Koin Seribuan

846 60 0
                                    

Entah apa yang dipikirkan oleh orang tua Gyuvin ketika ia meminta putranya untuk pindah sekolah saat sudah memasuki semester akhir sekolah menengah pertama.

Gyuvin tahu orang tuanya terpaksa melakukan hal itu karena pekerjaan ayahnya yang mengharuskan untuk pindah ke luar kota.

Namun tetap saja Gyuvin merasa tidak senang jika harus meninggalkan sahabat-sahabatnya dan memulai kehidupan sekolahnya di tempat asing yang sama sekali ia tidak tahu.

Semua aksi protes sudah ia coba. Mulai dari meminta untuk hidup sendiri sampai ia menyelesaikan sekolah menengah pertamanya -yang tentu saja ditolak dengan tegas oleh kedua orangtuanya-, mengurung diri di kamar, mogok makan. Bahkan hingga saat ia dan keluarganya sampai di rumah barunya, Gyuvin masih saja enggan membuka mulutnya.

"Masuk dulu yuk, beresin dulu barang bawaannya nanti bunda ceritain sesuatu yang menarik." Bujuk bunda Gyuvin dengan suara yang sangat lembut agar putranya mau menurut.

Tanpa menanggapi perkataan bundanya, Gyuvin membuka pintu mobil dan berjalan masuk kedalam rumah dengan tangannya yang masih menggendong bola kesayangannya.

Langkahnya ia bawa menaiki anak tangga menuju lantai dua tempat dimana kamar tidurnya berada.

Gyuvin membuka pintu berwarna putih di depannya hingga menampilkan sebuah ruangan yang penuh dengan tumpukan kardus yang belum terbuka. Iya menghela nafas panjang melihat tumpukan kardus itu membuatnya kembali kesal.

Iya kesal karena harus meninggalkan sahabat-sahabatnya di club' sepak bolanya, meninggalkan teman-teman sekelasnya, meninggalkan adik kelas cantik pujaan hatinya. Aakh sepertinya Gyuvin akan merapikan kamarnya besok saja.

Gyuvin merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur memandang bola kesayangannya yang terdapat tanda tangan pemain sepak bola kesukaannya.

"Kira-kira sekolah baru aku kaya gimana ya?" Ucap Gyuvin pada benda mati di hadapannya.

Sebenarnya bukan sekali dua kali Gyuvin berbicara pada benda berbentuk bulat itu, setiap ia mengalami hari yang baik maupun buruk Gyuvin selalu mencurahkan isi hatinya pada benda kesayangannya itu.

Entahlah bagi Gyuvin hal itu sangat efektif untuk mengurangi kegundahan di dalam hatinya.

"Bisa-bisanya ayah ditugasin ke luar kota di tahun terakhir gue SMP. Kenapa gak nunggu gue lulus aja?"

"Kalo gini kan gue jadi harus cari temen lagi." Kali ini Gyuvin melempar bolanya ke atas yang kemudian ia tangkap lalu dilempar lagi begitu seterusnya hingga terdengar sebuah teriakan yang menusuk telinganya.

"Aaaaa...!!!!" Suara teriakan itu berasal dari balkon kamar Gyuvin.

Dengan sedikit keberanian yang ia kumpulkan Gyuvin menghampiri jendela yang terhubung dengan balkon kamarnya.

"Sial gue baru juga pindah kesini masa udah dapet teror kaya gini." Gumamnya sambil mengintip dari celah gorden.

Iya melihat sebuah siluet dari balkon kamar tepat di depan sana, siluet yang tak begitu jelas namun berhasil menghilangkan rasa takut yang sebelumnya menyerang dirinya.

Dari apa yang Gyuvin lihat dapat ia simpulkan jika penghuni kamar di seberang sana berusia tak jauh berbeda dari dirinya yang entah kenapa membuatnya tertawa tanpa alasan.

Di tengah tawanya, Gyuvin mendengar suara pintu terbuka yang menampilkan sosok wanita paruh baya namun masih terlihat muda berjalan ke arahnya.

"Kamu ngetawain apa Vin? keliatannya seru." Tanya bunda Gyuvin pada putra semata wayangnya.

"Itu bund tadi ada orang teriak lucu banget dari sana." Pandangan wanita itu bergerak mengikuti jari telunjuk putranya yang berakhir membuatnya ikut tertawa.

Dear My All // Shimkongz / GyuickyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang