2. Narasi kebohongan

1.5K 154 19
                                        




Pukul 01.10, David menggosok matanya yang mulai lelah dan mengantuk. Sudah hampir 3 jam ia menatap layar laptopnya- bergulat dengan pekerjaan kantor yang tiada habisnya.

Tak kuat lagi menahan kantuk, ia memutuskan untuk membereskan berkas pekerjaannya secara asal- menyingkirkan dahulu apa yang ada di atas sofa.

Baru saja ia berbaring dan mengistirahatkan matanya sejenak, telinganya menangkap suara lirih dari arah ranjang dipojok ruangan.

David mengurungkan niatnya untuk beristirahat, lantas berdiri dalam sekali hentakan. Kakinya mengambil langkah panjang untuk menghampiri asalnya suara.

"Appa..."

Raut bahagia tercetak di wajah David untuk pertama kali malam itu. Senang bukan main melihat Taehyun yang akhirnya bangun dari tidur nyenyaknya seharian.

"Selamat pagi, pria tampan," sapanya terlalu melembut.

Taehyun tersenyum singkat mendengar itu. Sedetik kemudian, matanya menyapu ruangan, seolah mencari sesuatu yang hilang.

"Di mana Kai?"

"Kembaranmu sudah pulang, Hyun. Besok dia akan datang lagi," sahut David.

Taehyun bergumam pelan sebagai respon.

"Bagaimana? Sudah merasa lebih baik?" tanya David, sembari memijat pelan bagian betis Taehyun dari luar selimut.

"Eum..." Taehyun mengangguk ragu.

"Masih ada yang terasa sakit?"

Taehyun kali ini menggeleng pelan, lalu, "tidak ada. Aku sudah baik-baik saja, Appa," dia berbohong.

"Baguslah. Kau haus?"

David menuangkan teko yang tersedia di atas nakas ke gelas baru, menaruh sedotan di dalamnya, lalu memberikannya pada Taehyun meski anak itu belum menjawab apapun.

"Appa, aku ingin pulang. Besok aku harus ke sekolah..."

Gelas itu disodorkan ke arah Taehyun, namun Taehyun malah mendorong pelan tangan Ayahnya. David menghela nafas, gurat lelah di wajah terlihat jelas. "Minumlah dulu, setelah itu kita bicara," ucapnya sehalus mungkin.

Dan kali ini, Taehyun menurut. Rasa bersalah mungkin menyelinap ke dalam hatinya- namun tidak. Dia memang haus, dan Taehyun tak tahu berapa lama ia tertidur.

Hal terakhir yang Taehyun ingat hanyalah ketika dia merasa kepalanya pusing luar biasa, disusul oleh darah di mana-mana- sebelum semuanya jadi gelap.

"Sudah," ujar Taehyun setelah meminum beberapa teguk saja. "Maaf sudah merepotkanmu, Appa," sambungnya, balik menyodorkan gelas yang isinya sudah berkurang. Tangannya bergetar halus, dia masih terlalu lemah.

David mengulum senyum. Ia menaruh gelas tadi ke atas nakas, lalu menarik bangku kayu yang agak jauh dibelakangnya agar dekat dengan ranjang. David duduk dengan badan yang condong kedepan, tangan besarnya meraih tangan Taehyun yang jauh lebih kecil, ia menatap dan mengusap lembut punggung tangan itu dengan perasaan kalut. Dia tak percaya tangan itu adalah tangan yang sama dengan milik seorang bayi mungil yang 15 tahun lalu ia timang-timang setiap saat.

Sisi nostalgia tiba-tiba memenuhi isi kepalanya. Ia ingat betul pertemuan pertamanya dengan si kembar, momen tersakral dalam hidupnya, yaitu momen dimana ia merasa keberadaan Tuhan adalah nyata.

Jarak waktu Hueningkai dilahirkan adalah 20 menit setelah Taehyun lahir. Saat itu suara tangis Hueningkai yang kencang mendominasi ruang bersalin, tangan dan kaki kecilnya meronta sesuai irama tangisannya. Berkebalikan dengan Taehyun yang sejak awal tak menunjukan pergerakan apapun, makhluk kecil itu sangat menyedihkan dengan bobotnya yang jauh lebih kecil dibanding Hueningkai, ditambah kondisi paru-parunya yang tak berfungsi membuat tubuhnya pucat membiru. Salah satu tim medis bahkan hampir mengumumkan waktu kematian Taehyun. Saat itu, David yang sudah kalut, sempat membayangkan bagaimana jika Hueningkai pada akhirnya hanya akan hidup sebagai anak tunggal tanpa saudara kembarnya?

TWIN FLAME || Taehyun & HueningKai ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang