CHAPTER 23

4.8K 386 141
                                    

Acara ulang tahun Leonard malam ini tampak indah. Disini Ratih hanya tersenyum dari kejauhan melihat begitu indahnya senyum keluarga ini. Tak ingin merasakan sakit yang lebih, Ratih pergi dari ruang tamu tempat keluarga itu merayakan hari ulang tahun anak sulungnya.

Ratih terduduk di taman mansion. Menangisi apa yang selama ini ia kerjakan. Baju untuk hadiah Leonard sudah rusak. Rasanya kesempatan membuat rumah tangganya menjadi rumah tangga yang indah kini telah sirna.

Melamun, menangis, Ratih sudah habisan beberapa jam disana. Ia tak sadar jika waktu sudah semakin larut, dan ia tak engah jika ada seorang lelaki yang sedari tadi melihat kearahnya dengan penuh kecewa.

Ratih melihat ponselnya yang ternyata waktu sudah menunjukan pukul satu dini hari. Ratih berbalik, dan alangkah terkejutnya ia ketika melihat Leonard yang menatapnya dengan tatapan penuh tanda tanya.

"T-tuan?" Ucap Ratih terkejut, ia menghampiri suaminya dengan langkah kecil. "Sejak kapan anda disini?"

"Kenapa kau tak hadir?" Leonard tidak menjawab, lelaki itu malah bertanya apa yang ia ingin tanyakan beberapa waktu lalu.

"Anda belum tidur?" Sengaja Ratih tidak menjawab, ia mengalihkan pembicaraan mereka.

"Aku tanya kenapa kau tak hadir?" Ulang Leonard, masih menatap Ratih penuh kecewa.

"Saya-"

"Saya?" Tanya Leonard melipat kedua tangannya didepan dada.

"Maafkan saya." Ucap Ratih menunduk takut. sebenarnya Ratih juga ingin ikut serta, tapi ia tidak bisa, ia tidak sanggup jika harus mendengar perkataan sakit dari Isabelle jika ia tidak memberikan apapun pada Leonard. Ratih tidak peduli jika Leonard marah, dia sudah terbiasa, tapi bagaimana jika Isabelle? Ia tidak bisa melawannya bahkan sedikit pun.

"Aku tidak butuh maafmu, aku hanya ingin penjelasan kenapa kau tak hadir?!" Tekan Leonard, menarik pundak Ratih agar dekat dengannya.

Ratih menunduk takut, mengigit bibir bawahnya.

Melihat Ratih yang seperti itu, Leonard mengangkat dagu Ratih agar menatapnya. "Buka matamu." Pinta Leonard, Ratih menurut dan membuka matanya.

"Kenapa?" Tanyanya untuk yang ketiga kali, namun kali ini terdengar begitu lembut.

"S-saya... Maluuu.. tuan.." ucap Ratih lalu segera menunduk, tapi tangan Leonard lebih dulu memegang dagunya agar tetap bertahan menatap netra lelaki itu.

"Maluu.."

Ratih mengangguk dengan mata yang sudah berkaca-kaca, "h-hadiah u-untuk anda rusak.. j-jadi saya.." Ratih tidak melanjutkan ucapannya karena Leonard lebih dulu memeluk gadis itu.

"Aku tidak butuh hadiah darimu..." Ucap lelaki itu, entah apa yang mendorongnya untuk sebegitu manis malam ini pada Ratih. "Aku hanya ingin kau ada disana. Disaat hari bahagiaku." Lanjutnya lagi.

Leonard melepaskan pelukan mereka, memegang kedua pipi Ratih dengan tangannya. "Jangan menangis, aku benci dengan air mata." Katanya.

Ratih segera menghapus air matanya. Dihatinya, ada rasa hangat saat Leonard bersikap seperti padanya.

Semoga ini langkah Leonard bisa menerimanya.

"Sudah malam, lebih baik kau tidur."

Ratih mengangguk, lalu berjalan kearah pondok. "Mau kemana?"

Langkah Ratih terhenti, "ke pondok." Ucapnya seraya berbalik badan.

"Tidur bersamaku."

••••••••

Serayu | Berlanjut Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang