Di pagi hari yang cerah di hotel, sinar matahari yang masuk melalui jendela membangunkan aku dari tidurku yang nyenyak. Aku merasakan kehangatan sinar matahari yang memeluk tubuhku, membuatku merasa segar dan siap menghadapi hari yang baru.
Namun, saat aku membuka mataku dan mengulurkan tangan untuk memeluk gulingku, aku merasa ada sesuatu yang tidak beres. Ternyata, bukan guling yang aku peluk, tetapi Jenan yang sedang tidur di sebelahku. Aku terkejut dan tanpa sadar menendangnya, sehingga dia terjatuh dari kasur.
"Anjing! Rin!" Teriaknya mengaduh kesakitan.
"Kamu kenapa tidur disini? bukannya aku sudah bilang kalau kamu tidur di sofa!" Pekikku.
"Gak sadar gue, sepertinya gue mabuk kemarin jadinya gue tertidur disini. Duh tolongin gue ini sakit."
Dalam kepanikan, aku segera menawarkan bantuan dan meminta maaf atas kejadian tersebut. Ia terlihat sedikit terkejut dan kesakitan, tetapi dia segera mengerti bahwa itu adalah kejadian yang tidak disengaja. Kami berdua saling tertawa mengenai kejadian ini dan berusaha untuk tidak terlalu mempermasalahkannya.
"Makanya lain kali, jangan minum-minum! Aku kan sudah bilang."
"Hm." Katanya malas.
"Keluar sana, aku mau siap-siap."
"Seenaknya saja lu ngusir gue! Badan gue sakit ini lu habis nendang gue."
"Maaf deh, cepat keluar."
"Huh! Iya." Dengan pasrah Jenan keluar dari kamar hotel dan menuju ke cafe area untuk sarapan terlebih dahulu.
•••
Sepertinya saat ini aku memutuskan untuk lanjut ke universitas di Jakarta. Melihat Jenan semangat lagi membuatku lega.
Jenan masuk kembali tanpa mengetuk pintu karena ia yakin sekali Clairina sudah selesai dengan dandanannya. "Nanti ikut gue bertemu dengan seseorang."
"Ayahmu?"
"Bukan, temanku. Sarapan dulu sana, aku sudah. Nanti aku menyusul kamu."
"Iyaa."
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan perkotaan, terdapat sebuah cafe yang mengusung tema bergaya klasik. Begitu memasuki cafe ini, kamu akan merasakan atmosfer yang begitu elegan dan memikat. Setiap detail dari dekorasi hingga furnitur di cafe ini dipilih dengan cermat untuk menciptakan nuansa klasik yang autentik.
Dinding-dinding cafe dihiasi dengan lukisan-lukisan indah, cermin- cermin berbingkai emas, dan wallpaper bergaya vintage. Lampu-lampu gantung kristal yang berkilauan tergantung di langit-langit, memancarkan cahaya lembut yang menciptakan suasana yang romantis. Meja-meja kayu dengan ukiran indah dan kursi-kursi berlapis kain mewah memberikan sentuhan elegan pada ruangan.
Tidak hanya itu, cafe ini juga memiliki bar klasik yang dipenuhi dengan berbagai macam minuman pilihan. Para barista yang terampil dan ramah siap untuk menghidangkan kopi atau minuman lainnya sesuai dengan selera kamu. Mereka juga bisa memberikan rekomendasi minuman yang cocok dengan suasana cafe ini.Baru masuk Cafe nya Jenan dipanggil temannya. "Jenan! Disini." Ternyata teman perempuan, cantik sekali. Aku mengikuti dirinya dan duduk disampingnya.
"Ini Clairina Coward. Dia kuajak kesini untuk menemaniku. Rina, ini mantan teman sekelasku, Raveena." Ucap Jenan saling memperkenalkan kita.
"Halo. Jenan, lu sudah punya pacar? Gue syok."
"Lu bicara apa? Lu juga, tak lama gue pergi, gue gak mengira lu pacaran dengan Juan. Gue merasa dikhianati."
"Tapi, lu semakin tampan. Juan bilang begitu. Juan juga bilang kalo dia kalah tampan sama lu."
"Kamu dengar tidak, sayang? Apa kamu tidak habis pikir? Aku dan Raveena telah pacaran setahun. Dua bulan setelah putus, dia pacaran dengan temanku." Jenan berbicara dengan lembut. Clairina merinding sendiri mendengarkan Jenan memanggil dirinya sayang.
"Ya, memang begitu, kan?"
"Bagi dia ini wajar."
"Haha gue sudah menghubungi Juan juga. Kalian ada rencana hari ini? Mau menonton film bersama-sama tidak? Semacam double date."
"Gue mau tapi bokap gue akan datang siang ini makan siang bersama ya kan, sayang?"
"Sayang sekali, kalau tahu lo datang, kita bisa buat rencana. Tapi nyokap lu seram juga. Dia seharusnya meninggalkan lu di Jakarta. Lagipula lu juga akan kuliah disini. Kalian juga dipaksa ke sana, kan?"
"Apa maksud tidak memikirkan anaknya? Dia bukan anak kecil." Entah kenapa aku kesal dengan ucapan Raveena. Aku berdiri dari kursiku.
"Apa sayang?"
"Aku sudah cukup dengerin kamu! Perempuan itu juga." Aku pun pergi meninggalkan mereka berdua.
Raveena tertawa kecil melihat Clairina keluar. "Dia pasti cemburu. Maafkan soal itu."
Aku menghempaskan diriku dikasur hotel. "Aku kecewa. Di Surabaya, Jenan terlihat sangat kuat, tapi ketika dia di Jakarta dia sangat pamer dan berusaha meraih perhatian perempuan bodoh itu." Batinku sebal.
Tak lama Jenan masuk ke dalam kamar, "Raveena berpesan kalau dia tidak marah. Dia benar-benar bodoh! Waktu pacaran gue pikir dia orang yang baik dan perhatian. Awalnya gue mengajak lu karena ingin pamer, tetapi ketika lu pergi, gue merasa bodoh. Kami merasa bosan."
"Yah, ketika mendengar dia sudah punya yang baru, pasti kamu kaget. Aku sudah sangat paham ketika kamu mulai berbicara menggunakan aku-kamu ke aku dan memanggilku sayang. Itu menggelikan."
"Haha lu gak mengerti Rin. Gue kaget karena Raveena bukan seperti yang gue kenal dulu. Hanya berbicara tentang dirinya, tidak tanya keadaan gue di Surabaya. Gue rasa dia memang seperti itu. Hanya saja gue baru sadar sekarang. Malam ini gue menginap di rumah Paman. Kalau dipikir lagi, tidak baik kita tidur sekamar. Besok kita bertemu di bandara."
"Perjalanan Jakarta kita tidak begitu menyenangkan, bukan?" Lanjutnya.
Jenan tampak menjadi lebih dewasa dalam dua jam. Setelah liburan panjang, Jenan mengacuhkanku seakan tidak terjadi apa-apa. Seperti biasa temannya hanya Travis. []
KAMU SEDANG MEMBACA
see you,- park jeongwoo [end]
Fanfictionjeongwoo lokal. park jeongwoo as jenan adiwijaya ❝Aku selalu berpikir memandangi langit di Surabaya sama saja dengan di kota lain. Tapi kalau dilihat-lihat berbeda, terlihat lebih jernih di Surabaya, apalagi kalau misal ada Jenan disebelahnya, semua...