Bab 2

18 8 19
                                    

“Lalu, kamu tahu Harun itu baik dari siapa? Adakah kamu, atau semua umat muslim di dunia ini sudah membuktikannya sendiri? Atau sama sepertiku yang hanya mendengar cerita dari mulut ke mulut?” tanya seorang wanita berambut ikal keturunan Amerika, bernama Anzilla, dengan lantang seolah menantang wanita lain yang mengenakan hijab berdarah Irak dan Indonesia, bernama Mahin.

“Eh, ini ....” Ayesha hendak bersuara, tetapi kode tarikan tangan oleh sang suami berhasil menahan keinginannya.

“Nggak usah ikut-ikut, Sayang. Kita nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi,” bisik Rashad yang memang menghindari terlibat perdebatan itu.

“Tapi, Sayang, aku kan penasaran ....”

“Sayang, nggak usah ya, kecuali kita memang harus meluruskan apa yang sedang mereka debatkan. Kalau memang belum terlalu serius, udahlah, nggak usah ikut campur. Lagian kamu tahu Mahin, kan? Dia bukan tipe orang yang gampang mendebat orang lain kalau nggak dipancing,” bisik Rashad yang kemudian meminta Ayesha duduk di sebuah bangku kosong yang dia temukan.

Rashad sebenarnya jengah dan merasa pusing mendengar perdebatan yang seolah tak ada hentinya. Hingga dia pun mulai bersuara mana kala mereka sudah membahas tentang sejarah detail tentang Khalifah Harun Ar-Rasyid. Terlebih ada pembahasan yang menarik minatnya, yaitu saat salah seorang dari mereka menyebut tentang sebuah portal ajaib yang memungkinkan mereka menjelajahi masa kepemimpinan sang khalifah.

“Tidak hanya Khalifah Harun Ar-Rasyid yang memiliki sisi buruk, Anzilla! Kita semua punya. Kecuali Rasulullah Muhammad sholallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada satu pun pemimpin di dunia ini yang tidak meiliki keburukan. Namun, kita juga harus tahu, apabila seseorang memiliki hal buruk dalam dirinya, tentu juga memiliki hal baik,” terang Rashad yang rupanya tak mendapat respons baik dari Anzilla yang sedari awal sudah menunjukkan ketidaksukaannya kepada sang khalifah.

“Perlu kita tahu, bahwa Khalifah Hadi justru lebih jahat dari Khalifah Harun. Demi kekuasaan, dia rela berniat menghabisi saudaranya sendiri demi putra yang paling dia sayangi bisa duduk di atas takhta. Padahal saat itu, usia Ja’far, putra Khalifah Hadi, belum cukup umur,” lanjut Rashad.

“Iyakah? Adek emang pernah baca soal Khalifah Harun ini, tapi sayangnya nggak sedetail ini loh, Mas,” sahut Ayesha merasa bangga memiliki suami yang pengetahuannya lebih luas dari dirinya.

“Karena yang Adek baca, dongeng 1001 malam, atau Doraemon yang episode di negeri 1001 malam. Betul apa tidak salah?” sindir Rashad.

“Secara logika saja, kalau memang Khalifah Harun itu sangat buruk, atau mesum, sudah pasti Islam tidak akan mencapai puncak keemasan di masa itu. Kalian tahu Muhammad Al-Fatih, penakluk Konstantinopel? H-1 hari terakhir perang, beliau menyuruh seluruh pasukannya berpuasa, dan mengingatkan agar mereka tidak melakukan maksiat sekecil apa pun? Kenapa? Ya karena para pemimpin Islam menyadari, bahwa kejayaan Islam datangnya dari Allah, dan tidak akan pernah terjadi apabila pemimpinnya dzalim dan hobi bermaksiat,” lanjut Rashad.

“Tapi, Mas, bagaimana bisa Khalifah Harun yang sudah mau dibunuh oleh Khalifah Hadi bisa lolos dan justru dialah yang jadi Khalifah? Terus Ja’far gimana? Apa dikudeta?” tanya Ayesha yang memang pengetahuannya jauh di bawah Rashad.

“Itu semua nggak lepas dari peran Ratu Khaizuran. Beliau sangat kecewa atas kepemimpinan Khalifah Hadi yang terlalu semena-mena. Pun, banyak melanggar aturan kerajaan saat itu. Sampai akhirnya, Khalifah Hadi wafat, ya bisa dibilang ini konspirasi untuk menyelamatkan Khalifah Harun. Tapi ternyata itu berhasil. Soal Ja’far, dia tidak dikudeta, justru anak kecil itu dengan sukarela menyerahkan kekuasaan di bawah kendali pamannya,” terang Rashad seraya membuka ponselnya, membaca buku digital tentang Khalifah Harun untuk kesekian kalinya, untuk memastikan bahwa informasi yang disampaikan tidak salah.

“Terus kenapa Khalifah Harun memang diceritakan kalau dia itu mesum atau suka main perempuan?” tanya Ayesha lagi karena masih penasaran.

“Adek, bukan Mas nggak mau jawab, tapi kenapa nggak lebih baik Adek menanyakan apa yang sudah dicapai oleh Khalifah Harun daripada harus mengungkit hal yang buruk tentang beliau? Adek tahu, empat madzhab yang ada saat ini, itu berkat siapa? Yaps, berdirinya empat mazhab ini ada di masa kepemimpinan Khalifah Harun. Beliau begitu mencintai ilmu pengetahuan, dan siapa pun yang berjasa untuk ilmu pengetahuan, sudah pasti akan mendapat penghargaan dari khalifah. Pada masa itu juga rakyat nggak ada yang kelaparan. Semua bantuan untuk rakyat betul-betul jatuh ke tangan yang tepat. Tidak hanya soal perut, beliau juga merupakan pemimpin yang adil dalam memutuskan suatu perkara hingga tidak ada satu pun rakyatnya yang merasa didzalimi atas keputusannya.”

“Rashad ... Rashad, kamu juga sama saja ternyata dengan Mahin. Denial dan tidak mau mengakui kekurangan si Harun!” cecar Anzilla yang merasa kesal karena tidak ada yang membela apa yang dia yakini.

“Bukan denial, Anzilla ... hanya saja, kita tidak bisa tutup mata dan telinga atas pencapaian beliau. Mungkin benar, kalau sebagian riwayat juga menuliskan kekurangan beliau, yaitu tidak bisa menahan syahwat. Tapi, bukan berarti menjadikan hal itu untuk menilai beliau,” sahut Rashad.

Perdebatan kali ini sepertinya tidak akan berhenti dengan mudah. Anzilla begitu keras kepala akan keyakinannya. Sebuah ide pun muncul untuk mendukung pernyataan Zura, yang mengajak mereka semua menjelajahi kompleks bawah tanah masjid tersebut.
“Begini saja, bagaimana kalau kita lakukan saja usul Zura? Menyusuri setiap sudut masjid ini? Siapa tau kita benar-benar bisa menemukan portal menuju ke masa Khalifah Harun?” usul Rashad mendukung Zura.

“Jangan bercanda deh, Mas! Mana ada yang seperti itu? Mitos. Kalaupun ada yang bisa bawa kita ke sana, hanya mesin waktu. Di sini mana ada? Memangnya kita hidup dalam dunia kartun macem Doraemon?” tolak Ayesha yang enggan menuruti ide gila sang suami.

Sebagai seorang istri sebenarnya Ayesha cukup kesal karena sang suami harus terbawa emosi Anzilla. Dengan wajah mengerut dia lantas merogoh tas, meraih gawai kesayangan yang dihiasi ornamen kartun Doraemon. Hal itu dia lakukan untuk menahan Rashad agar tak melanjutkan ide menyusuri masjid tersebut.

Kalau bukan karena pernikahannya dengan Rashad, sesungguhnya Ayesha tidak ingin melanjutkan pendidikannya di Baghdad. Keinginan terbesarnya adalah menimba ilmu di kota tempat Rasulullah disemayamkan, agar dia bisa kapan saja berziarah ke makam manusia paling mulia di muka bumi ini. Jadi, memang bisa dibilang kalau Ayesha setengah hati menjalani kesehariannya di Irak. Beruntung Rashad selalu sabar menghadapi tingkahnya yang terkadang menjengkelkan dan marah tanpa sebab. Pun, dia dikelilingi oleh teman-teman senegara yang tak kalah baiknya, seperti Mahin, yang di mata Ayesha, gadis itu seperti Rashad versi wanita.

Ayesha dan Rashad (1001 Cinta di Kota Baghdad)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang