"Aku gak suka kalau kamu asal bicara!" Mas Galih meninggalkanku dengan wajah masam. Aku pun segera menyusulnya.
"Mas, harusnya aku di sini yang kesal dengan kamu dan Esti. Kamu tahu, tadi Bu Citra bilang, kamu anter Esti nganter laundry setrika pakaian yang ekspres. Tapi, Esti bilang dia yang mengerjakan. Gak mungkin Bu Citra bohong. Jadi yang bohong pasti kamu dan Esti. Jujur aja, Mas, kalau kamu naksie Esti. Apa karena aku belum bisa kasih kamu anak?" cecarku sudah tidak tahan lagi. Mas Galih hanya tertawa sumbang, lalu berjalan masuk ke kamar tanpa memedulikan protesku.
Aku menyusulnya ke kamar dalam keadaan menangis. Suamiku menghela napas, lalu mendekatiku.
"Jangan sentuh, kalau kamu belum cerita yang sesungguhnya!" Aku bergeser saat tangan Mas Galih mencoba menyentuh pundakku.
"Sayang, maafkan aku yang tidak jujur. Jadi, nanti malam aku harus ke Jogya ada urusan sama vendor. Mungkin tiga hari aku di sana dan pakaian yang mau aku bawa nanti malam, belum disetrika Esti. Dia hilang gak keburu karena aku mau packing segera, jadi aku yang bawa ke laundry bersama Esti. Begitu ceritanya. Aku naik pesawat jam delapan malam, Sayang. Maaf ya, aku kelupaan bilang." Aku menatap Mas Galih tidak percaya.
"Mas, kamu mau keluar kota nanti malam dan kamu baru bilang sekarang? Yang benar saja, Mas! Aku ini istri kamu, masa yang lebih dulu tahu kamu mau pergi itu si Esti!" Suamiku bangun dari duduknya.
"Kamu akan stres sendiri jika terus berpasangka buruk. Aku gak mau meladeni wanita yang cemburu tanpa alasan jelas. Aku mau beresin pakaianku!" Mas Galih mengambil koper dari atas lemari, lalu mengambil baju untuk ia masukkan ke dalam koper hitam miliknya.
Aku yang sudah terlanjur kesal, memutuskan untuk menemui Esti. Wanita itu masih sibuk memasak menu request suamiku.
"Kenapa kamu bohong, Es?" tanyaku langsung. Esti menoleh ke belakang dengan terkejut.
"Bohong apa, Bu?" tanya Esti dengan wajah bingung.
"Kamu bilang, kamu yang setrika pakaian, sehingga kamu kelelahan, ternyata pakaian kamu bawa ke laundry. Apa itu tidak bohong?"
"I-itu-"
"Kamu termasuk ART-ku yang paling lama bekerja di rumah ini. Aku harap kamu menjaga kepercayaanku, Esti. Jika aku menemukan lagi hal aneh antara kaku dan suamiku, maka aku gak segan pecat kamu!"
"Maafkan saya, Bu. I-itu- saya karena-"
"Masih belum selesai juga? Setelah interogasi aku, sekarang kamu interogasi Esti?" aku dan Esti menoleh serentak ke arah asal suara. Suara Mas Galih yang terdengar tidak senang.
"Masalah anter pembantu bawa laundry aja, kamu sampai kebakaran jenggot. Jangan tuduhkan apa yang tidak aku lakukan, Kikan, karena aku bisa benar-benar melakukannya suatu hari kelak! Paham!" Aku menelan ludah. Apa memang aku yang terlalu berlebih-lebihan atau memang suamiku sedang menutupi kebusukannya?
"Maafkan saya, Bu, besok-besok saya akan setrika semua pakaian Ibu dan bapak. Saya gak akan anter ke laundry.
Maafkan saya ya, Pak, Bu, karena masalah ini jadi berdebat. Semoga saya masih bisa bekerja di sini."
"Kamu masih bisa bekerja di sini, asalkan kamu tahu batasan antara majikan dan pembantu!" Ketusku pada Esti. "Baik,Bu, saya akan lebih hati-hati."
"Baguslah kalau kamu mau introspeksi, karena jika tidak-"
"Di rumah ini yang bisa memecat pembantu adalah suamimu ini, Sayang. Selagi Esti tidak mencuri, nakal dengan pembantu tetangga, dan juga gak becus kerja, maka dia tetap bekerja di sini. Sudah, jangan bikin aku marah!" Mas Galih menarik tanganku untuk masuk ke dalam kamar. Pintu kamar dibanting keras olehnya. Aku pun didorong sampai punggung ini menyentuh tembok. Mas Galih mencium bibirku dengan sedikit kasar.
"Kamu tahu kalau aku marah'kan? Sudah lama aku tidak melakukannya. Apa kamu mau aku begitu lagi?" tanyanya dengan napas naik turun. Wajahnya merah menahan emosi, hingga membuat nyaliku ciut.
"Tidak, Mas," jawabku sambil terus menatap sorot mata tajamnya.
"Bagus, kalau gitu, puaskan aku karena semalam aku tidak puas!"
Bersambung
Sudah tersedia e-book nya di google Play Store ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vitamin Stamina Pria di Laci Lemari Pembantuku)Sudah Tersedia Di Play Store)
RomanceDewasa 21+ Aku menemukan banyak obat di laci lemari pembantuku. Padahal ia tidak pernah sakit. Salah satu teman kantor, punya yang sama dengan obat pembantuku dan ia bilang, itu adalah Obat Kuat Pria.