🔪 • 1 | The Boy

85 22 3
                                    

Hohoho, akhirnya aku re-pub tapi alurnya aku bikin dikit berbeda, ya.

.

LISA terengah-engah sudah berlari sejauh mungkin, tapi lelaki misterius memakai masker, topi, dari pakaian atas sampai bawah serba hitam itu tetap nekat mengejarnya. Kebetulan jalanan yang dilewatinya sepi. Jauh dari jalan raya. Karena hari itu tengah malam. Lampu-lampu jalan dimatikan. Hanya ada beberapa bantuan cahaya, dari bulan, dan bangunan-bangunan. Namun remang-remang.

Akhirnya sampai di jalan raya. Kendaraan berlalu lalang. Gadis itu ingin menghentikan salah satu pengendara mobil, tapi lelaki serba hitam tadi mengejarnya nyaris mendekat. Mobil yang dihentikannya pun justru menyalakan klakson keras-keras. Lisa menyingkir, tidak ingin mati konyol. Kepalanya menoleh bergantian ke belakang gelisah setengah mampus.

Tidak ada waktu lagi.

Lelaki misterius di belakangnya semakin dekat. Akhirnya gadis itu nekat berlari sekencang mungkin menyebrangi jalan. Tidak peduli dengan klakson-klakson kendaraan memakinya. Lelaki di belakangnya pun juga melakukan hal sama. Keduanya sama-sama selamat. Tapi tidak dengan suasana hati si gadis. Gundah gulana.

Lisa ketakutan karena tidak mendapatkan pertolongan. Padahal sudah susah payah berteriak sambil berlarian sekencang-kencangnya tetap tidak ada tanda-tanda kehidupan. Dia memasuki sebuah gudang dekat basement. Membuka pintu paksa. Tanpa sadar, di dalam ternyata juga ada seseorang yang dia kenal. Tatapan keduanya lalu bertemu sampai Lisa kelupaan mengunci pintu.

"Lisa?"

"Rachel-arrrghh!!!"

"Aaarrrghhhh!!!"

Yang dipanggil Rachel tak kalah histeris teriakannya, bercampur dengan rasa terkejut saat persis di depan matanya, Lisa, teman sekelasnya ditindih seorang lelaki misterius serba hitam dari belakang. Lelaki itu membekap mulut Lisa dan mengunci kedua tangannya dengan kedua lutut tanpa memberi ampun.

Rachel di sebelah mereka menutup mulutnya. Kedua matanya membulat sempurna. Tubuhnya gemetar saat tatapannya bertemu dengan tatapan orang yang membekap Lisa itu. Orang itu ternyata membawa pisau.

Dia mengarahkan pisau itu ke arah Rachel. Mengancamnya melalui isyarat, seperti mengatakan, "Kalo lo nggak bisa diem, lo yang selanjutnya."

Rachel menyerah mendengar kalimat mengerikan itu. Kedua tangannya yang gemetar hebat diangkat di atas kepala sambil memejamkan mata. Ketangkap basah hendak menghubungi polisi. Darah memuncrati wajah Rachel persis setelah gadis yang dia kenal dibunuh tepat di depan mata.

•••

Artikel berita yang dibacanya tidak kalah berbeda dengan berita-berita yang muncul di berbagai media. Berita dari lima bulan lalu kembali diperbincangkan orang-orang. Lima bulan lalu. Tepat saat itu Rachel mengikat tali sepatu sambil bersembunyi di basement karena melarikan diri dari orang gila yang terkenal ingin memiliki seorang anak. Melihat siapapun yang mirip anak-anak, orang gila itu akan mengejar untuk dipeluk-peluk sambil tak berhenti menampakkan giginya yang ompong dua.

Tak disangka-sangka, persembunyiannya bukannya diketahui orang gila, atau orang normal mana saja, justru persembunyiannya diketahui oleh dua orang yang seharusnya tidak dia temui. Seharusnya Rachel tidak membiarkan hal itu terjadi. Hal yang membuatnya trauma sampai kini. Dan dia pendam sendiri.

Rachel terlalu takut untuk buka mulut sedikit saja menyinggung berita itu. Padahal dirinya adalah salah satu murid yang paling aktif bergosip dan ngerumpi.

Gadis itu merahasiakannya. Karena, kalau dia bercerita, rasanya seperti diawasi.

Sebuah telapak tangan mungil digerak-gerakan di depan wajah, membuat Rachel tersadar dari lamunan. Gadis itu tersenyum melihat raut lucu sahabatnya. Sahabatnya itu sederhana. Walaupun tunawicara, Rachel menerima apa adanya. Rachel bukan tipikal gadis yang suka pilih-pilih teman.

Criminal Midnight Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang