-Author pov-
Langit hari ini tampak cerah membiru. Shafa, gadis berusia 27 tahun itu memarkirkan motor kesayangannya, motor matic yang sudah menemaninya sejak awal masuk kuliah. Pagi ini, ia berangkat kerja seperti hari-hari biasanya. Yaa, Shafa adalah wanita karir, masih single dan sedang mengincar CEO di perusahaan tempatnya bekerja.
Shafa melirik jam tangan yang melingkar manis dipergelangan tangan kirinya. Aman, baru jam 08.47. Namun langkah kakinya ia percepat, karena atasannya sudah mengirim chat, menanyakan laporan untuk bahan meeting minggu ini.
Kini Shafa sudah sampai di meja kerjanya. Seperti biasa, ia akan mengecek ulang penampilannya terlebih dahulu di cermin kecil yang ia bawa. Lalu gadis itu mulai berkutat dengan laptop kerja miliknya, dan menyelesaikan satu persatu kerjaan yang sudah ditunggu Elvano, atasan Shafa.
"Shafa, laporan hutang terupdate belum dikirim ke email saya ya?"
Baru saja dibahas, sudah muncul ke permukaan orangnya. Elvano kini sudah berdiri di depan meja kerja Shafa, menanyakan laporan yang ia minta sudah jadi atau belum.
"Sebentar ya, pak. Cabang Veteran belum update soalnya." Shafa menatap sekilas raut wajah Elvano, memastikan tingkat emosional lelaki itu.
"Tinggal Veteran aja? Coba kamu telpon Pak Damaresh! Dia manager cabang sana kan?" Shafa menganggukkan kepala sebagai jawaban dari pertanyaan Elvano.
"Tadi saya sudah konfirmasi ke adminnya, pak. Berhubung kemarin dia libur dan ada beberapa kerjaan yang tertunda, jadi minta tambahan waktu sampai nanti jam 3 sore, pak."
"Nggak bisa, maksimal sebelum jam istirahat. Kamu telpon aja Pak Dama, minta diprioritaskan. Saya butuh buat bahan analisis cashflow, segera ya Sha, saya tunggu."
"Baik, pak." ucap Shafa bebarengan dengan kepergian atasannya itu.
Shafa menghembuskan napasnya panjang, "Selalu gitu, apa-apa mintanya cepat. Padahal jam makan siang bentar lagi, mana ini udah jam 11, tinggal sejam lagi." Gerutu Shafa sambil mencari kontak Damaresh di ponselnya.
"Halo, selamat siang, pak. Mohon maaf sebelumnya, saya mau minta tolong untuk laporan hutang bisa diinput terlebih dahulu?" ucap Shafa setelah sambungan telepon ke Damaresh terhubung.
"Oh, sebentar ya, saya ke ruangan Inggit dulu. Kamu langsung bilang ke Inggit saja. Nih!"
"Halo? Kenapa Sha?" Sepertinya sudah berpindah tangan ponselnya, kini berganti suara Inggit yang terdengar.
"Minta tolong, laporan hutangnya prioritasin dulu ya. Maksimal sebelum jam makan siang, ditunggu Pak Vano soalnya."
"Jangan ngaco deh, sejam doang, mana banyak banget ini fakturnya."
"Iya, makanya buruan lo kerjain sekarang!"
"Iya iya gue kerjain sekarang. Yaudah gue matiin telponnya atau lo ada yang mau diobrolin lagi sama Dama?"
"Heh, Dama Dama! Nggak sopan! Gue atasan lo ya!" Terdengar suara Dama memprotes ucapan Inggit.
Shafa yang mendengar perdebatan antara Dama dan Inggit di seberang sana langsung memutuskan sambungan teleponnya, enggan mendengarkan keributan yang sepertinya selalu terjadi setiap harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA
FanfictionDari semua bab yang ada dalam hidupku, lebih dari 50% isinya kamu. Duniaku selalu berpusat padamu. Semua harapanku di masa depan, penuh dengan namamu. Tapi sepertinya, harapan itu lenyap seluruhnya ketika kabar bahagia untukmu terdengar olehku dan c...