⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆
Hari Minggu.
Semua orang sudah pasti menantikan hari tersebut.
Sebab, dihari itu mereka dapat pergi berlibur dan bersenang- senang dengan keluarga, teman, maupun pacar.Berbeda dengan kebanyakan orang, seorang tuan putri bernama Karlesha Wrahaspati memilih untuk bergelung di dalam selimut nya. Memimpikan seorang pangeran tampan yang serang berdansa dengan nya di sebuah kerajaan.
Namun ... tiba-tiba ada sebuah tangan yang menarik kaki nya.
Ia menggeliat. Kemudian, hidung nya di pencet dengan keras."Aduh ... hidung gue!" teriak nya kesal. Mata nya mengerjap cepat. Kok, pangeran nya jadi buruk rupa begini sih?
Seketika bayangan Echa tentang pangeran tampan buyar. Ia mengerjapkan mata sekali lagi, kemudian mengacak-acak rambut nya.
"Duh kak Dipta, kenapa sih? Ganggu orang lagi mimpi pangeran aja" Echa menatap sebal lawan bicara nya.
"Ya maaf, gue kira lo tadi pingsan. Lagian di panggil dari tadi gak nyaut-nyaut" Ujar nya sambil menyengir kuda.
"Ada apa sih pagi-pagi udah ganggu orang aja!" Sungut Echa
"Ada kakek tama di bawah. Gue di suruh manggil lo tadi. Cepetan mandi, lo bau banget sumpah. Kayak bau got"Sialan! Punya kakak omongan nya jujur banget, sih. Kalau saja dipta bukan kakak nya sendiri, mungkin Echa sudah menelan nya hidup-hidup saat ini.
Setelah nya dipta keluar dari kamar echa, tanpa menutup pintu kamar nya kembali.
"KAK DIPTAAAA!" geram Echa.
Ia sangat meembenci orang yang tidak mau menutup pintu kembali. Apa susah nya sih nutup pintu doang?⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆
"Kakek dengar kamu sedang mengerjakan suatu kasus. apakah kasus itu sudah selesai?" Echa hanya bisa memutar bola mata nya saat mendengar suara orang tersebut. Jujur saja ia bosan dengan pembicaraan seperti ini. Pasti topik selanjutnya diisi omongan
Kakek Tama dan segala hal tentang pengacara-harapan Kakek Tama untuk cucu nya."Iya kek, kasus nya sebentar lagi selesai. Tinggal menunggu sidang saja" ucap Dipta menanggapi pertanyaan Tama. Lagi dan lagi Echa merasa bosan. Rasa nya ia ingin melakukan teleportasi ke negeri asing yang dipenuhi kue lezat dan segala macam makanan manis.
"Kalau Echa bagaimana sekolah nya?" Pertanyaan dari Kakek Tama membuat khayalan aneh Echa lenyap seketika.
"Eh? Sekolahku? Baik-baik saja, kok. Berjalan dengan mulus seperti jalan tol" Jawab Echa seadanya. Ia malas untuk mengarang kata-kata lain. Setiap lali ditanya Kakek Tama, Echa akan mengucapkan kalimat yang sama.
Kakek Tama mengangguk dan tersenyum canggung. Echa berfirasat masih banyak pertanyaan yang akan dilontarkan Kakek-nya itu. Namun, sebelum Kakek Tama bertanya lagi Adik dan Mama nya muncul dengan pakaian rapi siap untuk pergi, dan Echa dengan cepat memanfaatkan kesempatan itu.
"Oh, udah siap, Ma? Kita berangkat sekarang, kan? Kakek Tama, dan Kak Dipta, aku pergi dulu ya. Mau pergi ke Toko Buku. Dadah semuanya, Assalamualaikum" Ucap Esha sambil menggandeng tangan Adik dan Mama nya keluar rumah.
Ken dan Mama Kirana terlihat bingung. Mereka memasang ekspresi aneh. Ketika sampai di teras depan, Echa melepaskan gandengan tangannya.
"Kamu apa-apaan sih kak tarik-tarik Mama sama Ken""Maaf Ma, Echa males aja di dalem. Mama mau pergi? Echa ikut ya." Ucap Echa dengan muka memelas.
"Kamu mau ikut Mama arisan?" tanya Karina. "Ya nggak, Echa mau ke Toko Buba. Anterin Echa dong Ma, bosen banget kalau di rumah terus. Nanti turunin aja di depan toko, pulang nya Echa jalan kaki".
Karina pun menghantarkan anak gadis semata wayangnya itu ke Toko Buba. Tempat yang pas buat baca buku. Konsepnya separuh kafe, separuh toko buku. Ketika kakek nya datang, Echa lebih sering menghabiskan waktu di situ. Duduk nyaman dengan segelas jus segar.
Echa mempunyai alasan tersendiri memilih Toko buba sebagai tempat pelarian nya. Selain alasan tempat nya nyaman untuk menenangkan diri, ia juga tertarik dengan seorang waiters berwajah tampan.
⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆
Sambil menunggu pesanan nya tiba, Echa memilih untuk mengambil salah satu Novel yang berada di Toko Buku lalu meminjam nya.Ia duduk di salah satu kursi dekat jendela, tempat itu adalah spot favorit nya. Ia menatap sedih keluar jendela. Ia sedih lantaran pangeran nya sedang tidak berjaga hari ini.
Selain itu, Echa juga sedih karena ia memikirkan kata-kata kakek nya beberapa hari yang lalu.
"Kenapa sih kamu gak mau jadi pengacara seperti kakak dan ayah kamu? Dari pada menjadi Ballerina, mending jadi pengacara. Ballerina kerjanya cuma menari-nari tidak jelas begitu. Pengacara kan enak, gaji nya banyak. Kerja nya pun tidak sulit. Kakek gak mau tau, pokok nya kelak kamu harus menjadi pengacara seperti yang lainnya. Tolong jangan rusak martabat Keluarga ini Cha"
Kata kata itu terus berulang seperti kaset rusak. Ia sangat tidak mengerti, kenapa Kakek nya sangat berambisi menjadikan nya menjadi Pengacara? apakah mimpi nya yang ingin menjadi Ballerina itu adalah sebuah aib sehingga dapat merusak martabat keluarga nya?
Mata Echa mendadak berair "Kok, gue nangis sih?" Echa mengusap air matanya dengan cepat. Semuanya terasa sedih dan menyakitkan. Echa menghela nafas panjang.
Setelah puas menenangkan dirinya, ia pun memutuskan untuk kembali ke rumah.
~🩰~
Hai semua!! makasih ya udah mau baca cerita aku. Hufttt maaf kalau masih amburadul
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN YAA, BIAR AKU SEMANGAT LANJUTIN NYA
T_____T-with love, cyza🎀
KAMU SEDANG MEMBACA
Let me be a ballerina
Teen FictionJangan lupa Follow sebelum membaca yaa!! ⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆ Keluarga Wrahaspati, keluarga yang dikenal terpandang karena seluruh keluarga anggota keluarganya berprofesi sebagai pengacara. Berbeda dengan semua anggota keluarganya Ka...