Bab 5 : Menjaga diri

307 34 11
                                    

Karena tidak semua rindu tertunaikan oleh pertemuan maka kujadikan doa sebagai penyempurnaan.

Noname

Deru mesin mobil menembus heningnya malam. Suara gaduh hati tertutup rapat di hati masing-masing. Sebuah mobil memasuki pedesaan. Sorot mata orang-orang menghela, seolah penantian mereka tela datang.

Orangtua Dwi langsung mencoba membangunkan putrinya. Bau alkohol menguar dengan pakaian mini yang membuat mencuat berbagai pikiran dalam hati masyarakat.

Hampir seluruh warga menunggu di luar untuk kedatangan mereka. Abah matanya tajam menatap putranya Abbas. Abbas tertunduk begitupun Rayna meringis melihat tatapan kedua orangtuanya.

"Abbas, pulang!" hanya itu kata yang keluar dari Abahnya.

Abbas berjalan tanpa menatap kembali Rayna yang sudah dibawa Ibunya masuk rumah.

Desa mereka malam itu gaduh atas tindnagan sembrono ketiga anak muda di desa mereka. Di kediaman Abbas, dirinya tidak berani bersuara.

"Ambu, bereskan pakaian putramu. Malam ini juga kita antar balik dia ke pesantren," tegas Abah.

Abbas mau bersuara tapi tatapan tajam Abahnya membuat semua kata itu hilang dari kepalanya. Ambu membereskan pakaian putranya. Abah pun duduk di kursi kemudi, disusul Ambu yang memberi isyarat untuk mengikuti kemauan Abahnya.

Sekejap, hanya sekejap rasanya bagi Abbas saat dirinya sudah berdiri di depan gerbang pesantren. Pengurus pesantren yang berjaga tergopoh-gopoh membuka gerbang.

Hampir seluruh santri pulang karena libur. Abah dan Ambu tidak turun. Abah menutup mulutnya rapat sedari tadi. Beliau pulang setelah menatap tajam putranya. Ambu terlihat menahan tangis, dia tahu bagaimana amarah suaminya.

Setelah kepergian orangtuanya Abbas terduduk di asrama yang sepi. Hanya ada beberapa santri senior yang tentu mengenal baik dirinya. Mempertanyakan kenapa Abbas pulang sebelum waktunya.

Abbas pun tidak mampu menjawab. Dia memilih menyindiri, mengambil wudhu dan mendirikan shalat di masjid. Sedangkan Rayna, Bapak dan Ibunya mempertanyakan dengan kepala dingin kepada putrinya.

Rayna menceritakan semuanya.

"Rayna tahu tindakan yang dilakukan ini salah, tapi harus Rayna lakukan."

"Masalahnya kamu membawa nak Abbas dalam masalah ini. Dia dijaga sebegitu baik pergaulannya oleh Ambu dan Abah," ujar Ayah.

Rayna tertunduk, pikirannya penuh sedari tadi. Bagaimana kabar Abbas sekarang. Apa Abah marah? pikirannya bertanya-tanya.

"Sudahi dulu pembahasannya. Istirahat dulu kamu sekarang," ujar Ibu.

Rayna masuk ke kamarnya. Menidurkan tubuhnya yang gamang. Kenapa keadannya menjadi besar seperti ini.

Ke esokan paginya aktifitas di desa dimulai kembali. Obrolan tetangga begitu riuh, membicarakan tingkah mereka tadi malam. Rayna berniat melihat keadaan Dwi tapi orangtuanya melarang masuk.

"Kamu, kenapa tidak beritahu kami sebelum oranglain? Lihat bagaimana sekarang? Kita semua malu hanya untuk memulai kegiatan," ujar Ibunya Dwi.

Dua TakdirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang