Adorasi; Kesembilan

227 21 7
                                    

Pria itu melangkah, duduk termenung sambil menatap lurus menunggu kereta berhenti di stasiun. Mata tegas itu menatap ke bawah, terkekeh kecil sambil melihat krikil-krikil batu kecil yang beberapa kali terinjak oleh kereta yang lewat, anggap saja ia telah gila; tetapi Jirat, pemuda itu menghela nafas, sudah sebulan lebih kenangan buruk itu bersarang dipikirannya. Menunduk lalu mengusap-usap layar pada telpon pintarnya itu. Memperhatikan setiap inci pada wajah dengan senyuman terpatri yang terpasang pada layar utamanya.

"Pasien dinyatakan koma"

Jirat lagi-lagi termenung, mengusap kasar wajahnya berharap semua yang terjadi hanya mimpi semata, ia merasa baru kemarin ia dan temannya itu selalu bersama. Kali ini ia tak yakin, tak percaya dengan apapun.

Kejadian sebulan lalu mampu memporak-porandakan hatinya, ia bahkan berteriak pada kedua orang tuanya bahwa ia tak ingin menikahi gadis bernama Pansa. Tapi syukur, kedua orang tuanya paham sebab tahu kalau Jirat adalah anak tunggal yang selalu mereka sayangi. Pun ayah dari Pansa yang juga tak keberatan dengan keputusan sepihak itu.

Bahkan sekarang, Pansa dengan rasa bersalah selalu menjenguk Kasi yang masih dalam keadaan tak sadar. Ia selalu menyesal telah membuat semua hal buruk ini terjadi. Semua mencintai Kasi dan berharap Kasi segera pulih dalam tidur panjangnya.

Omong-omong dengan keluarga Kasi mereka tak tahu dengan kejadian itu, bahkan saat Kasi dilarikan ke rumah sakit mereka telah terbang ke negara yang terkenal dengan bunga sakura untuk bisnisnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Omong-omong dengan keluarga Kasi mereka tak tahu dengan kejadian itu, bahkan saat Kasi dilarikan ke rumah sakit mereka telah terbang ke negara yang terkenal dengan bunga sakura untuk bisnisnya. Mendapat kabar dari beberapa stasiun televisi juga koran, mereka telah pindah karena perusahaan yang ada di Jepang tengah berkembang dengan pesat.

Mike yang awalnya membantu perusahaan di Jepang pulang setelah dua minggu Kasi dirawat, tentu saja kabar tersebut membuat Mike terkejut dan tak pulang selama dua hari untuk menemani adiknya. Tapi, yang Mike sesali adalah ketika orang tuanya yang di Jepang diberi tahu atas kabar itu, mereka hanya menyuruh Mike untuk mengawasi dan tak perlu terlalu khawatir dengan kerjaannya.

Mike menatap Kasi, ia baru saja pulang dari kantor — perusahaannya di Thailand. Menatap miris dengan segala alat bantu yang menempel pada tubuh adiknya itu. Berharap Kasi segera pulih lagi. Ini adalah Koma terlama Kasi karena saat kecil adiknya itu juga pernah mengalami hal serupa tapi tak selama saat ini.

 Ini adalah Koma terlama Kasi karena saat kecil adiknya itu juga pernah mengalami hal serupa tapi tak selama saat ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jirat duduk, menatap bukit kecil di bawah sana. Tujuan Jirat memang untuk mendaki, teringat dulu Kasi yang berjanji ingin pergi bersama dan menelusuri alam bebas.

"Lihat, ternyata kamu benar menatap alam diketinggian ini sangat menenangkan."

Jirat menatap langit, langit cerah dengan awan putih tak begitu banyak itu cukup menarik perhatiannya. Tersenyum ketika pesawat yang amat kecil melintas dengan jejak putih membentuk seperti jalan yang menghiasi langit. Seandainya ada Kasi mungkin ia akan berteriak senang mengetahui bahwa perkataan Jirat tentang lintasan jejak pesawat di langit itu nyata adanya.

 Seandainya ada Kasi mungkin ia akan berteriak senang mengetahui bahwa perkataan Jirat tentang lintasan jejak pesawat di langit itu nyata adanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kaki tanpa alas melangkah meninggalkan jejak di atas pasir, pria itu menatap lurus pada hamparan laut luas di depannya. Tak ada siapapun, orang itu terduduk; tak berniat menepi sama sekali sehingga tubuhnya beberapa kali tertabrak oleh ombak kecil yang menyapu pinggiran pantai.

"Aku di mana?"

Bahkan rasanya ini terlalu nyata, ini bukan mimpi tapi orang tersebut merasakan ketenangan. Pikiran yang sempat membuatnya kewalahan nyatanya tidak ada lagi, tapi beberapa kali ia mendengar bisikan, seseorang menyuruhnya untuk terbangun tapi apa yang membuat orang itu terdiam adalah, aku tak tahu bagaimana caranya.

Kasi, orang yang tengah terduduk diterjang ombak kecil itu memainkan pasir, entahlah ... apakah ini yang disebut surga? Ia tak merasakan sakit sama sekali saat terbangun dari luasnya sebuah pulau tanpa penghuni. Seharusnya Kasi takut tapi kali ini ia bahkan menikmati kesendirian itu, ia tak merasa sakit, jantung berdetak begitu cepat seolah tak pernah merasakan henti jantung atau jantung bocor apapun itu disebutnya.

"Kasi ayo bangun ..."

Suara lembut itu lagi, suara yang ia rindukan. Tapi di mana? Tak ada siapapun di sini, apakah semua orang meninggalkannya?

"Kasi apa gak rindu sama aku? Aku nunggu kamu di sini, ayo bangun sekarang."

Jirat— Kasi terperanjat ia berdiri menatap kesekeliling mencari orang pada sumber suara yang ia dengar itu. Lantas, tak jauh dari sana di ujung pohon kelapa ia melihat seseorang yang familar tengah merentangkan tangan. Kasi menangis, berlari cepat pada orang yang ia rindukan itu. Ia tak sendiri, seseorang menjemputnya ... seseorang yang selalu Kasi harapkan kedatangannya.

Kasi memeluk Jirat dengan erat, menangis tersedu-sedu, Jirat mengelus punggung itu perlahan, "ayo pulang, semua orang menunggumu."

Tangan itu bergerak, Jirat yang merasakan pergerakan lantas berdiri, memastikan apa yang ia rasa itu benar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tangan itu bergerak, Jirat yang merasakan pergerakan lantas berdiri, memastikan apa yang ia rasa itu benar. Kelopak mata pada orang yang ditunggu perlahan terbuka, Jirat menangis ia langsung meraih tombol yang terletak di sisi ranjang Kasi, menekan tombol merah beberapa kali agar perawat cepat datang. Jirat tak ingin berlari keluar untuk sekedar memanggil perawat, ia hanya ingin memastikan Kasi sadar sepenuhnya.

"Kasi ... Kasi" Jirat yakin sekarang wajahnya telah basah karena air mata. Ini adalah penantian terpanjang dengan rasa sesal yang bahkan tak ingin terulang lagi. Kasi telah sepenuhnya membuka mata, dua orang perawat juga dokter sudah memeriksa keadaan Kasi.

"Pasien sembuh dari komanya, keadaan pasien juga membaik. Pasien akan dipindah ruangan, tapi tetap dalam pemantauan medis lain."

Jirat sangat berterima kasih karena Kasi telah melalui masa kritisnya. Ia menatap Kasi yang masih termenung dan Jirat yakin itu kondisi maklum dari orang yang baru terbangun dari Komanya. Jirat menemani Kasi berpindah ruangan, merasa lega karena beberapa alat boleh dilepas sehingga teman tersayangnya itu bisa bergerak dengan bebas setelah ini.

Bagian sembilan selesai ...

ADORASI; forcebookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang