"Andaikan Istiqlal dan katedral diberi nyawa siapa yang menjamin kalau mereka tidak akan jatuh cinta. Ini lebih sulit dari cinta beda rasa atau beda negara,cinta beda agama hanya memiliki dua pilihan. Pasanganmu atau tuhanmu"
Aku tertawa pelan mendengar sound video yang diputar sahabatku. Konyol. Itulah yang terbesit didalam pikiranku. Bagaimana bisa dua orang yang memiliki dan mengetahui perbedaan mereka dengan jelas bisa melampaui batas?
Sahabatku yang sudah kukenal dari kecil itu menatapku tajam,wajahnya seperti akan menyerangku saat itu juga. Aku tersenyum menatapnya,aku tau dia akan mengeluarkan segala ocehannya,jadi aku bersiap untuk mendengarkan.
"Kamu selalu ketawa kalau dengar cerita cinta beda agama,lucunya tuh dimana sih? Kasihan tau! Kamu mana paham" protesnya,sambil meletakkan handphonenya kasar di atas meja.
Aku tersenyum lagi,aku sudah sering melihatnya menangis setelah membaca novel romansa tentang cinta beda agama. Sebaliknya,bagiku cerita itu berisi kekonyolan yang di sengaja. Melewati batasan mereka yang sudah terlihat secara nyata dan berakhir terluka,itu adalah kesalahan yang mereka sengaja. Jadi menangisinya pun percuma.
"Kamu tau cerita itu konyol sya" ungkapku. Sya,nama panggilanku untuknya. Namanya Rasya,Rasya Vierra sahabatku satu-satunya. Aku memang bukan tipikal orang yang mudah dekat dengan orang lain.
Rasya mendengus kesal. Dia menggerutu pelan sampai akupun tidak bisa mendengarnya.
"Kamu ngak ngerti,kamu kan belum pernah jatuh cinta. Cinta itu ngak bisa diajak kompromi jatuhnya ke siapa"ucapnya masih terdengar sedikit kesal.
Aku mengangguk, setuju pada kalimat pertama yang dia katakan "Ya memang,aku belum pernah ngerasain cinta tapi suatu saat nanti saat aku jatuh cinta,aku pastikan bukan cinta beda agama" aku tertawa pelan saat mengatakannya. Sungguh mengerjai sahabatku ini adalah hal yang menyenangkan.
Rasya, sahabatku itu tersungut-sungut kesal. Dia menatapku sekilas dengan sorot matanya yang tajam "Nanti kena karma baru tau rasa kamu" ucapnya bangkit dari kursi dan berlalu pergi meninggalkanku begitu saja.
"Rasya tunggu" panggilku sembari cepat-cepat merapikan buku-bukuku dan berjalan cepat menyusulnya. Berusaha menyamakan langkahku denganya.
"Sya kamu marah?" aku bertanya pelan,takut dia benar-benar marah padaku.
Rasya menggeleng pelan tapi masih tidak menatapku "Aku ngak marah,aku tau hal kaya gini menurutmu konyol,tapi ada orang di luar sana yang merasakan kekonyolan itu. Aku cuma ngk mau nantinya kamu kena karma dan merasakan semua itu" ucapnya sebelum berhenti di ambang pintu perpustakaan. Rasya menatapku sejenak,ia tersenyum,sebelum benar-benar beranjak pergi dari perpustakaan ia berkata "Nanti kalau kamu jatuh cinta semoga cinta itu bukan sesuatu yang ngasih luka"
Aku tersenyum menatap punggung sahabat ku yang sudah berjalan cukup jauh di depanku. Benar semoga saat aku jatuh cinta nanti,cinta itu bukan sesuatu yang membuatku terluka-seperti ibu dan ayahku.
Aku menghela nafas pelan, menunduk menatap ujung sepatuku. Aku berusaha tersenyum lagi dibalik cadar yang kukenakan. Mengingat masa lalu buruk itu selalu mampu membuat senyumku pudar.
Aku selalu berusaha menanamkan keikhlasan dihatiku,ini semua kehendak Allah. Allah pasti punya rencana yang lebih baik untukku.Aku menegakkan kepalaku lagi menatap koridor kampus yang di penuhi orang berlalu-lalang. Rasya sudah semakin jauh meski jalannya pelan. Benar,aku juga harus bisa maju dan meninggalkan semua kenangan buruk itu. Innallaha ma'ana,aku mengucapkan kalimat itu dalam hati, menguatkan diriku. Lalu berlari menyusul sahabatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another Level of Love
FanfictionAku pernah membaca novel romansa tentang cinta beda agama. Saat itu kupikir kenapa semuanya jadi rumit? bukankah harusnya sedari awal mereka sudah punya batasan? harusnya mereka tidak melewati batasan itu. Saat itu aku belum mengerti apa-apa tentang...