'• HAPPY READING •
Lelaki itu menggosok tangannya guna menetralkan rasa dingin di tengah derasnya hujan sore ini. Kini sudah pukul tiga, waktunya pulang sekolah namun ia masih senantiasa menunggu hujan reda. Ia menatap orang-orang yang asik hujan-hujanan di lapangan, mereka tertawa seolah itu adalah hal yang tak akan membuat mereka sakit. Padahal sudah jelas, hujan hanya akan memberikan rasa sakit menurut Langit.
Langit Candra Buana, kelas sebelas IPS dua di SMA Cakrawala. Seorang lelaki introvert yang hobi menyendiri, namun terkenal garang karena komuk datar yang kerap ia tunjukan.
BRAK!
Tiba-tiba seseorang masuk memecah keheningan kesendirian Langit. Gadis berbaju basah kuyup terjatuh dengan posisi terduduk ke dalam ruang kelas Langit. Terdengar tawa dari luar yang menjauh sepertinya teman gadis itu, mereka juga tengah bermain dengan air hujan.
Langit menatapnya, hingga sepersekian detik mereka bertatapan. Tak ingin lama-lama, Langit segera mengalihkan pandangan. Terlihat raut kebingungan dari gadis itu, ia lantas berdiri lalu berjalan tertatih menghampiri nya.
Langit merasa risih saat gadis itu semakin dekat, ia lantas mundur beberapa langkah hingga mentok di tembok belakang. Tawa gadis itu pecah melihat wajah akward Langit.
"Lo takut sama gue? Ngapain mundur segala coba?" Ujarnya sambil tertawa menepuk-nepuk sendiri pahanya.
"Gue bukan monster kali, rwar!"
Langit menyidik, ia lantas bergidik melihat tingkah gadis itu. "Mundur Lo, kotor.” hardiknya.
Arana Syafira Arziandra, kelas sebelas IPS 1 menganga mendengarnya. Gadis berwajah cantik bertubuh mungil dan pendek itu merasa di rendahkan di sebut “kotor” padahal kan dirinya hanya basah.
“Mata lo tuh yang kotor banyak dosanya!" jawab Arana.
Langit mengangkat bahu acuh. “Kotoran mana sama cewek yang guling-gulingan di lantai basah?”
“Ngeselin amat Lo! Kaya ga pernah ujan-ujanan aja!" Arana duduk di salah satu meja, ia bersilang dada menatap tajam Langit.
“Emang.” Langit menatap keluar, tersirat rasa yang tak bisa ia ungkapkan di dalamnya. Hujan bagi Langit hanyalah sumber luka, banyak hal yang tersimpan di balik butiran air yang jatuh dari atas sana. Langit bahkan berfikir bahwa hujan hanya akan membawa bencana, dari mulai bencana alam hingga bencana personal. Langit terus melamun membuat Arana heran dan langsung menjentikkan jari di hadapannya. Membuat Langit terkejut.
Ctak!
“Ngelamun aja Lo. Mau kesambet apa gimana?”
“Shut up.” hardik Langit. Ia menjauhkan tangan Arana dari wajahnya. Gadis itu tampak semakin kesal, karena merasa Langit seperti menganggapnya kuman saja yang harus di musnahkan.
“Lo alergi air hujan apa gimana?” Arana memiringkan wajahnya sambil cemberut dan menatap dalam wajah Langit. Wajah yang tampak asing baginya, dia bahkan baru tahu ada murid seperti Langit di sekolahnya padahal ia sudah sekolah selama setahun disini.
“Alergi lo.”
“SERIUS SIALAN!” Arana berteriak tepat di samping telinga Langit sambil naik ke atas meja. Langit terperanjat dan langsung mendorong nya, membuat pijakan Arana goyah dan gadis itu hampir jatuh. Dengan sigap Langit menahan pinggangnya, tanpa sadar membuat baju Langit terkena basahan air hujan.
Keduanya bertatapan, mereka saling memperhatikan selama beberapa saat, hingga bisikan halus dari suara bazz Langit di samping telinga Arana membuat gadis itu bergidik geli.
“I hate rain,” bisik Langit.
“Like I hate u.” Langit langsung bangkit dan melepaskan Arana yang terdiam.
Lelaki itu mengusap-usap jaketnya yang menjadi basah, sedangkan Arana asik berfikir.
“Gue baru tahu ada orang benci hujan.”
“Banyak hal yang ga perlu lo tahu.” Langit meraih Tasnya, lalu mengambil payung hitam di dalamnya.
“Lo mau pulang? Abis ngatain gue, bilang benci gue, mau pulang gitu aja?”
Langit menoleh ke belakang baru beberapa langkah. “Hujannya udah reda.” ujar Langit lalu pergi begitu saja meninggalkan Arana sendirian di ruang kelas nya sambil menatap kepergiannya.
###
SEE U NEXT CHAPTER!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
264, Let go of the umbrella!
Teen Fiction# - ୨୧ Ini tentang Langit dan Hujan. Langit Cakra Buana, seorang lelaki kelas dua SMA yang tak menyukai adanya hujan. Seseorang yang selalu menunggu hujan reda di pinggiran kota, tanpa pernah mau menerobosnya meski membawa payung sebagai pelindung...