"Kenapa, sih aku yang di suruh memindahkan ini ke dalam gudang? Kan, bisa mahasiswa lain malah aku," gerutu seorang mahasiswa sambil berjalan menyusuri lorong yang menuntunnya ke gudang kampus di lantai tiga.
Sesampainya ia membuka pintu gudang lantas masuk seraya menyimpan sebuah kotak di atas tumpukan kardus yang entah apa isinya.
Tiba-tiba sesuatu menetes di atas kepalanya. Merasa risih akan itu ia pun mengadahkan kepalanya ke atas, tetapi betapa terkejutnya ia mendapati seorang mahasiswi yang tengah gantung diri tepat di depan matanya.
Mahasiswa tersebut berteriak lantas berlari meninggalkan gudang.
***
"Apa kau sudah mendengar beritanya?" tanya seorang cewek yang sedang mengaduk-aduk minumannya.
"Tentang apa?" tanya balik seorang cowok yang dengan lahap memakan nasi uduknya.
"Di gudang ada mahasiswi yang bunuh diri dengan cara gantung diri," jawabnya yang membuat cowok itu tersedak dan hampir memuntahkan makanannya.
"Aku lagi makan, Nia," ucap cowok tersebut seraya menenguk air putihnya.
"Kalian bahas apa?" Seseorang bertanya diikuti teman-temannya berdiri di belakangnya.
"Kalian, silakan duduk kita lagi bahas insiden di gudang," ujar Nia sambil menggeser tubuhnya agar teman-temannya kebagian tempat duduk.
"Owalah, gadis yang bunuh diri itu," timpal Neska.
"Tapi, ada yang janggal dengan insiden ini," ujar Willy seraya berpikir kejanggalan tersebut.
"Kenapa?" tanya Tristan, cowok yang tengah makan nasi uduknya.
"Aneh saja karena gak mungkin gadis itu bunuh diri karena bukankah dia seorang mahasiswi yang kerap kali membulli mahasiswa-mahasiswa lainnya. Jadi, tidak ada alasan bagi dia melakukan hal seperti ini," jelas Willy.
"Bukan hal mungkin kalau ada yang mengancamnya atau bisa saja dia punya masalah yang mengharuskannya mengakhiri hidupnya."
Semua mata tertuju kepada cowok berkacamata dengan buku kesayangannya yang selalu di bawanya ke mana-mana.
"Benar apa yang dikatakan oleh Nale. Alasan ini bisa aja menjadi alasannya melakukannya apalagi kasus seperti ini," ucap Rendra yang membenarkan pendapat Nale, cowok berkacamata.
"Aku juga setuju." Vio pun dan yang lainnya pun ikut menyetujuinya.
"Kalau kalian berpendapat seperti itu dan kasus ini sudah sering terjadi akhir-akhir ini maka aku putuskan kita selidiki kejanggalan kasus-kasus ini, bagaimana kalian mau?" Willy membulatkan tekad untuk mengulik kasus pembunuhan yang terjadi di kampusnya sembari mengajak teman-temannya.
"Baiklah, sepertinya ini akan menjadi seru seperti ala-ala detektif di flm-flm," ucap Vio tampak bersemangat sekali.
Di saat yang lainnya merencanakan persiapan ke depannya seseorang tengah menyunggikan senyuman misterius di antara mereka sambil bergumam sesuatu.
"Menarik."
Vio merasa mendengar sesuatu lantas berbalik dan mendapati Nale di sampingnya tengah serius mengutarakan rencananya juga bersama lainnya.
Sadar dirinya tengah diperhatikan, Nale lantas melirik Vio. "Kenapa?"
"Ah, tidak. Aku hanya memikirkan rencana untuk penyelidikan kasus ini," sangkal Vio.
"Yaudah, sini utarakan pendapatmu," ucap Nale lalu Vio mengangguk paham pun menjelaskan rencananya.
"Apa itu tadi? Apa perasaanku saja?" pikir Vio.
Lagi-lagi ia mendengarnya samar-samar, tetapi kali ini ia tidak tahu siapa yang berbicara.
"Tristan, Nale, kalian mendengar sesuatu?" tanya Vio yang penasaran apa kedua teman-temannya mendengar suara asing.
"Tidak," jawab mereka secara bersamaan.
"Begitu, ya."
"Mungkin kamu kelelahan karena seminggu ini banyak projek tugas dari dosen," ucap Rendra yang khawatir Vio kenapa-kenapa.
"Kamu sakit?" tanya Nia yang juga khawatir. Tampak dari raut wajah Vio yang pucat membuat keenam temannya khawatir.
"Mungkin, tapi aku baik-baik saja. Yaudah, makan sedikit mungkin membuatku sedikit membaik," kata Vio sambil bangkit dari duduknya lantas berjalan ke salah satu stan tempat makan di kantinnya ditemani oleh Rendra. Sedangkan, mereka berlima melanjutkan pembicaraan yang sempat tertunda.
"Jadi, bagaimana?" tanya Willy setelah mereka membahas persiapan rencana penyelidikan tersebut.
"Masih pake nanya lagi. Tentu saja, kita kumpul uang dan beli semua perlengkapan pemburuan minggu depan," jawab Nia yang tampak antusias.
"Oke, kita mulai hari ini saja mengumpulkan uang dan melanjutkan pembahasan di markas sepulang kuliah," ujar Willy dan teman-temanya mengangguk setuju.
"Gimana keputusan akhir?" tanya Rendra yang baru datang bersama Vio sambil membawa mapan makanan.
Willy pun menjelaskan hasil obrolan mereka tadi. Tampak Rendra dan Vio pun setuju dengan rencana kali ini.
"Ingat setelah sepulang kuliah di markas biasanya jangan telat, kalau ada kendala katakan saja," jelas Willy.
"Siap, ketua."
"Kenapa manggil aku ketua, sih?" sewot Willy yang tidak terima dipanggil ketua oleh mereka.
"Karena kamu yang cocok menjadi ketuanya," jawab Tristan dengan enteng.
Teman-temannya yang lainnya pun juga ikut setuju jika Willy yang menjadi ketua dalam penyelidikan ini.
"Dasar kalian." Tampak Willy hanya bisa pasrah dan menerimanya secara paksa dan mereka pun menikmati waktu istirahat dengan bercanda tawa sebelum mata kuliah selanjutnya.
Hello, balik lagi dengan cerita satu ini. Bab ini dan seterusnya merupakan flashback saja sebelum tragedi dimulai seperti apa yang
terjadi di bab prolog sebelumnya.Terima kasih sudah mampir baca dan jangan lupa vote, komen, serta share untuk meramaikan cerita ini.
See you...
KAMU SEDANG MEMBACA
psychopath Mask
Mystery / ThrillerMisteri yang terjadi di kampus membuat semua orang ketakutan kala setiap mayat mahasiswa ataupun mahasiswi ditemukan dalam keadaan mengenaskan. Tidak ada seorang pun yang tahu siapa pelaku tersebut. Kabar yang beredar pelaku kerap memakai topeng set...