Episode 3 (Tiga)

2.3K 11 0
                                    

Aku berhenti membuat kue karena mbak Tini yang lebih ahli sudah hadir, aku perhatikan lehernya banyak bercak merah. Brutal juga yang mas Baron kalau main di ranjang.

"Aku nonton tv ya Bu, kan udah ada mbak Tini. Kalau sama aku nanti kuenya gak enak."

"Iya, tapi nanti kamu yang anterin kuenya."

"Ya sama ibu dong, kan kalau aku udah kenal sama tetangga baru kita."

Tiba-tiba saja mbak Tini ikut nimbrung obrolan aku dan ibu.

"Siapa tetangga baru kita Bu?"

"Gak tahu, Maya sama bapak mertua kamu sih udah kenalan dari tadi."

"Oh."

Aku ke ruang tengah dan aku kaget karena mas Bambang keluar cuma sarung saja, badannya penuh keringat dan aromanya sungguh menggoda sekali. Dari sedikit celah pintunya yang terbuka aku lihat mbak Yuni sedang memakai bajunya.

"Mas, apa mas gak malu gituan pagi-pagi gini?" Tanyaku sambil berbisik.

"Kenapa mesti malu, mas udah nikah juga. Lagian kamu juga ingin cepat punya keponakan kan, nah kalau kamu sama cowo kamu tuh ginian baru buat malu." Ujarnya dengan mengepalkan tangannya.

Aku yang tadi akan menonton tv sudah hilang mood sehingga aku memutuskan untuk menemui ayahku yang masih ada di rumah pak Angga.

"Gila, seksi banget."

Aku lihat pak Angga tidak memakai baju, bulu dadanya lebat sekali disertai keringat yang terlihat mengkilap.

"Maya, ibu sudah beres?"

Aku tertegun akan pemandangan tersebut, sampai-sampai aku tidak mendengar ucapan dari ayahku.

"Maya?"

"Eh, udah bagus kok pak."

"Apa yang bagus?"

Aku kikuk karena bagus yang aku lihat adalah badan pak Angga, aku ingin sekali didekapnya dan menghirup aroma ketiaknya.

"Oh Tuhan kenapa aku seperti ini, adalah cara yang lain agar aku tidak tertarik akan aroma ketiak." Gerutuku.

Tidak lama berselang ibuku keluar rumah mbak Tini dan mbak Yuni, mereka membawa kue yang dibuat ibu untuk pak Angga dan mbak Yuni.

Sesi perkenalan pun terjadi dan yang membuat suasana pecah adalah nama dari istri mas Bambang dan istri pak Angga sama yaitu Yuni.

"Kok bisa sama ya?" Tanya Yuni istri pak Angga.

"Iya sama, tapi belum punya momongan." Jawab Yuni istri mas Bambang.

"Sabar mbak, nanti juga ada waktunya."

Tiba-tiba saja datang pak Angga dengan wajah tampannya karena baru saja mandi, lesu rasanya badanku karena aroma jantan pak Angga lenyap sudah dibawa buih sabun.

"Tumben ayah sudah mandi, biasanya juga satu hari sekali."

"Jangan bongkar kartu dong sayang."

Kami semua berbincang-bincang penuh canda, hanya aku yang masih kecewa karena kini hanya aroma sabun yang tercium dari tubuh pak Angga.

Jam 1 siang kami pamit, aku yang pertama sampai rumah dan duduk di sofa. Sampai tiba-tiba saja ibuku memanggilku.

"May, Maya?"

"Ibu Bu.

"Ini ketinggalan."

Aku lihat satu keler kue kering dipegangnya, tapi aku sudah malas kesana.

"Tolong antarkan ke rumah pak Angga ya, gak enak kalau ditunda-tunda."

"Iya Bu."

Pantang rasanya aku harus menolak permintaan ibuku, rasanya aku gak punya hak buat nolak secara dia yang melahirkan aku, apalagi permintaannya gak susah-susah amat.

Sesampainya di depan rumah pak Angga, aku lihat pintunya terbuka maka tanpa permisi aku masuk.

"Sayang, main yu!"

"Pintunya gak ditutup."

"Gak bakalan ada yang kesini juga, kita kan tetangga baru."

"Gak mau ah, kamu juga sudah mandi jadi terasa kurang aja."

Aku tertegun ketika pa Angga membuka bajunya.

"Aku belum mandi kok, coba cium keteknya. Tadi ada tamunya aja, jadi aku ganti baju doang."

"Ih kamu ya."

Aku rasa mbak Yuni memiliki fetish seperti aku, karena begitu lama dia menghirup ketiak pak Angga. Bahkan aku juga dapat melihat bagaimana lidahnya menjilati keringat yang ada pada bulu ketiak suaminya.

Ingin rasanya aku menyaksikan kelanjutan yang akan dilakukan oleh pak Angga dan istrinya, tapi aku membawa keler berisi kue yang akan diberikan.

Buru-buru aku kembali ke pintu depan dan memainkan drama guna menghilangkan kecurigaan.

"Permisi, mbak yuni? Pak Angga?"

Tak lama berselang mbak Yuni keluar dan tersenyum kepadaku, aku lihat bawah bibirnya ada cairan yang aku pikir itu adalah keringat dan sedikit air liurnya.

"Eh Maya, ada apa?"

"Ini kata ibu ketinggalan."

"Waduh jadi merepotkan, padahal nanti saja May."

Aku tahu maksud ucapannya, kedatanganku jelas sedang mengganggu aktivitasnya bersama pak Angga.

Lalu usai pamit aku lihat ke belakang dan mbak Yuni menutup pintunya dengan sangat rapat.

Bersambung

My Fetish with Tetangga.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang