5

63 11 0
                                    

"Sudah Bibi katakan, jangan pernah membahas tentang kecelakaan itu!"

Jeongin tertunduk, membiarkan rasa perih di pipi. Akibat dari kecerobohan yang ia lakukan.

"Maaf...."

Semua karena ulahnya, andaikan ia tidak membahas tentang seseorang di masa lalu Chanyeol. Maka Chanyeol tidak akan berada di ruang dingin ini lagi.

Nyonya Park menangis, segala emosi masuk ke dalam hatinya. Tubuhnya semakin kurus, dengan sorot mata yang meredup penuh ke khawatiran.

Dalam hidupnya ini, ia hanya memiliki Chanyeol sebagai putranya. Satu-satunya yang menjadi alasan kebahagian yang ia miliki.

Nyonya Park menyesal, andaikan waktu dapat diputar. Maka ia akan merelakan, melepaskan segala keegoisan. Mungkin semua tidak akan pernah terjadi.

Mungkin jika sedikit saja ia mengalah demi kebahagian Chanyeol, Dia pastilah masih ada di sini.

Nyonya Park menatap sendu pada Chanyeol yang terbaring tidak sadarkan diri.

"Maafkan Ibu, semua salah Ibu."

"Bibi...." Jeongin bersimpati.

"Maaf Jeongin, Bibi hilang kendali."

Nyonya Park mengelus lembut pipi memerah Jeongin.

"Kuatlah Bi, semua untuk Chanyeol." Hanya kalimat penghiburan yang dapat Jeongin katakan. Karena yang terjadi pada Chanyeol sungguh pelik untuk selesaikan.

Sebenarnya mudah saja, itupun jika kata 'Merelakan' menjadi kata dengan arti sederhana. Nyatanya kata tersebut sungguh sulit dilakukan, dan mungkin tidak dapat dilakukan.

***

Chanyeol membuka mata, tatapannya segera menjurus pada satu titik. Seorang gadis dengan gaun putih selutut, menjadi fokus mata Chanyeol.

"Kau sudah bangun?"
Suaranya terdengar lembut, wajah cantiknya menoleh untuk memberikan senyuman manis untuk Chanyeol nikmati.

Kali ini, Chanyeol dapat melihat wajah gadis yang selama ini menjadi mimpi-mimpinya.

"B?"

Gadis itu tertawa, lantas melangkah mendekati Chanyeol.

"Hai, Chanyeol!"

B ikut duduk di samping Chanyeol, menumpukkan lutut di rerumputan hijau, sementara atensinya berbinar menatap ke arah Chanyeol.

"Itu Kau?"

Bagaimana bisa gadis yang selama ini menjadi bayang-bayang dalam mimpinya, menjadi sosok si hantu pengganggu di dalam flat kecilnya.

"Iya, ini aku. Aku menarik kesadaranmu ke duniaku!" B menjawab, dengan senyuman yang tidak terlepas.

Chanyeol terpesona.

"Kau gadis yang aku impikan?"

Pertanyaan itu membuat senyum B menghilang di sekian detik.

"Bagaimana bisa, kau salah mengingat Chanyeol." Jawabnya dengan sorot mata bergetar.

"B...."

"Chanyeol, boleh aku memelukmu?"

"Huh?"

Tubuh ramping itu mendekati Chanyeol tanpa persetujuan, sebelum masuk dalam dekapan.

Chanyeol tertegun, ia merasa jantungnya berdegup lebih kencang. Walaupun saat ini ia yakin, jantungnya tidak dapat ia rasakan.

B mendekap tubuh Chanyeol dengan erat. Kedua tangan kecilnya melingkari tubuh Chanyeol.

"Aku selalu tahu, pelukanmu begitu hangat."

Chanyeol perlahan membalas pelukan B. Pelukan yang Chanyeol rasakan begitu familiar.

"Kenapa membawaku ke sini?"

"Bolehkah jika aku katakan aku rindu?"

Chanyeol tersenyum.

"Kau merindukanku?"

Kepala mungil B mengangguk.

"Di luar sana, aku tidak dapat memelukmu seperti ini Chanyeol. Tetapi, di sini aku bebas memelukmu."

Karena tubuh keduanya memiliki elemen yang berbeda, tidak akan mungkin untuk dapat bersatu di dunia nyata.

"Aku pikir, kau gadis yang selama ini aku impikan."

"Kenapa?"

"Tidak ada, hanya penasaran karena ia datang dalam mimpiku tanpa aku dapat melihat wajahnya."

Keduanya terdiam, masih dalam pelukan hangat.

"Mungkin karena kau melupakannya, sehingga dia tidak ingin memperlihatkan dirinya padamu."

"Emm... Mungkin."

Kembali hening, sampai akhirnya B melepaskan pelukannya.

Konyolnya Chanyeol merasa enggan melepaskan pelukan tersebut.

"Kau harus segera kembali."

Chanyeol merasa semakin enggan mendengar titah B, padanya. Hatinya merasa ingin tinggal, kehadiran B membuatnya nyaman.

"Tidak bisakah aku tinggal lebih lama?"

B menggelengkan kepala.

"Belum waktunya, mereka masih membutuhkanmu."

"Apa maksudmu?"

Siapa yang B maksudkan, mengapa Chanyeol semakin tidak mengerti.

"Kembalilah Chanyeol, berjanjilah padaku untuk hidup dengan baik."

Setelahnya sosok B menjadi kabur dalam pandangan, sebelum sepenuhnya menghilang digantikan dengan langit-langit berwarna putih. Lampu bersinar terang di atas, membuat Chanyeol mengeryit.

"Chanyeol, kau akhirnya sadar juga!"

Chanyeol mengeryitkan dahinya, mengenal suara akrab dalam pendengaran.

"Ibu?"

"Ibu di sini, Nak." Nyonya Park mendekat, meraih tangan besar Chanyeol. Memberikan elusan lembut.

"Apa yang terjadi padaku?"

Chanyeol yakin ia berada di rumah sakit sekarang ini. Apa ia pingsan lagi seperti sebelumnya, ketika ia mencoba mengingat apa yang telah terjadi dalam hidupnya.

"Kau sakit, dokter bilang kau tidak boleh terlalu banyak pikiran."

Chanyeol termenung sesaat, ia menatap sang ibu lekat.

"Ibu panggilan dokter dulu, kau perlu melakukan pengecekan."

Chanyeol menahan kepergian Nyonya Park.

"Ada apa?"

"Bolehkah aku bertanya sesuatu padamu?"

Nyonya Park merasakan tubuhnya sedikit bergetar ketakutan, apa Chanyeol sudah dapat mengingat kembali.

"K-katakan," pintanya dengan sedikit tergagap.

Chanyeol merasa lidahnya kelu, entah mengapa nama itu begitu sulit diucapkan.

"Katakan saja."

Karena sang Ibu sudah mendesak. Chanyeol akhirnya mengucapkan nama tersebut.

"Apa aku mengenal Byun Baekhyun sebelumnya?"

Nama yang begitu tabu untuk diucapkan, meluncur secara langsung dari bibir Chanyeol.

"Apa Byun Baekhyun sesorang yang penting untukku?"

.****,

TBC.

BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang