Bahasa Kasih A

2 1 0
                                    

Sekarang aku mengerti banyak hal tentangnya. Tentang kenapa bertahun-tahun hubungan kami cuma menggantung. Kenapa ia tidak pernah punya nyali untuk maju. Aku mengerti tentang perasaannya yang takut kehilangan, tapi juga takut dengan porsi yang lebih.

Sekarang, aku memahami takaran cinta darinya. Bumi, aku mengakui banyak salah dan egoisku. Ya ampun, ternyata ia benar soal itu. Aku begitu egois. Hanya memikirkan perasaanku. Aku mengerti ia menyayangiku sekaligus takut kehilanganku dalam satu kurun waktu.

Sekarang, aku mengerti bagaimana cara ia mencintaiku sekaligus menjaga jarak denganku. Aku mengerti ketakutannya. Sebab ia sudah sering ditinggalkan, bahkan ditinggal mati. Ia tahu tidak ada yang selamanya. Ia ingin hubungan kami cukup dan awet. Ia ingin berjalan secukupnya. Agar minim luka di antara kita. Ia tidak ingin menyakitiku. Dan selama ini, bumi, yang paling  menyakitiku ialah harapan egoisku sendiri. Sedikit pun ia tidak pernah berniat menyakitiku. Bahkan sebisa mungkin ia menjagaku dari luka. Ia meminimalisir luka yang justru kontra dengan pradugaku selama ini.

Betapa hangat caranya menyayangiku. Andai mataku tidak hanya tertutup oleh satu ego. Andai aku juga merasa cukup sebagaimana ia. Andai aku tidak ngotot dengan keinginanku. Mungkin semua bisa berjalan sesuai rencananya.

Ia menyadari tidak ada yang selamanya. Itu mengapa ia begitu menjaga persahabatan kami. Ia begitu menghargai waktu yang ia lewatkan denganku.

Ia tidak ingin porsi lebih itu menghancurkan persahabatan kami seperti yang telah terjadi sekarang. Ia ingin hubungan kami terjalin cukup, tapi awet dan terpelihara dengan baik. Ia tidak ingin kejadian di masa lalunya itu terulang.

Bumi, betapa aku banyak salah dalam menerka bahasa cintanya.

Selama ini aku menganggapnya sebagai tokoh antagonis, padahal aku sendiri yang merubahnya seperti itu.
Selama ini ia menjaga supaya hubungan kami  tidak selesai dengan berantakan. Tetapi justru aku yang mengacaukan usaha yang dia rancang dan justru berprasangka kejam akan bahasa kasihnya. Ya ampun, bumi, betapa banyak salahku padanya. Mengapa butuh waktu lama untuk aku mengerti dan menyadari.

Bumi, masihkah ada kesempatan memperbaiki di depan sana?

Purwodadi, apakah ia terjaga dengan baik?

Tolong jaga lengkung tawanya. Jika ia terluka, cepat-cepat antarkan penawarnya, ya! :)

***
Jum'at, 24/11/23
16.51

(GANIA20)

Terbiasa-Bi(n)asaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang