1. Pelarian

26 2 0
                                    

Disclaimer :

The story is 100% fictional and has nothing to do with real life. All names, characters, professions, places, events, etc., are purely the author's imagination and have no connection to real life. Jadi, bijaklah dalam membaca cerita ini dan jangan membawanya ke kehidupan nyata yang bisa merugikan orang lain. 

******

Suram adalah kata akurat untuk mewakili suasana malam di Dago, daerah selatan pinggiran kota. Aura mencekam begitu terasa sepanjang langkah laki-laki berwajah lebam menyusuri jalanan aspal yang membawanya entah kemana.

Perpaduan antara sunyi, lenggang, dan tenang dari daerah Dago adalah alasan utama dia memilih menapak jalanan ini. Tetapi rupanya realita memang tak seindah ekspektasi, hawa dingin dan pekatnya malam mampu menjelma teror tak kasat mata. Pantas saja sedari awal memasuki kawasan ini pundaknya meremang.

Di tambah lagi terdapat rumor mengatakan kawasan Dago ialah sarang para penjahat bayangan. Entah dalam wujud apapun, laki-laki yang diketahui berjaket leather itu berharap penjahat tidak menampakkan batang hidungnya sekarang. Pasalnya, dia malas meladeni pergulatan setelah kehilangan harga diri.

"Shit! Tau gini gue gak bakal terima taruhan si Brengsek. Motor mahal pula." sesalnya sambil meninju udara.

Tiba-tiba dari arah timur muncul cahaya mobil yang menyilaukan pandangan. Tangannya sontak menutupi sebagian wajah lebam itu. Dia mengernyit tanda waspada jika itu adalah ancaman bahaya karena pikirnya mana mungkin terdapat kendaraan yang berani melewati Dago selarut ini.

"Are you lost, kid?" tanya pengemudi mobil dengan topi yang hampir menutupi seluruh wajahnya.

Penampakan tersebut memang berwujud manusia namun jika dilihat dari penampilan dia tidak meyakinkan. Rambut gondrong, noda darah di pakaian, dan bekas luka sayat di tangan kanan.

Lantas sebagai jawaban dia menunjukkan raut tidak bersahabat. "Aku tidak butuh bantuan Anda." jawabnya datar.

Pria tua di dalam mobil tampak terkekeh yang entah kenapa membuat anak laki-laki itu merasa seperti diremehkan.

"Kau yakin nak? Lihatlah arah jam 6, ada segerombol motor yang dari tadi mengikutimu. Mereka musuhmu, bukan?"

Sang lawan bicara berdecih setelah melihat eksistensi yang dimaksud, "Udah gue duga, mana mungkin mereka bisa biarin gue hidup tenang." katanya lirih.

"Come on, masih ingin sampai jalanmu pincang? Dalam hitungan ketiga jika kau tidak mau menerima bantuan pria tua ini. Maka kau akan ku tinggalkan." timpalnya dengan raut wajah serius.

Meskipun laki-laki muda sempat ragu sesaat namun setelah merasa tubuhnya kian remuk maka dia putuskan untuk masuk ke dalam mobil keluaran tahun lama itu.

B 1868 LK. Nomor plat mobil yang menurutnya perlu diingat untuk berjaga-jaga.

...

10 menit telah berlalu dengan si pengemudi dan penumpang yang sama-sama terdiam.

"Arjuna. Nama yang menarik." puji pria tua memecah keheningan.

"Bagaimana kau tahu namaku?"

"Bodoh. Lihat dirimu, seragam yang kau kenakan masih lengkap. Saranku jika ingin terlihat baik oleh ibumu, bersihkan dulu badanmu. Kau tidak ingin di cap sebagai berandal, bukan?" kata pria tua seolah mengerti jalan pikirnya.

"Jangan sok tahu. Kau hanya orang asing yang tidak akan pernah mengerti." balasnya ketus.

Pria tua tersenyum lagi. Sumpah mulai detik ini pula, dia benci senyum itu.

Sebelas MaretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang