LAUTAN DAN KAMU

7 3 0
                                    

Happy Reading

Aku memandang laut di depanku, tentang keindahan tiada tara liquid biru tanpa batas yang begitu banyak dijadikan perumpamaan tentang cinta tanpa akhir yang di rasakan mereka si pemilik teman hidup terbaik. Aku kali ini menunggu, menunggu hadir akan waktu yang telah hilang, terlalu puitis, aku hanya menunggu seseorang yang datang dengan senyuman terhangat yang jarang di perlihatkan padaku.

"Sudah lama?" aku tersenyum dan mengangguk, tidak ingin berniat berbohong dengan mengatakan baru saja tiba seperti banyak adegan film romantis di mana si wanita akan mengatakan ia baru saja sampai karena rasa gengsi yang berlebih.

"masih sulit untuk menemuiku?" kali ini giliran ia yang tersenyum padaku, pria itu duduk di sampingku.

"tidak, aku hanya tidak tahu harus bagaimana"

"aku tidak tahu harus memulai hal ini dari mana, memanggilmu membutuhkan banyak keberanian dan keyakinan yang kuat" ia terkekeh mendengar perkataanku, atas fakta di mana aku yang menahan ia begitu lama di dalam dunia yang begitu baru ini, akan sangat lucu bila aku mengatakan sulit bagiku mengumpulkan keberanian untuk bertemu dengannya.

Suara ombak terdengar cukup ribut. Tapi itu sama sekali tak mengganggu, aku salah satu penggemar paling fanatik akan suara musik alami dari liquid biru tanpa batas di depan kami.

"kau akan terbiasa, tanpa aku"

"ya, aku harap juga begitu" aku menatapnya lekat, setiap sudut wajahnya yang terus terbayang di seluruh waktu yang kumiliki sejauh ini, dalam setiap tempat yang bahkan tak memiliki sangkut paut dengannya tapi entah bagaimana selalu mampu mengingatkan ku pada sosok pria bertubuh tinggi dan wajah asia yang entah bagaimana begitu candu untuk ku pandang setiap kesempatan yang aku punya.

"kau tahu melupakan tidak mudah, bukan?" ia mengangguk, menatapku dengan, entahlah, aku tak pernah mengerti raut wajahnya yang penuh misteri, atau mungkin lebih tepatnya aku yang menolak paham karena rasa takut dan rendah diri yang begitu dalam.

"kenapa tempat ini?" ia bertanya tentang hal yang pasti. Kenapa lautan, kenapa pantai bebatuan, kenapa hamparan luas yang begitu dalam, karena aku selalu ingin pulang ke sini. Berlebihan kata mereka, padahal tak sesakit itu, padahal lautan hanya hamparan kosong nan dingin yang begitu menyeramkan. Tapi entahlah, membayangkan bahwa akhirnya aku akan di peluk oleh lautan yang begitu luas entah bagaimana menjadi candu untuk ku bayangkan berulang-ulang.

"menyukai laut tidak ada sangkut pautnya dengan menyukaimu atau sebaliknya bila kau menduga begitu, Ocean" ya,nama pria itu adalah Ocean, banyak yang memanggilnya Sean, aku pun begitu.

"Jangan membaca pikiranku" aku tertawa berikutnya. Aku bukan cenayang, aku yakin semua orang juga terkadang cukup peka sepertiku.

Setelah selesai dengan tawa ku, aku mulai kembali memandang laut. Aku selalu berangan-angan tentang menggunakan gaun putih kebiruan di ujungnya yang begitu ringan,sederhana dan indah lalu rambut panjang sedikit bergelombang yang berkilau cantik di terpa angin, aku membayangkan diriku begitu di pinggir laut, entah mengapa terasa sangat bebas.

"ini bukan keinginan kekanakan seperti ingin menjadi mahkluk setengah ikan dan setengah manusia yang bila menangis akan mengeluarkan mutiara. Aku hanya merasa akan menyenangkan bersatu dengan lautan" aku melihat ke arah Sean sekilas dan mengetahui ia ikut memandangi lautan di depan kami.

"dingin, gelap dan hampa" aku tersenyum, kebanyakan orang akan melihat sisi buruk lautan. Kau akan melihat sisi tergelapnya bila kau hanya fokus pada gelap dan kau akan melihat terangnya bila kau mau melihatnya, menurutku begitu.

"apa bedanya dengan aku?"

"jangan tanyakan hal konyol Cella" aku terkekeh, jarang sekali seorang Sean menyebut namaku. Kami terdiam dan hanya membiarkan suara ombak yang memenuhi pendengaran, aku berpikir tentang bagaimana mengakhiri sesuatu tanpa perlu saling menyakiti.

SHORT STORYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang