"Ibu tega sekali menjual anak-nya sendiri." Sang lawan bicara hanya berdecak, "sudahlah kau mending diam saja, sekarang mending cepat persiapkan adik mu itu mereka akan datang sebentar lagi."
Ia hanya menghela nafas tidak habis pikir dengan ibu nya itu, tega sekali menjual adiknya demi kepentingan diri sendiri. Lalu dirinya beranjak menuju kamar sang adik meninggalkan sang ibu yang sibuk dengan handphone nya.
"Riky?" Panggilnya pada saat sesudah mengetuk pintu.
"Riky ada didalam?" Panggilnya lagi.
"Aish?"
Cklek
Pintu kamar terbuka setelah panggilan terakhir, ia tersenyum tipis saat melihat adiknya yang manis masih menggunakan bathrobe sepertinya ia habis mandi.
"Iya kak, ada apa?" Suara lembut sang adik masuk kedalam indra pendengaran nya.
"Kata ibu kamu harus bersiap-siap," sang adik menatap bingung ke arah nya.
"Emangnya mau kemana?"
"Kakak gak tau," ia masuk kedalam kamar adiknya setelah dipersilahkan oleh sang empu.
Aneh, gumam-nya
"Mau pakai sendiri atau kakak pakaikan?"
Riky -nama sang adik, mendelik pada sang kakak lalu mengambil paper bag yang ada ditangan sang kakak. "Aku bukan anak kecil lagi." Riky akhirnya berjalan ke kamar mandi pribadi nya.
•
•
•
•"Kau nyakin dengan ini? Bukan karna dirinya kan?" Tanya seseorang yang baru saja masuk kedalam ruang pribadinya tanpa permisi tentu ia kesal dengan itu, tapi ia tahan.
"Ya, mungkin itu salah satunya, dan aku akan membuat nya tinggal bersama kita," jawabnya dengan santai yang mana membuat sang lawan bicara sedikit kesal.
"Jangan gila Marthen!!"
"Mungkin kau benar Rakhsan, tapi aku harus pergi."
Orang yang dipanggil Marthen berdiri dari kursi kerja miliknya lalu berjalan ke arah pintu luar ruangan itu, meninggalkan saudaranya yang sedang misuh - misuh padanya.
•
•
•
•Riky dan juga kakaknya menghampiri sang ibu diruang tamu yang sudah ada beberapa orang yang tidak mereka kenal.
Melihat anaknya sudah datang, sang ibu tersenyum sambil menghampiri dua anaknya. "Tuan ini anak saya, Riky Agraish," tunjuk ibu pada Riky.
Melihat seseorang yang tadi duduk berhadapan dengan sang ibu terus menatapnya, membuat Riky sedikit risih.
"Zion, Grey," instruksinya -orang yang dipanggil 'tuan' oleh ibu- pada dua orang yang ada di belakang dirinya.
Dua orang tadi membawa satu koper di kedua tangan masing - masing, yang diduga 'uang' lalu meletakkannya pada meja yang ada dihadapan tuannya.
Mata sang ibu langsung bersinar, senyum yang sedari tadi tak pernah lepas kian melebar. Ia membawa anak bungsunya pada orang yang dirinya panggil 'tuan'.
"Dengar, sekarang tuan Marthen adalah pemilik baru lo, turuti semua perkataannya sama seperti lo turutin perkataan gue, ngerti?"
Riky sedikit meringis saat sang ibu menekan bahunya, tapi dirinya mengangguk pelan.
Riky akan turuti semua perkataan tuan Marthen? Sama seperti dulu dan bahkan sekarang ia masih menuruti kemauan ibunya untuk mengikuti semua perkataan tuan Marthen.
Mungkin sekarang ia sudah mulai menuruti perkataan atau permintaan dari tuan-nya itu? Bahkan saat dirinya sekarang sedang dibawa oleh tuan Marthen, dirinya tetap mengikuti langkah tuan-nya itu.
"Ibu.. beneran jahat."
"Diam, Hyunjin! Kalau gue jahat, lo sendiri lebih jahat ngebiarin adik kesayangan lo itu terjual. Karena lo sendiri tidak rela kalau rumah peninggalan ayah lo ini yang entah dimana, terjual!"
Hyunjin -kakak pertama Riky- terdiam, diam - diam mengerutuki dirinya yang terlihat seperti orang bodoh.
"Jangan seperti orang bodoh, cepat! Bawa koper itu kekamar." Perintah sang ibu membuat lamunannya bunyar, lalu menuruti perkataan itu dengan membawa tiga koper yang ada diatas meja, yang satu sudah dibawa oleh sang ibu.
tbc