36. Lulus

20.2K 505 110
                                    

Ujian kenaikan kelas pun sudah berakhir. Elena dkk beserta Edward dkk kini tengah merayakan kelulusan mereka kemarin. Tak terasa waktu berlalu sangat cepat. Di bawah langit yang bertabur bintang, mereka saling menatap ke atas sambil tersenyum.

“Nggak kerasa, bentar lagi kita bakal berpisah, ngelanjutin hidup masing-masing, jarang bisa kumpul bareng lagi,” kata Elena mengawali percakapan. Edward menoleh ke samping, menatap istrinya sejenak, kemudian memeluk Elena dari samping, menyenderkan kepala perempuan cantik itu ke pundaknya.

“Maaf, gue nggak bisa stay di Indo bareng kalian. Maaf, kalo gue pernah ada salah sama kalian, baik disengaja maupun nggak gue sengaja. Dan makasih. Makasih karna kalian udah mau jadi temen gue. Ngasih gue warna baru di masa SMA yang gue kira bakal monoton,” balas Rose.

Senyum Rose perlahan memudar, tatapannya berubah sendu. Rose merasa bahwa belum siap berpisah dengan teman-temannya. Namun, keadaan berkehendak lain.

“Lo gak perlu minta maaf kali, Rose. Kita pasti dukung apa pun keputusan Lo, asal positif,” sahut Keisya. Merangkul Rose dari samping dan mengusap-usap lengan Rose supaya bisa lebih tenang.

“Gue juga mau minta maaf. Nggak bisa ngelanjutin studi bareng kalian di Jakarta. Tapi, gue bakal usahain sering-sering main ke Jakarta lagi. Gue sayang sama kalian. Gue pengen kita bisa tetap menjalin komunikasi walau harus LDR-an.” Calista ikut menimpali sambil tersenyum ke arah teman-temannya.

“Gue sama Keisya pasti juga bakal sering main ke Jogja buat jenguk Lo, kok! Nggak usah khawatir. Kalian semua fokus sama kuliah masing-masing ya. Capai impian kalian. Gue nggak mau kalo perpisahan ini justru jadi bumerang atau hambatan buat kalian ngeraih impian. Dan kalau ada masalah jangan sungkan buat cerita,” cetus Elena, menegakkan badan, merentangkan kedua tangannya menghadap Calista, Rose, dan Keisya.

Mereka berempat berpelukan seperti teletabis. Edward dkk yang melihat adegan tersebut terharu dan langsung membuang muka.

“Kalian lanjut kemana?” tanya Edward pada teman-temannya.

“Gue stay di sini,” jawab Kevin.

“Gue juga,” imbuh Liam.

“Sama,” timpal Elsaka.

Edward menghela nafas, matanya mengerling nakal, “Gak mau pelukan kayak mereka? Sini!” goda Edward, ketiga temannya pun langsung memasang ekspresi jijik.

“Najis!” sentak Kevin.

Setelah diam cukup lama, para laki-laki di sana mulai jengah. Pasalnya, para perempuan tak kunjung melepaskan pelukan mereka. Justru telinga para laki-laki mulai mendengar suara isak tangis. Edward menghela nafas panjang, begitu juga dengan teman-temannya yang lain.

“Mau sampai kapan nangis sambil pelukan kayak gitu? Kita ngumpul di sini bukan cuman lihat kalian pelukan sambil nangis aja, kan? Kasian bakso, sosis, sama naget yang dianggurin dari tadi,” sindir Kevin.

Suara isakan pun mulai tidak terdengar setelah Kevin mengatakan hal itu. Para perempuan langsung melepaskan pelukan mereka dan mengusap air mata serta hidung masing-masing. Elena melihat tampilan teman-temannya yang berantakan lalu tertawa. Tidak mengaca bahwa tampilannya sendiri pun tak kalah berantakannya.

Edward segera menghampiri istrinya, mengangkat tubuh mungil istrinya ke atas pangkuannya. Mengecup seluruh wajah sang istri mulai dari kedua mata, hidung, kening, pipi, dan bibir. Tak lupa Edward juga mengusap rambut Elena yang basah terkena air mata ke belakang.

“Jangan sedih lagi. Masih ada aku. Aku nggak mau kamu pusing gara-gara kebanyakan nangis. Kasian calon bayi aku,” lirih Edward, tangannya turun untuk mengelus perut rata Elena sambil melirik ke bawah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Possessive FianceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang