'• HAPPY READING •
Langit berjalan was-was saat melewati kelas IPS 1, ia curiga Arana akan menemuinya lagi. Usai kejadian hari Minggu kemarin, ia menjadi malu untuk bertemu Arana. Saat di halte terhitung lumayan lama Langit bersandar di bahu Arana, bahkan hingga hujan reda karena ia harus menenangkan dirinya. Bahkan saat hujan reda langit pergi begitu saja tanpa sepatah katapun, membuatnya takut gadis itu kenapa-napa ia tinggalkan sendirian di halte.
“LANGIT!”
damn! baru saja Langit memikirkannya, gadis itu sudah menenteng kresek berisi jajanan berlari menghampiri Langit.
“Langit tunggu, Langit!” ia menarik lengan Langit saat lelaki itu mencoba pergi.
“Apa?” desis Langit, ia risih melihat tatapan orang-orang bahkan ada yang terang-terangan membicarakan dirinya.
“Ga ada sih, gue punya Chiki mau gak?”
“Kita kan temen.” ujar Arana.
Langit berdecih kesal. “Sejak kapan kita temenan?” Lelaki itu melepaskan tangan Arana di lengan kanannya. Ia memalingkan wajah dengan tampang songong. Arana tersenyum jahil, ia berjinjit lalu berbisik.
“Mau gue kasih tau pelan-pelan atau teriak soal lo nyender di bahu gue?”
Langit langsung membulatkan matanya, ia lantas berbalik dan menutup mulut Arana. “Jangan coba-coba ganggu gua.” bisiknya tajam pada Arana. Ia pasti akan menjadi perbincangan publik nanti, jika Arana membicarakan hal tidak-tidak antara mereka.
“Yaudah ada syaratnya.” Arana menjauh, ia memakan permen ChaCha nya dengan tampang menjengkelkan di mata Langit.
“Apa?” Langit hiperbola, senin paginya terasa hancur di pertemukan gadis seperti Arana.
“Jadi temen gue, maksudnya kita temenan mulai sekarang!”
Langit menghela nafas. “Ye.” ujarnya singkat. Ia berbalik menuju kelasnya namun Arana menarik tasnya membuat ia terhuyung.
“Apa lagi?” geram Langit.
“Teman apakah anda ingin di antar? Arana dengan senang hati akan mengantar! Go!" Arana meninju angin ke depan, ia berjalan di depan langit sambil menarik ujung jaketnya. Langit menghela nafas lagi, ia merasa malu di perlakukan seperti ini.
Saat memasuki kelas, semua pasang mata menatap ke arah mereka. Arana berbalik, “Saudara Langit, apakah meja anda yang paling belakang?” Langit mengangguk. Arana tersenyum riang lalu menarik tangan Langit menuju mejanya.
Langit duduk dengan tertekan karena orang-orang terus menatapnya. Arana duduk di kursi depan meja Langit.
“Lang mau nanya,” ujar Arana.
Langit menatapnya malas sambil mengambil topi dari tas untuk upacara nanti. “Apa?”
“Lo tiap hari bawa payung ke sekolah?” tanya Arana. Melihat payung lipat berwarna hitam di tas Langit. Walaupun lelaki ini gagah dan tampan, ia seperti anak kecil yang membawa payung kemana-mana.
“Mencegah lebih baik, daripada ngobatin."
“Maksudnya?”
“Lo tau kan fungsi payung buat apa?” Langit bermaksud, dengan membawa payung ia tak akan kehujanan jika menuju parkiran, dan mencegah sakit. Meski hanya terkena air sedikit, Langit tidak mau.
“Kata temen gue, lo itu cowo cool. Tapi kok sama gue banyak ngomong ya?”
Langit mengangguk. “Lo setan, goda gua terus.”
###
SEE U LAGI NGEBUT NIH EKEK <3
KAMU SEDANG MEMBACA
264, Let go of the umbrella!
Genç Kurgu# - ୨୧ Ini tentang Langit dan Hujan. Langit Cakra Buana, seorang lelaki kelas dua SMA yang tak menyukai adanya hujan. Seseorang yang selalu menunggu hujan reda di pinggiran kota, tanpa pernah mau menerobosnya meski membawa payung sebagai pelindung...