Sebenarnya selain kedua orang tuaku, nenek dan adik, kau adalah rumah yang aku inginkan setelah aku lelah berjuang.
Kau adalah pulang yang aku dambakan setelah kakiku lelah berjalan. Kau adalah tempat melepas lelah bagi jiwaku yang letih dan pasrah.
Sejak perpisahan itu rinduku tidak pernah selesai. Ada harapan yang masih bergumul menetap di hati. Ada kenangan yang terus menghidupkan denyut nadi.
Meski aku sudah tidak sekacau sebelumnya, namun acapkali aku masih tidak habis pikir tentangmu. Aku masih memunguti alasan-alasanmu tentang kenapa hubungan kita tidak pernah berhasil. Aku masih mencoba mencerna dan menerima alasan-alasanmu untuk menabahkan hatiku.
Aku terlalu jauh mengharapkanmu. Aku terlalu tinggi mendambakanmu. Bahkan ketika kini komunikasi kita mati aku masih berkawan akrab dengan ilusi.
Nyatanya, melupakanmu tidak pernah benar-benar aku inginkan. Segala perihal tentangmu tidak benar-benar aku tepiskan. Bahkan gebyar jenaka, syahdu nan menyenangkan saat bersamamu terus aku ingat untuk memberi makan perasaan yang kini papa, fakir nan kelaparan.
Aku seolah terpenjara oleh perasaanku sendiri. Terkadang terasa sakit, nyeri lagi menderita ketika mengingat waktu berjalan begitu cepatnya. Namun, tak jarang juga bahagia saat mengenang momen-momen bersama.
***
Selasa, 26/12/23
17.53(GANIA20)