Sisa Waktu

1.6K 229 65
                                    

Maaf atas typo, dan kata yang kurang tepat.




















Pagutan terlepas, dan kening saling menyatu. Tak hanya Renjun yang terkejut, Jeno pun baru tersadar atas apa yang ia lakukan. Jantungnya masih berdegup dengan kuat. Iris cokelatnya terpejam, tak sanggup menatap sosok dahayu di hadapannya.

Perlahan ia segera menarik kesadarannya. Begitu matanya terbuka, langsung berhadapan dengan iris emerald milik sang pujaan hati di depan sana. Lantas ia selami dalamnya samudera dalam sepasang bola mata itu.

Kedua lengannya masih bertengger, menangkup wajah si manis. Jeno salurkan ketenangan melalui tatapnya. Iris emerald itu kembali berkaca-kaca, tanpa berucap Jeno menarik sang pujaan hati kedalam pelukannya. Mendekap erat tubuh Renjun, guna meyakinkan semua baik-baik saja.

Renjun tidak menolak, ia juga menginginkannya. Ia juga membutuhkan sosok yang bisa memberinya ketenangan. Renjun membalas pelukan itu tak kalah erat. Ia tumpahkan rasa takutnya di sana.

Begitu Renjun sudah lebih tenang, ia baru menyadari bahwa Jeno tidak mengenakan sarung tangannya. Renjun lantas melepas pelukannya, lalu memandang lengan kiri Jeno yang tidak tertutup apapun. Tangan itu bersinar dengan cahaya yang keluar mengelilingi lengannya, sebagaimana dulu pernah Renjun lihat.

Jeno yang menyadari ke arah mana pandangan Renjun saat ini, tak lagi menutupi lengannya. Lagi pula Renjun sudah pernah melihatnya. Ia pun tadi melepaskan sarung tangan itu begitu saja, tanpa berpikir panjang.

"Jeno, kemana sarung tangan mu?" Jeno mengedikkan bahunya. "Ku lepas" ujarnya.

"Kenapa? Kau mau menyentuhnya?" tanya Jeno.

Sang Pangeran Ophelia terdiam, ia ragu tapi ingin mencoba menggenggam lengan itu, hingga tatapnya bertemu dengan Jeno lebih dulu seolah bertanya. Lantas Jeno mengangguk memperbolehkannya. Tangan Renjun terangkat begitupun tangan Jeno. Renjun menatap takjub melihat telapak tangan Jeno yang semakin bersinar terang. Bahkan kini kulitnya sedikit demi sedikit berubah transparan yang benar-benar hanya diselimuti cahaya.

Jemari keduanya perlahan menyatu. Lalu semakin lama Jeno benar-benar menggenggam tangannya. "Kau takut?" tanya Jeno yang sedari tadi tidak melepas pandang dari Renjun. Si manis menggeleng.

"Ini sangat indah ..." jawabnya, yang mana membuat Jeno tersenyum.

Tersadar akan sesuatu, Jeno mengalihkan pandangnya, memperhatikan tempat di mana kini mereka berada. Ia sama sekali tidak melihat gubuk tempat ia, dan kawannya beristirahat. Semuanya nampak sama, hanya saja kawan-kawannya menghilang dari sana. Kini tinggal ia, dan Renjun yang tersisa di tempat itu.

"Renjun, kita terpisah dengan yang lain"

Renjun lantas memandang sekitarnya. Tempat itu masih sama, tapi kawan-kawannya menghilang entah kemana. "Jeno apa yang terjadi?" tanya Renjun panik.

Jeno, dan Renjun lantas segera berdiri. "Argh, sial! Sihirnya memanipulasi tempat ini" ucap Jeno.

"Kita tidak akan bisa melihat yang lain, begitu teman-teman kita yang lainnya juga tidak akan bisa melihat kita, meski berada di tempat yang sama" Lanjutnya.

Jeno lantas mencoba menggunakan sihirnya untuk melunturkan kekuatan yang menutupi ia, dan Renjun. Ia berlutut dengan sebelah kakinya, kemudian melayangkan kepalan tangannya ke tanah. Seketika gelombang udara yang cukup besar, disertai kilat cahaya menerpa tempat itu.

Pepohonan bergerak, bak diterpa badai, begitupun rumput-rumput yang bergerak gemulai akibat tiupan angin yang tercipta karena kekuatan Jeno. Sayangnya meski begitu, ia tidak berhasil melunturkan kekuatan makhluk itu.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 23, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Witch's LoverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang