'• HAPPY READING •
Minggu pagi kali ini Langit rasa sangat sial karena sudah di terpa hujan. Mengapa akhir-akhir ini terus hujan? Apa semesta sengaja ingin membuat Langit berdiam diri saja di rumah? Bahkan sekarang ia terpaksa pergi ke Alfamart saat gerimis. Walaupun gerimis kecil, tapi Langit sangat membencinya.
Langit kini berada di perjalanan pulang usai membelikan kebutuhan rumah sesuai perintah ibunya. Langit menatap langit yang semakin gelap, ia langsung tancap gas merasa hujan lebat akan turun lagi.
Di sisi lain, seorang gadis dengan pakaian hangat tengah joging sambil menikmati udara sejuk. Ia sendirian di temani earphone di telinganya sambil mendengarkan lagu Taylor Swift yang sangat cocok dengan suasana hatinya.
BYURR!
Pengendara motor berkecepatan tinggi melewati genangan yang menciprat mengenai Arana. Gadis itu mengerjapkan mata beberapa kali, saat tubuhnya basah dari ujung kepala hingga ujung kaki.
Langit langsung berhenti di kejauhan 2 meter, lelaki itu menoleh kebelakang lalu memundurkan motornya. Ia menatap Gadis yang Jum'at kemarin berada di kelasnya.
"Maaf." Ujar Langit.
Arana membuka matanya perlahan. Gadis itu menatap Langit dengan nafas tersengal dan wajah memerah. “LO BISA GA SIH HATI-HATI?! INI TUH MASIH PAGI, GUE MASIH FRESH! NGESELIN AMAT SIH?!”
Langit menaikan kaca helm nya. “Gue udah minta maaf, ga sengaja. Kok sewot?”
“Ya gimana ga sewot?! Mikir aja gue baru beres mandi, brengsek Lo!"
Langit lantas berdecak kesal. Mengapa perempuan seribet itu? Padahal Langit sudah minta maaf, jelas-jelas ia tak sengaja. Baru akan membuka mulut, tiba-tiba hujan turun Langit lantas segera turun dari motornya lalu menepi di halte yang kebetulan di belakang Arana. Langit melepas helm nya lalu ia taruh di tempat duduk halte angkutan umum ini.
Arana mengikuti Langit sambil menutupi wajahnya. Keduanya sempat bertatapan, hujan semakin lebat. Langit menatap Arana datar. “Bukannya lo suka ujan-ujanan? Ya gapapa basah dikit. Sana basahin lagi, nanggung.” titahnya.
Arana menggertak kesal. “Ya ga gini juga! Ga berprikemanusiaan banget sih Lo jadi orang.”
“Sok kenal.” gumam Langit memalingkan wajah.
Arana menatap wajah Langit dari bawah, karena tinggi nya hanya sebatas dada Langit. Gadis itu langsung berdecih dan mendumel dalam hati. Ia berfikir masih tampan oppa-oppa koreanya di banding Langit. Namun lelaki ini bersikap seenaknya, ‘mending kalo lebih ganteng dari sehun’ fikir Arana.
Arana menatap jalanan yang menimbulkan suara khas hujan lebat yang begitu menenangkan. Gadis itu menoleh ke arah Langit, lelaki itu...melamun. Arana mengetahui Langit dari temannya kemarin, dan ia sadar kenapa baru mengenal Langit karena lelaki itu introvert dan jarang mengekspose diri.
Arana berdehem. “hem, gue Arana. Sebelas IPS 1, samping kelas lo.”
Langit menoleh heran. “Ga minat tau.”
“cih?!” Arana mendengus kesal.
ciitttt!
Suara kendaraan bergesekan dengan aspal, membuat Arana dan Langit menoleh. Seorang pengendara motor terjatuh saat melewati tikungan karna jalanan licin. Arana ingin menolong namun Langit menariknya mundur, karna sebuah mobil melintas di depan mereka dengan kecepatan di atas rata-rata.
“Lo apa-apaan sih?! Itu jatuh harusnya di tolongin!”
Langit menatap tajam Arana. “Lo hampir ketabrak, untung gua tarik,”
“Lagian orang itu udah di tolong.”
Arana menatap sekumpulan warga menolong orang tadi. “Lo ga punya hati Lang?” sinisnya. Ia merasa Langit kejam membiarkan seseorang terjatuh di bawah derasnya hujan tanpa berniat membantu.
“Emang.”
Langit menatap kosong ke depan, sebuah bayangan melintas di kepalanya. Lelaki itu meneguk ludahnya kasar, tangannya mulai berkeringat. Ia menghela nafas perlahan, banyak suara dalam kepalanya membuatnya merasakan sakit.
“PAPA AYO TENDANG BOLA NYA!”
“LANGIT JAGOAN PAPA!”
“PAPA...PAPA JANGAN TINGGALIN LANGIT!”
“PAPA!”
Langit menggeleng, nafasnya tersengal. Lelaki itu mundur lalu mendudukkan dirinya sambil memegangi area dadanya. Arana lantas mengikutinya, ia sedikit khawatir melihat sebelah tangan Langit Tremor hebat.
“Lang...ga papa?”
Langit menoleh, wajahnya terlihat sangat pucat. Arana duduk di samping Langit sambil mengusap bahunya. Lelaki itu memiringkan duduknya lantas menyandarkan dahinya di bahu Arana dengan nafas tersengal-sengal.
“Gua...mau pulang...”
Arana mengusap punggung Langit pelan, ia membiarkan lelaki itu bersandar di bahunya. “Tenang Lang, nanti pas reda lo boleh langsung balik.”
Langit merasa malu karena bersikap lancang, tapi lelaki itu kini merasa lebih baik. Ia memejamkan matanya dan memikirkan banyak hal.
Andai dulu Langit tidak bermain hujan...
Andai dulu Langit tidak mencoba jatuh cinta dengan hujan...
Andai.
###
SEE U <3
KAMU SEDANG MEMBACA
264, Let go of the umbrella!
Teen Fiction# - ୨୧ Ini tentang Langit dan Hujan. Langit Cakra Buana, seorang lelaki kelas dua SMA yang tak menyukai adanya hujan. Seseorang yang selalu menunggu hujan reda di pinggiran kota, tanpa pernah mau menerobosnya meski membawa payung sebagai pelindung...