▪︎ Happy reading
▪︎ Kalo suka like, komen sama share, ya.~~~
Suara detak jarum jam seakan bisa menembus telinga Glen yang tengah meremas kepala di depan berkas berserakan. Sudah hampir lima jam dia duduk sambil membaca setiap berkas yang berhubungan dengan kasus lima tahun lalu itu. Jaket kulit disampirkan di sofa, lengan kaus dilipat hingga ke siku, rambut acak-acakan, dan wajah kusam menjadi saksi biksu bahwa dia belum beranjak dari tempat itu sekali pun.
Bagas dan salah satu teman Glen di kepolisian juga membantu pria itu menemukan informasi apa pun yang berkaitan dengan pelaku sebenarnya. Bahkan, Glen harus membuka luka lama saat membaca kasus yang milabatkan mendiang adiknya. Semua mereka lakukan agar bisa segera membebaskan Veni. Mereka belum mendapat petunjuk baru hingga waktu yang diberikan oleh orang itu semakin dekat.
"Kita nggak bisa cuma baca berkas gini aja, Glen. Gue bakal minta bantuan dari kantor tanpa mereka tahu. Gimana?" tawar Mukti, teman Glen di kepolisian.
"Gila, lo! Enggak. Gue nggak bakal minta bantuan sama polisi. Lo tau sendiri apa yang udah terjadi sama gue. Sekarang, gue nggak mau itu terjadi lagi sama Veni. Gimana pun caranya, gue bakal bebasin dia dengan selamat."
Glen berdiri sambil memegang berkas lalu melemparkan kertas-kertas itu ke meja. Setelah menghela napas berat, dia pergi ke kamar mandi. Di sana, Glen berdiri di depan cermin yang berada di atas wastafel. Pria itu memandangi pantulan dirinya yang terlihat sangat menyedihkan dengan lingkaran hitam di bawah mata. Sementara itu, dua pria lainnya yang berada di ruang tengah melanjutkan membaca berkas-berkas.
Setelah membasuh muka dengan air, Glen keluar dari kamar mandi. Dia bergabung kembali bersama dua orang yang ikut membantunya.
"Gue rasa kasus ini masih ada hubungannya sama Beni Arman."
Glen seketika membuka mata lebar dan mulai bersemangat lagi.
"Maksud lo gimana, Gas?"
"Coba lo baca lagi berkas-berkas yang ada. Kasusnya nggak jauh-jauh dari pembakaran gudang, kecelakaan kerja, bunuh diri. Persis sama terjadi dengan bokap gue dan juga bokapnya Alesha. Kasus adek lo juga sama, kan?"
Glen segera membaca kembali berkas-berkas di hadapannya itu. Dia mulai menggaris bawahi setiap kata atau kalimat yang berhubungan dengan pembakaran, kecelakaan kerja, dan bunuh diri. Pria yang menyugar rambut basahnya itu tersenyum setelah mendapatkan secercah harapan.
"Kalo gitu kita harus temuin Reza."
"Lo yakin nggak apa-apa?" tanya Bagas ragu.
"Kita harus lakuin segala cara buat nyelametin Veni, Gas. Mau nggak mau kita harus libatkan Reza. Kalo memang benar Beni dalang di balik semua kasus itu, Reza orang pertama yang harus tau. Gimana pun juga dia yang udah bingkar kejahatan ayahnya sendiri."
Bagas menghela napas. "Oke. Gue bakal hubungin Reza. Pagi nanti kita ke sana. Sekarang mending lo istirahat dulu isi tenaga."
Glen hendak membantah, tetapi Mukti menahan pundaknya sambil menggeleng. Akhirnya, pria itu pasrah dan merebahkan diri di sofa sambil menunggu pagi.
Pagi harinya, Bagas membantu Alesha menyiapkan sarapan. Sementara itu, Glen tertidur di sofa. Mukti membereskan berkas-berkas di meja lalu bersiap kembali ke kantor.
KAMU SEDANG MEMBACA
Barista Ganteng Idaman Hati [TAMAT]
RomantikVeni, mahasiswa baru Jurusan Bisnis mengambil pekerjaan paruh waktu di sebuah kafe demi mendekati Glen, pemilik sekaligus barista di kafe tersebut. Wanita dua puluh tahun itu melakukan segala cara untuk menggaet hati sang gebetan. Mulai dari dandan...