-Author pov-Shafa berjalan memasuki gedung tempat ia bekerja. Gadis itu menyapa orang- orang yang berpapasan dengannya. Senyuman yang menghiasi wajah cantiknya, masih bertahan sejak ia memasuki gedung ini. Meskipun ada beberapa karyawan yang tidak ia kenal. Namun, tetap saja ia sapa dengan ramahnya.
Langkah kaki Shafa terhenti saat mendengar seseorang memanggil namanya, "Shafa ya? Saya Risa." Sapa seorang wanita bertubuh mungil, yang perawakannya tak jauh beda seperti Syilla.
Risa, PA Rayyan yang mengajukan resign beberapa hari yang lalu, kini sudah berdiri di depan Shafa. Wanita dengan outfit monokrom itu menjabat tangan Shafa dan tersenyum manis.
Sepertinya, ini kali pertama Risa dan Shafa bertegur sapa. Meskipun Shafa bekerja lebih lama satu tahun dibanding Risa dan mereka sama-sama seorang PA. Namun, Shafa hampir tidak pernah mengobrol dengan Risa. Sama halnya dengan Rayyan. Bahkan bisa dihitung dengan jari tangannya.
"Iya... Mbak Risa kan? PA Pak Rayyan." jawab Shafa seraya membalas jabatan tangan Risa.
Risa menganggukkan kepalanya, "Betul."
"Oh iyaa. Kemarin sore saya dapat kabar dari HRD, katanya kamu yang jadi PA baru untuk Pak Rayyan. Mulai kerja hari senin kan ya? Saya last day tanggal 25. Masih dua minggu-an lagi." lanjut Risa, memastikan informasi yang ia peroleh dari staff HRD kemarin sore.
"Ah iya.. mohon bimbingannya ya Mbak."
"Iyaa.. kamu tenang aja. Pak Rayyan orangnya nggak ribet kok. Nanti saya buatkan list kegiatan kamu sehari-hari, sama list Pak Rayyan sekalian yaa." kata Risa, seperti seorang leader yang sedang mengayomi bawahannya.
"Terima kasih, Mbak."
"Sama sama. Kalau gitu, saya duluan ya." pamit Risa.
Shafa menganggukkan kepalanya. Tanpa berlama-lama, Risa langsung menuju lift yang akan membawanya ke lantai 5, tempat kerjanya.
Shafa reflek memegangi perutnya. Tiba-tiba ia merasa mulas lagi. Lagi? Ya, tadi pagi gadis itu sudah bolak-balik toilet kosnya sebanyak 3 kali. Seperti sedang mengalami diare.
Shafa akhirnya memutuskan untuk ke toilet yang ada di lantai satu saja. Kalau harus ke toilet lantai 5, sepertinya ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Padahal Shafa tidak ada makan sesuatu yang memicu terjadinya diare.
Semalam, ia makan gado-gado dan tidak pedas sama sekali. Minumnya es jeruk. Apa mungkin karena menu makanan itu? Tapi biasanya juga aman-aman saja.
"Lo kenapa Shaa?" Nada yang baru saja keluar toilet terkejut berpapasan dengan Shafa yang terlihat buru-buru memasuki toilet. Wajah putihnya juga tampak pucat.
"Muleeesss." cicit Shafa sambil berlalu melewati Nada.
Nada yang menyadari kalau Shafa sedang tidak baik-baik saja, mulai khawatir pada sahabatnya itu. "Shaa.. lo nggakpapa?"
Nada mengetuk pintu toilet di depannya berkali-kali. Masih belum mendapat jawaban dari Shafa. Justru suara air mengalir yang terdengar.
Sekali lagi Nada memanggil sahabatnya itu, berusaha memastikan kondisinya. "Shaa.." panggil Nada.
Sudah hampir 15 menit Nada menunggu Shafa di depan pintu toilet. Akhirnya gadis itu memilih kembali ke tempat kerjanya setelah membaca chat dari Rayyan yang meminta data marketing.
Shafa keluar toilet, sudah 4 kali dia bolak balik keluar masuk toilet. Wajahnya juga tampak lebih pucat dari sebelumnya. Tubuhnya mulai terasa lemas. Keringat di dahinya juga terlihat sangat jelas, beberapa bulir keringatnya mulai mengalir di pelipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
NAWASENA
FanfictionDari semua bab yang ada dalam hidupku, lebih dari 50% isinya kamu. Duniaku selalu berpusat padamu. Semua harapanku di masa depan, penuh dengan namamu. Tapi sepertinya, harapan itu lenyap seluruhnya ketika kabar bahagia untukmu terdengar olehku dan c...