chapter 1 : pulang

28 2 0
                                    

"Sesaat lagi kereta bisnis Jakarta tiba di jalur lima. Silakan menunggu di belakang garis putih." Bunyi dari speaker informasi stasiun.

Stasiun kereta api adalah tempat yang selalu ramai dan penuh energi. Orang-orang berlalu-lalang dengan tujuan yang berbeda-beda, membawa berbagai ekspresi di wajah mereka. Ada yang terburu-buru mengejar kereta, ada pula yang santai menunggu kedatangan kereta berikutnya. Suara keras pengumuman kereta dan bunyi peluit kereta mengisi udara. Aroma kopi dan makanan cepat saji dari kios-kios kecil tercium di antara bau logam dan asap kereta. Stasiun kereta ini adalah tempat pertemuan dan perpisahan, tempat dimana cerita-cerita kehidupan berjalan dan berhenti.

Disanalah terdapat perempuan yang sedang menunggu kedatangan keretanya. Ia menuruti apa yang dikatakan dari speaker untuk berada di belakang garis putih. Pandangannya mengarah ke seberang peron 5 terlihat lelaki yang terasa familiar dengannya. Lelaki itu berdiri tepat diseberangnya menunggu kereta. Sayangnya ketika ia ingin meneriaki bermaksud untuk menyapanya. Kereta telah tiba di stasiun, membuat pandangannya tertutup dan mengurungkan niatnya. Ia akan menunggu sampai kereta melanjutkan perjalanan.

Ketika kereta itu telah pergi, lelaki itu sudah tidak ada.

•••

Clairina Coward, biasa dipanggil Rina. Namanya memang terkesan asing bagi orang Indonesia. Bukan, ia bukan blesteran. Entah kenapa orang tuanya menamakan dirinya dengan nama asing. Mungkin karena terinspirasi dari film-film barat yang ditonton menyebabkan anaknya diberi nama luar.

Saat ini ia mengenyam pendidikannya di Universitas Indonesia, Jakarta. Diterima di Jurusan Sejarah Indonesia. Sangat berbeda dengan dirinya yang sebelumnya selalu tertidur di kelas ketika mata pelajaran sejarah. Bukan hal mudah ia bisa diterima di universitas yang bergengsi ini. Ia menjadi teringat dengan masa SMA nya.

Liburan semester pun telah tiba, sudah saatnya ia untuk pulang kampung kembali ke tempat tinggalnya di Surabaya. Sudah tiga tahun ia tidak pulang sejak dirinya pertama kali menginjakkan kakinya di Ibukota Indonesia. Orangtuanya sudah dari dulu menyuruhnya pulang ketika liburan semester. Namun, ia sering menolaknya dikarenakan banyak sekali kegiatan perkuliahan dan organisasinya membuatnya memutuskan untuk tetap tinggal.

Tempat tinggalnya ini tidak terbilang besar dan tidak terbilang kecil. Bisa dibilang cukup untuk dirinya tinggal sendiri. Kamarnya berada di lantai dua dan tangga untuk turun kebawah berada diluar sehingga tidak perlu ia untuk masuk ke dalamnya.
Ini yang ia suka dari kos-annya, sehingga ia bisa dengan bebas pulang-pergi tanpa mengganggu penghuni kos lainnya. Beberapa kali ia pulang tengah malam sehabis mengerjakan projek organisasinya. Ia tidak terlalu sungkan untuk keluar-masuk karena tangganya otomatis terhubung dengan luar.

Ia membuka room chat grup kelas semasa dirinya SMA, seminggu yang lalu ketua kelasnya mengirimkan undangan reuni kelas. Jadwal reuninya bertepatan tanggalnya ketika dirinya sudah berada di Surabaya. Ia menghela napas dan mematikan handphone nya. Mulai mengemasi beberapa pakaiannya untuk dia bawa pulang ke Surabaya.

•••

Dua jam kemudian, ia sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta. Papan informasi tertulis 'Tujuan Surabaya, silakan menunggu hingga pukul 15.00'

Suara langkah kaki yang terburu-buru, suara koper yang ditarik, dan suara obrolan yang riuh mengisi udara. Orang-orang dengan berbagai tujuan dan cerita hidup berdatangan, membawa harapan dan kegembiraan di wajah mereka. Suasana bandara penuh dengan keberagaman budaya dan bahasa, menciptakan lingkungan yang dinamis dan multikultural. Suara pengumuman penerbangan mengalun di seluruh terminal, memberikan informasi penting kepada penumpang. Aroma makanan dari restoran dan kios-kios mewah tercium di sekitar, mengundang selera dan membuat perjalanan menjadi lebih menyenangkan.

see you,- park jeongwoo [end]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang