas. Aku terkejut, tapi aku memeluknya kembali.

"Kau anak yang kuat, Winston. Ayahmu pasti bangga memiliki anak sepertimu," ia bicara seraya memelukku.

"Terima kasih, Sir,"

Mr. Martin melepas pelukannya, lalu aku berdiri di sebelah Harry. Sedikit awkward sebenarnya, karena Harry baru saja mengelap air matanya, dan aku tersenyum melihatnya. Ia meletakkan bukuku di atas meja Mr. Martin, lalu ia melebarkan tangannya. Aku menaikkan alis mataku, dan ia menyengir lebar.

"Ayolah, kemari," katanya, dan ia tiba-tiba menarikku ke pelukannya. Aku memeluknya, tidak peduli dilihat Mr. Martin dan anak The Potatoes. "Kau kuat sekali, Gen. Ayahmu pasti amat bangga terhadapmu,"

Aku tersenyum di pelukannya, dan terasa air mataku kembali mengalir deras di pelukannya. Ia melepas pelukannya, dan kami berdua bertatapan, tidak ada satupun yang bicara.

"Hey, kenapa menangis?" Harry mengusap pipiku dengan ibu jarinya. "You're prettier when you don't cry, Genny,"

Aku tersenyum, dan menunjukkan setengah gigiku padanya. "Terima kasih, Harry,"

"Untuk?"

"Memelukku?" Kataku tidak pasti.

Tiba-tiba kami berdua dikejutkan oleh dehaman Mr. Martin. Ia menunjukkan wajah garangnya, yang seketika berubah menunjukkan senyuman lebarnya. "Anak jaman sekarang. Berpelukan tidak mengajak-ajak. Ayo kita bertiga berpelukan,"

Dan sambil tertawa, aku memeluk Mr. Martin dan Harry seraya mendapat tepuk tangan dari anak di kelas. Entah itu tulus atau tidak, yang penting hari ini aku bahagia, terlepas dari ejekan mereka semua.

Wazzuuup?
What do you think about this chapter? Suka ga suka ga suka gaaaa??? Suka dong ya HUEHEHE

HENEVIEVE IS SO CUTE I CANT

what do you want to be in the next chapter?

Do you like this chapter?

Question for you: who's your favorite character? And why?

ASK ME SOMETHING PLEASE

-Ara

Genevieve (Harry Styles) ●ON HOLD●Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang