Maaf apabila ada typo, dan penempatan kata yang tidak sesuai tempatnya.
Badai telah berlalu, begitu pun sang kelam malam. Berganti dengan cahaya mentari guna hantarkan pagi. Perjalanan kembali dilanjutkan, menyusuri hutan demi sampai di tempat tujuan.
“Kau yakin bisa berjalan Renjun?” tanya Haechan. Renjun kini sudah mulai bisa menggunakan kedua kakinya untuk berjalan meski perlahan-lahan.
“Aku baik-baik saja, maaf karena perjalanan jadi lambat” tukasnya.
“Katakanlah jika merasakan sesuatu” ujar Jeno yang kini berjalan di belakang Renjun. Renjun lantas mengangguk menanggapi ucapan Jeno. Selama mereka kembali memulai perjalanan, Jeno benar-benar memperhatikan langkah sang Pangeran Ophelia itu.
Kini mereka semua mulai memasuki kawasan dengan tumbuhan yang semakin rapat. Pohon-pohon tumbuh begitu rimbun, dengan dedaunan, akar merambat yang begitu lebat. Sering kali mereka memiliki kesulitan untuk menemukan jalan.
“Ada mata air di depan sana, kita bisa istirahat sebentar, dan mengambil air minum” ucap Lucas.
Mereka akhirnya berjalan mendekati mata air yang Lucas maksud. Airnya begitu jernih. Renjun melangkah sedikit lebih cepat, ia tidak sabar untuk menyentuh air itu. Sedari tadi tenggorokannya sudah kering, menahan dahaga yang butuh untuk segera disegarkan.
Renjun lantas menyentuh air itu. Senyuman terbit di wajahnya kala merasakan betapa dingin, dan segarnya air itu. “Wah ... Sangat menyegarkan” ujarnya begitu air masuk ke dalam tenggorokannya.
“Benar, airnya dingin dan menyegarkan” tukas Haechan begitu turut merasakan segarnya air yang berasal langsung dari mata air itu.
Di saat yang lainnya bergerak untuk mengisi perbekalan air mereka, Jeno sama sekali tidak bergerak dari belakang tubuh Renjun. Ia harus memastikan terlebih dahulu sampai Renjun benar-benar selesai dengan kegiatannya menikmati kesegaran mata air itu. Baru ia bisa lebih tenang.
Renjun bisa saja tergelincir, atau terjatuh ke sungai kecil itu, mengingat kondisi kakinya yang saat ini belum bisa digunakan dengan baik. Maka dari itu Jeno benar-benar sangat memperhatikannya.
Renjun mundur dari sungai setelah puas menikmati kesegaran, dan mengisi perbekalan minumnya. Kala tubuhnya berbalik ia terkejut karena tidak menyadari bahwa Jeno berada di belakang tubuhnya. Hampir saja ia terjatuh ke sungai jika saja Jeno tidak segera merangkul pinggangnya.
“Kau baik-baik saja?” tanya Jeno dengan posisi yang kini masih merangkul pinggang Renjun.
Untuk beberapa saat Renjun terdiam. Entah kenapa tubuuhnya tiba-tiba sulit bergerak, apalagi dengan posisi mereka yang sedekat ini. Begitu menyadari dengan apa yang terjadi, Renjun segera bangkit, dan melepaskan dirinya dari Jeno.
“O-Oh, ya ... aku baik-baik saja” jawab Renjun berusaha sebisa mungkin untuk menutupi kegugupannya. Dengan segera Renjun berlalu menghampiri Haechan yang memanggil namanya. Sedang kini giliran Jeno untuk mengisi perbekalan air mereka.
Di dekat sungai itu, tumbuhan tidak terlalu merapat seperti sebelumnya. Dari satu pohon ke pohon lainnya cukup berjarak sehingga mereka bisa melihat jalan dengan mudah. Selain itu, rumput-rumputnya tidak terlalu tinggi. Beberapa pohon di sana memiliki bunga yang tumbuh, dan kelopaknya berguguran ke tanah. Hal itu menambah keindahan dari pemandangan yang baru pertama kali Renjun lihat ini.
Di Ophelia, ia tidak bisa melihat pemandangan dengan alam terbuka seperti saat ini. Bahkan untuk keluar Istana pun rasanya sulit. “Renjun, lihat kemari” ujar Lucas. Lantas Renjun pun menengok pada si empu. Iris Renjun membulat, takjub dengan apa yang dilihatnya saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Witch's Lover
FanfictionSebuah peristiwa yang mempersatukan mereka, berujung pada sebuah petualangan menakjubkan untuk menjelajahi dunia. Menghadapi berbagai rintangan, yang semakin memperkuat rasa diantara keduanya. Hidup dengan latar belakang yang berbeda, membuat perjal...