Happy Reading
*
*
*Brak
Tubuh arsha terhembas ke lantai.
Arsha meringis kesakitan "Pa-pah" panggilnya lemah menahan rasa ngilu di badannya.
Gadis itu baru saja pulang dari sekolah dan langsung diseret ke dalam ruang kerja Xavier yang baru saja pulang dari Singapura.
"KENAPA" bentak Xavier
"Kenapa berlaku curang" kilatan mata Xavier yang merah dan rahang yang mengeras menandakan bahwa ia sangat marah saat ini.
Xavier melempar buku-buku tebal yang ada didekatnya.
Buku-buku tebal itu melayang mengenai dahi arsha, darah segar mulai bertetesan.
"Dari sepupu kamu aja, kamu kalah?!" Xavier berjalan menghampiri arsha mencengkram dagu gadis itu hingga wajahnya mendongak ke atas.
"Apa yang bisa banggain dari kamu" ucap Xavier dengan nada meremehkan
Arsha hanya bisa meringis kesakitan karena melawan pun hanya sia-sia tenaganya jelas kalah jauh.
"NGGAK ADA ARSHA" bentak Xavier menghempas wajah arsha hingga gadis itu menoleh kesamping.
"Mau jadi apa kamu dewasa nanti"
"Iya emang nggak ada yang bisa papah banggain dari arsha" lirih arsha matanya memanas menahan buliran bening yang akan jatuh.
"Mau arsha berusaha semaksimal mungkin tetap aja nggak pernah dihargai"
Plak
Pelipis sebelah kanannya terlihat memar, perih, ngilu menjadi satu namun gadis itu mengabaikan semua rasa sakitnya.
"Usaha apa?"
"Usaha berlaku curang ke sepupu kamu dan nama kamu diblacklist?" tanyanya dengan nada yang sangat merendahkan.
"ITU YANG DIMAKSUD USAHA ARSHA!" bentak Xavier lagi kali ini Xavier benar-benar dikuasai emosi yang menggebu-gebu.
"Arsha nggak lakuin itu pah" belanya dia mengusap tetes air mata yang menerobos keluar.
"Mana ada maling ngaku" bantah Xavier dengan mata yang melotot tajam.
"Arsha bakal buktiin kalo arsha memang nggak curang" ucapnya berusaha berdiri dan pergi dari tempat terkutuk ini.
"Buktikan jangan cuma ngomong doang"
"Okeh liat aja nanti"
Brak
Arsha menutup kuat pintu ruang kerja Xavier kakinya melangkah menuju kamarnya.
Mengambil sebilah cutter dari meja belajarnya menggoresnya dipergelangan tangan kanannya.
Goresan tajam itu terus saja arsha mainkan membuat garis-garis abstrak sesekali meringis ketika rasa perih mulai terasa.
Arsha memang bodoh membuat luka baru hanya untuk menutupi luka lama pikirnya seseorang saja bisa menyakiti dirinya dengan sesuka hati mengapa dirinya tidak?
Setetes darah mulai berlumuran dari pergelangan tangannya.
Setelah puas dengan lukisannya dia membuang cutter itu kesembarang arah arsha mengukir senyum melihat setetes darah yang mengalir.
Sedikit namun bisa membuatnya lega.
Sakit.
"Punya orang tua lengkap tapi gue kehilangan perannya"
"Peran orang tua yang harusnya jadi support untuk anak-anak malah membuat anaknya terluka"
Arsha benci dengan dirinya sendiri mengapa dia lemah?
Hal bodoh yang terus-menerus dia lakukan seolah candu untuk terus diulang.
*****
Gimana seru nggak?
Maaf ya jika ada kesalahan typoSudah ya segini dulu, jangan lupa vote dan komen
Follow Ig:wp_moccaciz0
Untuk mendapatkan informasi tentang cerita ini
See you💗
KAMU SEDANG MEMBACA
Arshana: Tanpa Rasa [Hiatus]
Teen Fiction"kenapa nilai jadi tolak ukur untuk bisa dihargai?" "Karena nilai itu penting untuk masa depan Lo" ***** "Berharap dengan manusia itu lah sumber masalah gue" "Gue janji ini yang terakhir kalinya gue berharap dengan manusia" ***** "Pilihan Lo cuma d...