"Jika rintik hujan tak mampu menghapus sedihku, maka aku berharap matahari datang esok hari membawa mimpi baru."
Mega Lisnia Ayu
****
Beberapa tahun sebelum kejadian tersebut..
Flashback :
Rinai hujan di sore hari yang ramai. Suara rintiknya bersahutan dengan kicauan burung yang merdu, menenangkan hati. Angin berhembus menerpa kulit dan menampar daun-daun di pohon yang menjulang.
Di tengah gemericik hujan, Kafe Waterland Rainbow tetap ramai oleh pengunjung, terutama para penggemar K-pop. Kafe dengan tema unik ini menyajikan pemandangan air mancur pelangi yang memukau. Makanan dan minumannya pun tidak kalah menarik, dengan menu favorit seperti Kimchi Jjigae, Kalguksu, dan hidangan lokal seperti bakso dan soto.
Kafe ini sudah berdiri sejak empat tahun yang lalu, didirikan oleh Hilma Elfahmi, seorang gadis berusia 20 tahun. Empat tahun sebelumnya, Hilma dan sebelas temannya yang masih SMA memulai bisnis mereka dari hasil misi yang telah mereka selesaikan. Kini, bisnis mereka berkembang pesat, termasuk perusahaan Flower Light yang bergerak di berbagai bidang seperti beladiri, traveling, makanan, musik, kesehatan, pendidikan, dan pakaian.
Tidak banyak yang tahu bahwa pemilik sebenarnya dari perusahaan besar ini adalah kedua belas gadis tersebut. Richard, yang dikenal sebagai Chen Xing, dan Alex adalah dua orang yang tahu rahasia mereka. Richard dikenal sebagai pemilik perusahaan besar itu, padahal sebenarnya, ia hanya tangan kanan setia. Kedua belas gadis itu bekerja di balik layar, memastikan segala sesuatunya berjalan sempurna.
Di sebuah meja dekat jendela, kedua belas gadis itu tengah menikmati makanan mereka. Mereka adalah tokoh utama dalam cerita ini.
"Ah~ ini benar-benar nikmat!! Ei tidak akan pernah bosan untuk memakannya," seru Sherly.
Riska menggeleng, "Pelan-pelan, Ei! Keselek baru tahu rasa," katanya geli melihat cara makan Sherly yang seperti anak kecil, berantakan.
Sherly mengabaikannya, tetap makan dengan lahap. Namun, matanya tanpa sengaja melihat seorang pemuda duduk dua meja di depannya. Tiba-tiba, ia tersedak.
"Uhuk uhuk..."
"Tuh kan, sudah kubilang. Ngelen sih," gemas Riska, ingin sekali menabok Sherly detik itu juga.
Sherly menepuk-nepuk dadanya, rasanya mau mati. Novi cepat-cepat memberinya minuman. Dengan tergesa, Sherly menghabiskan minuman itu, tapi malah lidahnya terasa terbakar.
"Ah!! Pedas!!" seru Sherly, mengibaskan tangan di depan mulutnya, berharap rasa pedas itu hilang. Wajahnya seketika berubah merah.
"Pedas?" tanya Novi bingung.
"Hahahaha!" tawa Nia menggelegar. "Vi, lu mau ngebunuh tuh bocil? Hahaha," lanjutnya sambil memegang perutnya.
Novi kebingungan. Nia menunjuk ke arah minuman yang dipegang Sherly. Yang lainnya ikut menengok dan tertawa terbahak-bahak.
Ternyata air yang diberi Novi bukanlah air minum, melainkan cuka pempek milik Nia. Sherly memasang muka melas dengan wajah merahnya.
"Ngakak coy!" seru Milda.
"Sudah, haha, kasihan Sherly. Lihat noh, anak itu sudah kayak mau berak," kata Vani, membuat wajah Sherly semakin ditekuk.
Kesebelas gadis itu berhenti tertawa, namun sesekali mereka masih tertawa pelan, merasa melihat Sherly ternistakan adalah hadiah bagi mereka. Terutama bagi Riska dan Mega, yang selalu dibikin ribet oleh Sherly.
"Ekhem... tidak terasa ya, waktu berlalu dengan cepat. Sudah enam tahun sejak kita pertama kali bertemu," kata Novi, menelungkupkan kedua tangannya di atas meja.
"Kau benar," kata Milda, menghela napas. "Padahal waktu itu kalian benar-benar asing."
Para gadis itu mengingat kembali enam tahun lalu, ketika mereka bertemu di depan mushola pada sore hari. Pertemuan itu menjadi awal dari kisah persahabatan mereka.
Sonia, Pipah, dan Leha tersenyum. Mereka tahu bagaimana awal pertemuan mereka dan berbagai kejadian tak terduga yang telah mereka alami, bahkan menghadapi kematian bersama.
Hilma menyeruput tehnya dan tersenyum tipis, merasa senang bisa merasakan kebersamaan ini. Orang luar mungkin melihat Hilma sebagai gadis yang cuek, tetapi sebenarnya ia sangat perhatian.
Brak!
Nia menggeprak meja, "Oh ya, gua lupa," serunya.
Byurr!
Saking kagetnya, Sherly menyemburkan cairan merah soda dari mulutnya ke muka Riska dan Mega yang duduk di depannya. Riska dan Mega sweatdrop. Kedua gadis itu mengambil tisu dan mengelap wajah mereka, memandang sinis Sherly yang tidak peka.
Nia mengobrak-abrik tasnya mencari sesuatu. "Nah, ini dia. Ada undangan buat lu pada."
Sherly mengambil undangan itu dengan mata berbinar, "Anjay, lu mau kawin tah te Nia?"
Nia, yang speechless, dalam hati ingin menggeplak kepala Sherly.
"Tu undangan bukan punya gua, tapi..." Nia menatap Mega dan menghela napas, "Itu punya Arif. Teman MTS kita dulu."
Mega memegang undangan itu dengan tangan bergetar. Wajahnya sedih, seperti yang dilihat oleh Milda. Milda membaca undangan itu dan terkejut melihat nama Arif Dwi Cahyadi dan Nur Hasanah. Dia langsung menengok ke arah Mega yang tampak terkejut.
Milda menghela napas, "Hah~ apa kalian akan datang?" tanyanya pelan, pandangannya tetap pada Mega yang berusaha menahan tangis.
Mega meremas bajunya, memejamkan mata dan menghela napas untuk mengontrol emosinya. "Sepertinya Mega tidak datang. Mega akan menitipkan hadiahnya pada kalian," katanya, kemudian bangkit dan pamit pergi.
"Assalamualaikum."
"Waalikumsalam."
Milda dan Nia saling menatap, kemudian menatap kepergian Mega dengan sendu.
.
.Di tempat lain, seorang pemuda tengah memiting baju pernikahannya bersama calon istrinya.
"Arif, ada apa? Apa ada masalah? Mengapa kau melamun?" tanya Hasanah, menatap Arif yang murung.
Arif terkejut, lalu tersenyum dan memeluk Hasanah. "Tidak ada. Hanya terpana melihat kecantikanmu," katanya, meski dalam hati merasa bersalah pada gadis baik itu.
Hasanah melihat senyumnya dengan sedih. Dia tahu Arif mencintai perempuan lain sejak MTS. Namun, dia ingin egois kali ini saja. Hasanah ingin Arif hanya untuk dirinya, tubuh dan hatinya.
Keduanya saling bertatapan dan tersenyum.
Maafkan gua Hasanah, gua memang pria brengsek yang mencintai perempuan lain sementara lu adalah calon gua, batin Arif.
Arif, aku yakin bisa membuatmu sepenuhnya jatuh cinta padaku. Dan maaf jika aku egois, pikir Hasanah.
.
.Mega keluar dari kafe, menatap langit yang tengah hujan. Air matanya turun, menangis di bawah guyuran hujan. Mega memegang dadanya yang sakit, perasaannya kacau.
"Jika rintik hujan tak mampu menghapus sedihku, maka aku berharap matahari datang esok hari membawa mimpi baru." lirihnya sedih..
.
.
.
.
.Sabtu, 15 Juni 2024
Next..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Twelve Maidens Revived : Love & Mystery
Romance9 tahun telah berlalu. Kini kedua belas gadis remaja telah dewasa, mencari cinta sejati yang selama ini tak disadari berada begitu dekat. Namun, rintangan seperti rasa benci dan restu orang tua menghalangi langkah mereka menuju cinta. Yang lebih m...