Pukul 2 dini hari Xaron masih terjaga, Ia sama sekali belum merasakan kantuk. Duduk di balkon kamarnya dengan sebatang nikotin terselip di kedua jarinya. Malam begitu sunyi nan tenang tak seperti pikirannya yang kacau oleh berbagai hal.
Sebagai anak tunggal, Xaron merasa begitu kesepian. Tak ada saudara yang bisa merangkulnya dan menguatkannya dalam menghadapi lika-liku kehidupan hidup.
Sejak duduk di bangku sekolah dasar hingga saat ini, Ia selalu sendiri dan tak memiliki teman. Bukan karena dikucilkan, banyak yang ingin berteman dengannya. Parasnya yang cantik namun raut wajahnya yang tak bersahabat. Ia selalu menjaga jarak dan memilih untuk menyakiti temannya agar mereka membencinya.
Di umurnya yang terbilang muda Ia dipaksa untuk dewasa. Masa kecilnya tak seindah yang orang lain miliki. Setiap malam Ia mendengarkan pertikaian orang tuanya seolah itu adalah pengantar tidurnya. Bukan lagu nina bobo dan dongeng Cinderella, tetapi suara tinggi ayahnya meneriaki ibunya, suara tangisan pilu ibunya dan juga barang-barang pecah yang Ia dengar.
Menginjak umur 17 tahun, sekarang Xaron sadar, orang tuanya bertahan hanya karenanya. Menunggu Xaron dewasa barulah memutuskan untuk berpisah. Dan dulu Ia selalu mewanti-wanti hal ini akan terjadi.
Setelah mengisap habis rokoknya, Xaron berdiri dan memilih untuk mandi berharap dapat menenangkan dirinya.
Beberapa menit kemudian, Ia kini memakai tank top putih dan hotpants hitamnya. Berharap kantuk kini menjemputnya, namun nihil.
Tak ada pilihan lain, Ia pun meminum obat insomnia. Hingga mata dengan bulu mata lentiknya kini mulai tertutup perlahan dan Ia menuju alam mimpinya.
•••
Deru motor sport yang memasuki area sekolah mengalihkan atensi siswa-siswi terutama kaum hawa. Pekik kagum ketika keempat pengendara motor sport tersebut membuka helmnya. Mereka tampak serempak menyugar rambut yang terlihat acak-acakan.
"Gila sih, Gio candu banget"
"Aaaaa Greg manis banget"
"Cowok manis emang menggoda, tapi cowok cuek lebih ber-damage. Ayang El...... Ayang Roland.. aku padamuu"
"Dih, gatel" sinis Karina sambail berjalan menuju parkiran dan menghampiri Gio dan antek-anteknya.
Mereka tak menanggapi Karina, memilih diam daripada harus terlibat masalah dengan Queen of Bullying.
"Hai, Gio" sapa Karina.
Gio dan teman-temannya yang tengah berjalan menuju kelas tidak menggubris dan mengabaikan Karina.
Karina pun menghadang Gio dengan merentangkan kedua tangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝟐𝟒/𝟕 𝐖𝐈𝐓𝐇 𝐄𝐍𝐄𝐌𝐘 [ON GOING]
Teen FictionKisah ini berawal dari keputusan Xaron Adeline, gadis yang jauh dari kata lembut, sopan, dan ramah yang memulai hidup barunya setelah perceraian kedua orang tuanya. Xaron memutuskan untuk pindah ke Jakarta dan membiayai hidupnya sendiri. Berharap b...