"Aku masih ada di sini, masih bersama dengan luka dan sepi."
---🌹🌹🌹---
Angin malam berhembus kencang. Kakinya yang tergantung ia hiraukan, surai yang teracak karena angin ia hiraukan, dingin yang menusuk tubuh pun dirinya hiraukan. Netranya tertutup oleh kelopak, mulutnya terlihat bergumam lirih.
"Huh...." Nafas ia hembuskan begitu lirih, dirinya menyiapkan hati. Bersiap untuk terjun ke bawah sana.
"Sial," umpatnya. Batinnya terkekeh geli, ia lalu bangkit dari duduknya yang berada di pinggir atap gedung. Kedua tungkainya berdiri tepat di atas pagar pembatas.
Gemerlap kota tak menyurutkan niatnya. Hatinya yang sudah hancur sudah memantapkan pikirannya. Setetes air bening mengalir dari kelopak netra yang masih tertutup, mulutnya terasa kelu, tenggorokannya tercekat.
"Aku menyerah!" Dirinya berseru dengan lantang. Ia berseru begitu lantangnya kepada dunia, dunia yang seakan mendengarnya pun menghembuskan anginnya.
Setelahnya, tubuhnya terasa melayang kala ia melangkahkan tungkainya maju ke arah depan. Angin malam menusuk seluruh tubuhnya, gelapnya langit malam yang menjadi hal terakhir dirinya lihat.
Dentuman keras terdengar begitu jelas saat tubuh ringkih itu menghantam atap mobil begitu keras sampai menimbulkan kerusakan parah. Jerit tak tertahan dari orang-orang pun ikut mengalun. Sebagian merasa kasihan, sebagian merasa meremehkan.
Malam itu, Zello Leondra telah menghilang bersama luka dan beban di pundak dan hatinya. Kisahnya di dunia tersebut telah berakhir, hanya menyisakan seonggok kisah pedih dan perih.
—✿Figuran Zello✿—
Ketukan jam mengalun. Setiap detiknya selalu berganti, ia sang penghitung waktu yang selalu tergantung begitu apik di dinding putih ruang inap itu. Entah sudah berapa lama ia menghitung waktu agar sosok yang terbaring di atas ranjang pesakitan membuka kelopak netranya.Bau khas obat-obatan tercium begitu kental, sepi yang memuakkan kecuali ketukan jam begitu terasa. Sosok itu mengkerutkan keningnya ketika merasa sakit yang begitu mendera berpusat kuat di kepalanya.
Pendengarannya berdengung sesaat. Saat ia membuka kelopak, pandangannya memburam, setelah membaik hanya ada langit-langit putih di atasnya. Tangan kirinya terasa kebas, dirinya juga merasakan sesuatu yang melilit kepalanya. Menghiraukan itu ia bersusah payah untuk berganti posisi menjadi duduk.
Setelah duduk hampir sempurna, dirinya menoleh ke kanan kiri. Tidak ada siapa-siapa. Dirinya memaklumi, tapi ada perasaan lain di ulu hatinya.
"Tuan... Muda?" Suara bariton terdengar dari ambang pintu. Ia mengernyit, merasa tidak mengenali sosok berjas hitam yang memanggil dirinya "tuan muda" tadi.
"Saya akan memanggilkan dokter."
Dirinya tidak menanggapi tungkasan dari sosok berjas hitam tadi, ia duduk merenung atas apa yang menimpanya. Tak lama kemudian sesosok yang dirinya yakini sebagai dokter dan perawat datang dan melakukan pemeriksaan terhadap dirinya. Setelahnya dokter itu berdiri di sampingnya dan menjelaskan keadaannya.
"Tuan muda mengalami amnesia sementara karena benturan keras di bagian kepala," jelas dokter tersebut, lalu penjelasan itu berlanjut. Setelah selesai, sosok berjas hitam mengucapkan terimakasih. Dokter dan perawat tadi pergi setelah mengangguk sebagai balasan.
"Silahkan." Sang pria berjas hitam menyodorkan segelas air putih. Sosok remaja yang terduduk setengah berbaring langsung mengambilnya, menenggak pelan air minum.
"Tuan muda, silahkan bertanya jika ada yang ingin di tanyakan." Remaja itu mengangguk atas ujaran si pria berjas hitam, ia lalu meletakkan gelas tadi di nakas sebelahnya dan mulai bertanya.
"Siapa kau?"
"Saya adalah Samuel, saya adalah orang yang ditugaskan untuk mendampingi anda," Samuel menjawab, ia berdiri tegak dengan wajah datar.
"Siapa aku?"
"Anda adalah Zello dan Vincent, bungsu dari keluarga da Vincent. Putra ketiga dari Federick da Vincent, dan adik dari Alexius dan Reynald dan Vincent."
Dirinya mengulum bibir, menghentikan umpatan yang akan mencelos keluar dari celah bibir atas dan bibir bawahnya.
"Kalau... Kalau begitu berapa umurku...?"
"Anda berumur empat belas tahun, hampir lima belas tahun ini," jawab Samuel dengan lugasnya.
"Hm, begitu...." Dirinya menunduk, ia masih mencerna semua informasi yang baru saja di terima oleh dirinya. Samuel yang peka pun berbicara;
"Tuan muda, saya akan berada di pintu depan," pamitnya sambil menundukkan sedikit kepalanya. Dirinya mengangguk atas pamit dari Samuel, setelah Samuel keluar dirinya berniat untuk pergi ke kamar.
Ia perlahan turun dari brankar dan melangkah, walaupun terkesan lambat. Tiang infus ia tarik bersamanya. Nyeri di kepalanya mereda, tapi masih sedikit berdenyut ketika dirinya menerima beberapa ingatan asing.
Setelah berada di dalam kamar mandi, dirinya langsung menuju ke cermin, berharap skenario yang ada di kepalanya menghilang tergantikan oleh kelegaan. Tapi, harapan itu langsung pupus seketika disaat netranya melihat sesosok asing di dalam cermin.
Itu bukan wajahnya. Netranya tidak kuning, surai nya tidak pirang pucat. Rahangnya tidak selembut ini, kulitnya tidak seputih ini, tingginya tidak setinggi ini. Tangan kanannya meraba seluruh wajah, ia mencubit pipinya.
'Sakit.'
Skenario buruk yang ada di kepalanya tergambarkan sekarang. Saat ini dirinya sangat yakin, dirinya telah memasuki karakter figuran dalam sebuah novel.
Novel 'Everyting for you' adalah novel bergenre romantis. Novel itu memiliki satu tokoh utama perempuan dan dua tokoh utama laki-laki. Novel yang dibacanya tanpa sengaja itu ia masuki.
Zello da Vincent sendiri adalah karakter figuran yang hanya beberapa kali di sebut dalam novel. Ia di sebut sebagai anak yang diabaikan karena sang nyonya Clarissa, sang ibu kandungnya telah tewas saat melahirkannya.
Tapi walaupun begitu, beberapa keluarga lainnya memperhatikannya kecuali sang ayah dan sang kakak. Mereka tidak peduli bahkan acuh karena lebih memilih untuk menyembuhkan luka diri mereka karena kehilangan Clarissa.
Dan Zello da Vincent lompat dari atas gedung dan tewas dalam pertengahan cerita.
—✿✿✿—
Setelah keluar kamar mandi dirinya duduk termenung di ranjang brankar dengan perasaan dongkol. Dahinya mengkerut kesal, bibirnya mencebik. Setelah beberapa saat berpikir, dirinya akhirnya membatin.
'Ini gue transmigrasi?'
Hela nafas kasar ia hembuskan. Tangan kirinya terasa begitu kebas, sakit di kepalanya pun terasa mendera lagi. Sepi di ruang inap rumah sakit itu membuatnya muak.
"Sial banget sih hidup gue."
Zello Leondra dan Zello da Vincent. Memiliki nama panggilan yang sama dan akhir hidup yang sama tapi dengan ending yang berbeda. Dirinya ingin protes tentang hidupnya, tapi kepada siapa?
Kepada takdir yang tak berbentuk itu?
Atau kepada dunia yang sedang dirinya pijak dengan kedua kakinya itu?
Benar-benar memuakkan.
✿✿✿Bersambung....
Salam hangat bagi new reader! ✧◝(⁰▿⁰)◜✧
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Zello [Ongoing]
FanfictionIa Zello, yang menyimpan banyak luka dengan senyum palsunya. Kala ia mengharapkan kematian yang datang untuk merengkuh dirinya Zello malah mendapati dirinya bertransmigrasi serta menjadi seorang tokoh figuran yang akan berakhir menjadi mayat. Lalu a...