2. Berubah jadi binatang buas? Lo kira dia Power Ranger?

102 6 0
                                    

Minggu ke 9 kelas 10.

Sudah satu bulan setengah sejak insiden dengan Vero, tapi rumor tentang Melody naksir dengan Vero masih panas dibicarakan oleh murid-murid di sekolahnya.

Gue siramin air mendidih aja kali, ya. Biar jadi berita panas beneran, pikir Melody asal.

Melody sedang sibuk dengan formulir pendaftaran keanggotaan OSIS-nya. Dia memang sudah berniat memasuki organisasi tersebut. Di SMP-nya dulu, dia tidak mendaftar menjadi pengurus OSIS karena dia terlalu sibuk dengan lomba-lombanya di bidang Bahasa Inggris. Pengetahuan umum, lah, kalau Melody sangat fasih berbicara dengan bahasa tersebut. Kadang, dia sampai merasa layaknya kamus berjalan. Dikit-dikit ditanya ini, dikit-dikit ditanya itu. Kalau pelajaran Bahasa Inggris, pasti langsung ramai "Mel, ini apa?" "Gimana caranya?" "Ajarin. Gue gak mudeng" dan lain-lain. Belum puas di bombardir di sekolah saat ada pelajaran dan dicontek saat ada pr ataupun tugas, social medianya pun terkadang nyaris mengalahi ketenaran google translate atau aplikasi translator lainnya. Sedih, memang.

"MELODY SAYANG KAMU KOK DIEM AJA SIH DIAJAK NGOMONG?" teriak Tari tepat di telinga Melody.

"Anjir, sialan lo. Gue lagi merenung gini lo teriakin. Untung gue gak budek. Kalau budek lo mau ngedonorin telinga lo buat gue?" protesnya.

"Gue baru tau kalau telinga bisa di donor. Serem, ih." Timpal Reno. Sangat tidak penting dan tentunya patut dihadiahi dengan cubitan di pinggang. "Kampret! Sakit, Ta. Eh, geli doang sih. Eh, enggak deng. Dua-duanya."

"Lo sehat kan, No?" tanya Kalista dengan nada mengejek.

"Iya, aku sehat kok, Kal. Ciee, kamu jadi perhatian gitu ke aku." Canda Reno.

"Ih, menggelikan banget sih bercanda lo, No. Pantesan lo gak laku-laku. Tampang udah bagus tapi selera humornya semenyedihkan itu." Balas Kalista sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Ohhh, jadi lo ngaku kalo gue ganteng?"

Begitu mendengar balasan Reno, Melody langsung menjitak teman lelakinya itu. Dasar, ya. Mau diapain juga responnya pasti selalu senada dengan kepedean dan ketidakjelasannya. Kadang Melody juga bingung kenapa dia sampai mau berteman dengan makhluk sejenis Reno. Heran, banget malah.

***

Saat istirahat hari itu, Vero sengaja duduk di bangku taman yang terletak di depan kelas X-1. Iseng aja, sih. Makin hari makin hobi dia mengganggu Melody. Bukan karena dia suka dengan cewek itu atau semacamnya, tapi hanya karena rata-rata cewek yang melihatnya pasti langsung pasang fake attitude untuk menarik perhatiannya. Beda dengan Melody yang malah berubah menjadi hewan buas yang siap mencabik-cabik targetnya begitu matanya sampai kepada sosok Julian Rivero.

"Eh, lo pada ngerasa gak sih Melody kalo ngeliat gue langsung berubah jadi binatang buas gitu. Serem gue kalo liat kadang. Matanya jadi garang gitu. Hih." Celetuknya.

"Apaan sih, Ver. Lo kira dia power ranger? Pake acara berubah jadi binatang buas." Jawab Rei.

"Bukan power ranger kali, Reihan sayang. Manusia serigala setau gue." Balas Ardi.

"Lo berdua tuh, ya. Ati-ati lo pura-pura homo jadi homo beneran aja tau rasa." Decak Vero.

"Gapapa kok, Ver. Gue ikhlas jadi homo asal homonya sama Reihan tercinta."

"Iya, gue setuju sama Ardi, Ver."

Satu jitakan mendarat di jidat Ardi. Satu jitakan mendarat di jidat Rei. Setelah itu Vero langsung kabur menjauhi kedua temannya yang, errr, sudah didiagnosis sakit jiwa fase satu mungkin. Daripada deket-deket mereka dia jadi ikutan homo, lebih baik dia masuk ke kelas X-1. Biasa, lah. Gangguin Melody.

Saat memasuki ruangan, dilihatnya Melody sedang asik berbincang dengan ketiga temannya. Dua cewek dan satu cowok. Seingat Vero, yang cowok itu namanya Renoaldi. Tapi dia mau menyapa anak itu juga bingung, panggilannya itu Reno atau Aldi? Udah ah, daripada ceming, lebih baik nyapa Melody langsung saja.

"Melody!" sapanya dengan antusiasme palsu.

"Ngapain lagi sih lo kesini?" bentak Melody.

Sesuai dugaan, Melody berubah menjadi binatang buas. Dan untuk yang masih terkecoh dengan ucapan Rei, bukan kok. Bukan power ranger. Lebih mirip itu loh, prajurit siliwangi dan sebangsanya.

"Lo keturunan mana? Ada darah Prabu Siliwanginya, nggak?" tanyanya tanpa menghiraukan pertanyaan penuh amarah cewek di depannya.

"Kalo iya kenapa dan kalo enggak kenapa?" tantang Melody.

"Enggak apa-apa, sih. Gue ngerasa aja gitu. Lo tuh kayak bisa berubah jadi binatang buas. Atau lo itu jangan-jangan keturunan werewolf lagi?" jawab Vero asal.

"Sialan lo, ah. Kurang kerjaan banget sih. Gangguin orang lain sana. Gue sibuk ya." Kata Melody.

Vero tidak beranjak dari tempatnya tapi akhirnya memilih untuk diam. Dilihatnya cewek itu menuliskan sesuatu di atas secarik kertas di mejanya. Vero yang penasaran mencondongkan tubuhnya kearah meja Melody untuk melihat lebih jelas.

"Lo daftar OSIS?" tanya Vero.

"Iya."

"Jutek amat."

"Mulut gue ini."

"Yaudah aku ke kelas deh ya, kamu jangan kangen. Nanti pulang sekolah kita pulang bareng, deh." Kata Vero jahil.

"Najis."

Cowok dengan seragam putih abu-abu (yang sangat berantakkan) itu beranjak meninggalkan kelas X-1 dengan senyuman sumringah.

Akhirnya nemu yang bisa digangguin juga, pikirnya.

***

Bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Kalau didengarkan baik-baik pasti dapat terdengar suara helaan napas lega segerombolan murid SMA. Melody, Tari, dan Kalista langsung menuju ke ruang OSIS untuk mengumpulkan formulir sehabis kelas bubar. Mereka bertiga memang sudah janjian akan mendaftar OSIS.

Melody dengan gugup mengecek ulang formulir miliknya sebelum dikumpulkan. Dia tidak mau mempermalukan diri sendiri di depan kakak-kakak OSIS. Serem. Lebih baik paranoid daripada malu, kan?

"Udahlah, Mel... gue tadi baca punya lo, kok. Bagus, deh. Beneran. Punya gue biasa, punya Kalista juga biasa. Tadi gue sekilas baca punyanya Angga, gak jelas sumpah. Lo gak akan malu, deh... santai aja." Kata Tari yang dari tadi berusaha menenangkan temannya itu.

"Tau, Mel. Punya gue kan asal. Tapi sumpah, Visi dan Misinya si Angga kaco banget. Kalo gasalah ada kata-kata 'Memakmurkan OSIS dengan kemampuan saya masak air'. Gila pas pra-LDK abis itu anak." Decak Kalista.

"Anjir, demi?"

"Iya, gue baca sendiri, Mel." Jawab Tari.

"Yaudah, deh. Gue udahan ngeceknya."

Setelah mengumpulkan formulir, tiga remaja tersebut keluar gerbang sekolah. Melody dari tadi sudah lapar, begitu dia melihat gerobak somay Mas Tatang, dia langsung sprint. Kurang paham juga bagaimana rok sepannya tidak robek. Tari dan Kalista sudah curiga sih, itu rok pasti ada jampe-jampenya.

"MAS TATANG AKU MAU SATU PORSI KAYAK BIASA. DI STEROFOAM. TAPI BUMBUNYA DIPLASTIKIN JANGAN DIGABUNG." Teriak Melody yang tengah berlari.

Tari dan Kalista sampai belakangan di gerobak somay langganan mereka itu. Tari langsung berdecak pelan melihat Melody yang mulai pecicilan. Memang, Melody kalau sudah lapar, bisa jadi ganas.

"Mel, mesra amat sama Mas Tatang aja pake aku-kamu gitu. Tadi Vero ngomong aku-kamu dijutekkin." Ledek Kalista.

"Kampret. Gue lagi baper dan laper. BL2aper, tuh. Ati-ati." Ancam Melody seraya berusaha terlihat menyeramkan.

"Gak ngaruh tau, lo itu tampang mukan..... ANJIR ITU VERO KAN? DIA JALAN KESINI MEL."

Letters You'll Never ReadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang