Bagian 7

18 0 0
                                    

Tidak ingin melihat putrinya terus menuduh Daffin melakukan hal yang bukan-bukan. Aditya dengan berat hati akhirnya menyuruh putrinya untuk masuk ke dalam rumahnya.

"Nesya tolong kamu masuk ke dalam dulu ya. Beri Papi waktu untuk bicara berdua dengan Daffin." kata Aditya datar.

"Apa? Papi nyuruh Nesya masuk ke dalam?" tanya Nesya. Merasa tak percaya.

"Iya." jawab Aditya singkat.

"Kenapa Pi? Kenapa Papi tiba-tiba nyuruh Nesya masuk ke dalam rumah?" tanya Nesya dengan nada sedikit tinggi.

Aditya diam sejenak. Dia merasa bingung untuk menjawab pertanyaan putrinya itu.

"Kenapa Papi diam? Apa ini artinya Papi lebih percaya sama perkataan laki-laki ini daripada perkataan anak Papi sendiri?!" lanjut Nesya.

"Bukan begitu Sya. Kamu jangan salah paham dulu." jelas Aditya.

"Kalau Papi beneran percaya sama Nesya, kenapa Papi nyuruh Nesya untuk masuk ke dalam rumah? Harusnya yang Papi lakukan itu adalah mengusir laki-laki ini dari rumah kita, Pi." tegas Nesya.

"Cukup Sya, jaga ucapan kamu itu. Kamu tidak seharusnya berbicara seperti itu pada Daffin." bentak Aditya. Merasa tidak senang mendengar putrinya bicara seperti itu.

"Kenapa Nesya nggak boleh bicara seperti itu sama dia, Pi?! Dia ini udah nyakitin perasaan Nesya Pi dan Papi masih membela orang yang udah nyakitin perasaan anak Papi sendiri? Nesya benar-benar kecewa sama Papi." lirih Nesya.

Hati Aditya benar-benar hancur saat mendengar perkataan putrinya itu. Dia tidak menyangka putrinya akan berbicara seperti itu kepadanya. Padahal saat itu Aditya hanya ingin menjaga perasaan putrinya agar tidak semakin terluka. Namun, apa yang Aditya katakan saat itu malah membuat perasaan putrinya semakin hancur.

"Sya, tenangkan diri kamu dulu. Maksud Papi bukan seperti itu, kamu harus dengarkan penjelasan Papi dulu." kata Aditya. Berusaha untuk menenangkan hati putrinya yang saat itu sedang diselimuti api amarah.

"Terus maksud Papi yang sebenarnya itu apa?" tanya Nesya.

"Papi tau bagaimana perasaan kamu saat ini. Tapi, Papi tidak suka melihat putri Papi menuduh orang sembarangan seperti ini." jelas Aditya.

"Siapa yang menuduh orang sembarangan Pi?"

"Asal Papi tau, kemarin itu Nesya lihat dengan mata kepala Nesya sendiri. Laki-laki ini berpelukan dengan wanita lain di taman dan parahnya lagi, dia bahkan berpura-pura tidak mengenal Nesya sama sekali. Kalau Papi jadi Nesya apakah Papi nggak akan sakit hati melihat semua itu?" lirih Nesya.

Lagi-lagi perkataan putrinya itu membuat Aditya terdiam. Dia kembali merasa bingung dan tidak tahu harus menjawab apa. Karena saat itu Aditya benar-benar berada diposisi yang sulit untuk menerima ataupun menyangkal perkataan putrinya itu.

Melihat papinya terdiam Nesya pun mencoba untuk menyadarkannya.

"Kenapa Papi diam?" tanya Nesya.

"Papi nggak mau jawab pertanyaan Nesya?" lanjut Nesya.

Tidak ingin terus di desak oleh putrinya. Aditya yang saat itu masih merasa bingung mencoba untuk bicara pelan-pelan dengan putrinya.

"Kalau Papi jadi kamu, Sya. Papi akan cari tahu dulu kebenarannya seperti apa." ucap Aditya.

"Maksud Papi?" tanya Nesya tak mengerti.

"Sya, Papi tau saat ini kamu merasa sakit hati dan kecewa dengan apa yang kamu lihat kemarin. Tapi, apa kamu yakin dengan prasangka kamu itu? Kamu beneran yakin laki-laki yang berdiri di hadapan kamu ini tega melakukan hal itu sama kamu?" kata Aditya.

Kamu 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang