06

25 7 3
                                    

⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆

So please, please, please
Let me, let me, let me
Let me get what i want this time

Lirik dari lagu milik The Smith bergema di seluruh ruangan. Sang pemilik ruangan tampak bersedih. Bak sebuah air terjun, air mata nya jatuh dengan begitu deras nya.

Entahlah, sudah berapa lama ia teruduk di tempat tidur nya sambil menangis. Sengaja memang ia mendengarkan lagu dengan volume speaker keras-keras untuk meredam suara tangisan nya.

Tok-tok-tok ...

Pintu itu sudah di ketuk ribuan kali, namun tak kunjung terbuka Ketukan di pintu tak membuat sang gadis menghentikan tangisannya dan membuka kan pintu.

"Karlesha, buka sebentar ayah mau ngobrol sebentar sama kamu" Echa buru-buru menghapus jejak air mata nya. Ia beranjak dari tempat tidur nya.

Ia membuka kunci pintu kamar nya dan memutar handle pintu. Sosok ayah dengan tatapan mata yang teduh sedang menatap diri nya. Echa mempersilahkan sang Ayah masuk ke dalam kamar nya.

Sang Ayah duduk di kasur queen size empuk milik nya. Echa mematikan speaker nya yang sedari tadi mengalunkan lagu milik The Smith.

"Sini duduk di sebelah Ayah" Suara sang Ayah begitu lembut. Echa melangkah mendekati sang Ayah dan duduk di sebelahnya.

"Kakek memaksa kamu untuk menjadi pengacara itu juga untuk kebaikan mu sendiri, agar kamu kelak bisa menjadi orang sukses dan hidup kamu jadi tertata"

"Kalau kamu tidak mau menjadi pengacara serta lebih memilih impian kamu menjadi ballerina. Maka wujudkan impian kamu dan buktikan kepada Kakek bahwa kamu bisa sukses menjadi penari ballet" Ucapan sang Ayah membuat air mata Echa kembali meluruh.

"Apa Kakek bakal terima dan seneng kalau Esha sukses menjadi ballerina bukan nya menjadi pengacara?"

"Urusan di terima atau nggak nya itu urusan belakang, yang terpenting itu kebahagiaan kamu sha. Kalau kamu jadi pengacara dan kamu gak bahagia dengan pekerjaan tersebut, ya percuma"

"Ayah cuma ingin kamu bahagia dengan pilihan kamu sendiri. Ayah gak mau kamu jadi seperti Dipta yang merelakan kebahagiaan nya demi keegoisan Kakek Tama" Mata yang sudah keriput karena usia itu menatap diri nya dengan sorot mata yang teduh.

Air mata Echa mengalir semakin deras. Hanya Ayah nya saja yang mampu memahami diri nya. Echa sangat menyayangi sang Ayah, ia selalu menjadi orang pertama yang mendukung nya.

"Sudah, jangan nangis lagi. Princess-nya Ayah nanti cantik nya berkurang kalau nangis terus. Ayah bakal dukung semua keputusan kamu, asal kamu bahagia" Ucap Pram seraya mengusap pipi Echa yang lagi lagi basah karena air dari kelopak mata meluruh kembali.

"Makasih ayah, makasih karena selalu dukung Echa. Makasih karena udah mau dengerin keluh kesah Echa dan mau mengerti keadaan Echa. Aku beruntung bisa menjadi anak nya ayah. Echa sayang banget sama ayah"

Echa memeluk haru sang ayah. Sungguh, ia beruntung sekali mendapatkan sosok ayah seperti diri nya. Bahkan sebuah kata-kata pun tidak bisa memaparkan seberapa besar rasa sfayang nya terhadap sang ayah.

Pelukan itu terlepas, lalu sang Ayah membaringkan Echa di kasur. Ia mengelus rambut nya dengan penuh kasih sayang.

"Sekarang tidur ya, udah malem. Besok juga kamu sekolah kan. Selamat malam princess kecil nya Ayah"

"Selamat malam Ayah" Setelahnya Pram, sang Ayah pergi keluar kamar nya.

⋆。‧˚ʚɞ˚‧。⋆

Terlihat kondisi kelas saat ini sangat ramai dan gaduh, para guru sedang rapat dan semua wajah teman-teman dikelasku tengah sumringah sekali.

Berbeda dengan kebanyakan teman-teman di kelas, Aku sedang tertekan. Bahkan sangat tertekan. Pikiran ku saat ini sedang runyam.

Aku sangat bimbang apakah aku harus mengikuti audisi giselle yang ditawarkan oleh seorang pemuda yang kutemui kemarin.

Detik demi detik terus menitik. Jam demi jam terus menggeram. Tak terasa, aku berkutat dengan pikiranku selama 1 jam.

Setelah melalui banyak pertimbangan. Akhirnya aku telah membuat keputusan yang kurasa itu adalah keputusan yang paling tepat, pikirku.

Aku berdiri dari kursi yang semula ku-duduki. Aku melangkah menuju keluar kelas. Tangga demi tangga ku naiki untuk mencapai anak tangga terakhir.

Di sinilah aku, didepan pintu kelas XI mipa. Pintu nya tertutup, namun aku masih bisa mendengar suara gaduh dari belakang pintu. Bahkan suaranya lebih gaduh dari pada suara di kelasku.

Aku ragu. Haruskah aku mengetuk pintu yang ada di depan ku dan menemui pemuda itu atau aku akan menunggu hingga bel pulang berdering lalu menemui nya.

Di tengah pikiran ku yang sibuk bergelut, pintu yang semula tertutup kini mulai terbuka. Tampak seorang pemuda yang tak kukenali berdiri menatap ku dengan alis berkerut.

"Nyari siapa?" Ujar pemuda tersebut.

Aku gelagapan seolah seseorang tengah memergokiku melakukan sebuah kejahatan.
"Eh? anu aku lagi nyari itu -"

Belum sempat kata-kata nya selesai di ucapkan, seorang pemuda lain muncul dengan tiba-tiba.
"Karlesha?"

🩰🩰

HAII GAISSS ...
MAAF YA KALAU CHAPTER NYA AMBURADUL.
JANGAN LUPA VOTE DAN KOMEN TERUS YA!!

-with love, cyza🎀

Let me be a ballerina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang