plak!
Sebuah tamparan keras mengenai pipi anak mungil berusia 5 tahun ini. Mark dan Renjun yang mendengar itu pun menoleh ke arah sumber suara. Mereka terkejut mendapati pemandangan di dekat mereka ini, bagaimana tidak? Sang ayah tiba-tiba menampar pipi adiknya itu hingga adiknya terjatuh ke lantai. Namun, bukannya menangis, Jaemin malah menunduk dan terdiam, tidak berani menatap sang ayah.
"Ayah—" belum juga Renjun selesai berbicara, sang ayah telah lebih dulu menendang perut Jaemin keras hingga sang empu terbatuk-batuk. Manik keduanya sontak terbelalak melihat kejadian itu, mereka tidak menyangka ayahnya akan bertindak sejauh itu kepada Jaemin yang statusnya masih anak kecil.
"Nana!" tanpa memperdulikan ayahnya, Mark berlari menghampiri adiknya yang tergeletak didepan ayahnya. Ia bergegas menggendong adiknya dan langsung membawanya pergi ke kamar, meninggalkan sang ayah berdua bersama Renjun.
"Ayah, ada apa? Kenapa ayah tiba-tiba memukul Nana?" Renjun berdiri dan mendekati sang ayah, menatapnya dengan tatapan kesal dan sedih. Dirinya sedang menahan diri agar tidak kelepasan dan berteriak di depan ayahnya. Ia sebisa mungkin menjadi anak yang sopan dan tidak durhaka, memberikan contoh yang baik untuk seluruh adik-adiknya.
Bukannya menjawab, ayahnya hanya diam saja. Renjun yang menunggu respon pun hanya terdiam di dekatnya, melirik kedua tangannya yang terkepal. Renjun sudah siap mengeluarkan pertanyaan lagi, tetapi ayahnya sudah terlebih dahulu berjalan menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Renjun yang melihat itu hanya bisa menghela nafas dan terdiam. Dirinya memutuskan untuk pergi menghampiri adik dan kakak satu-satunya.
tok.. tok.. tok..
"Bang?" bisik Renjun yang mengintip kamar adik ketiganya. "Abang ijin masuk ya" tanpa menunggu jawaban, Renjun langsung masuk dan menutup pintu kamar adiknya itu dan perlahan, lalu berjalan mendekati kasur.
Renjun hanya bisa terdiam, menatap adik kesayangannya dengan tatapan sendu. Melihat sang adik dengan luka abu, hanya terdiam dengan tatapan kosong saat diobati oleh Mark membuat hatinya terasa sangat sakit, dirinya benar-benar merasa gagal sebagai seorang kakak.
Sesungguhnya ini bukan pertama kalinya mereka melihat pemandangan seperti ini. Ayahnya memang sering sekali bermain fisik kepada adiknya yang satu ini. Entah kenapa, sang ayah sangat tidak menyukai kehadiran Jaemin. Seolah-olah Jaemin adalah anak tirinya, sang ayah selalu meluapkan emosinya kepada bocah 5 tahun itu.
Berbeda dengan Chenle dan Jisung, sang ayah justru sangat menyayangi mereka berdua. Ayahnya selalu memanjakan keduanya saat tidak sibuk dengan pekerjaan, dan bahkan masih sempat memanjakan dirinya dan ketiga saudaranya. Namun, tidak dengan Jaemin, adiknya itu tidak pernah merasakan kasih sayang dari ayah ataupun bunda. Sebenarnya Renjun tidak tega melihat sang adik yang hanya bisa terdiam dan melihat dari jauh. Terkadang Ia berusaha mencoba untuk membujuk sang ayah, tetapi usahanya tidak pernah berhasil.
Walaupun Jaemin tidak pernah dianggap dan sering mendapatkan perilaku buruk, Ia tidak pernah sekalipun menolak atau membantah. Ia tidak pernah melawan ataupun menangis. Ia hanya terdiam dan membiarkan semua pukulan itu mengenai dirinya. Ia juga tidak pernah meminta pengobatan atau bantuan kepada saudara-saudaranya. Ia seperti tidak ingin membuat kakak-kakaknya terlibat dan merepotkan mereka. Tetapi, saudaranya dengan senang hati pasti akan mengobatinya. Ya, karena usianya masih muda, Ia tidak paham dengan obat maupun salep yang ada.
Selama pengobatan, Mark dan Renjun terdiam, begitu juga dengan Jaemin. Suasana kamar Jaemin sunyi. Bahkan, suara kendaraan dari luar dapat terdengar dengan jelas. Sungguh, Mark tidak bisa berpikir. Bisa-bisanya ayahnya itu dengan mudahnya main fisik kepada adiknya, terlebih adiknya ini masih kecil. Tega sekali ayahnya tanpa bersalah menyakiti bocah polos berusia 5 tahun.
"Nana, apa masih ada yang sakit? Coba bilang ke abang" tanya Mark halus sambil mengusap pelan tangan adiknya. Raut wajahnya terlihat khawatir. Sedari tadi, Jaemin hanya terdiam, meremas ujung selimut dan menatapnya dengan tatapan yang kosong. Seperti tidak ada kehidupan ataupun semangat di dalamnya.
"Adek.. Bang Jun boleh bobo disini bareng adek?" tanya Renjun sambil mengusap kepala sang adik dengan pelan. Sang empu hanya mengangguk-angguk pelan sebagai balasan, tanpa mengucapkan apapun.
"Bang Mar juga boleh tidak?" lagi-lagi Jaemin hanya mengangguk-angguk pelan. Masih dengan tatapan kosongnya. Bahkan sang adik tidak menatap mereka sama sekali.
Mark dan Renjun menaiki kasur dan memposisikan diri mereka di kanan dan kiri Jaemin, memeluk dirinya di tengah dengan erat seolah-olah dirinya akan kabur. Mereka mengucapkan selamat malam, tidak lupa mengecup dahi sang adik sebelum akhirnya pergi ke alam mimpi bersama.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.haii haii, makasi banyak ya sudah mau baca cerita karyaku, kalo ada salah kata, keanehan dalam cerita, atau bahkan kemiripan dalam cerita dan karakter aku minta maaf ya karena ini pertama kalinya aku menulis cerita. semoga kalian suka ya sama cerita ini! anyways, see you in the next update, have a great day everyone <3
-Rey.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You, Nana || Na Jaemin
FanfictionTentang Lee Jaemin, anak kelima keluarga Lee, sosok remaja yang menyimpan banyak luka selama hidupnya. Nana, seorang adik dan kakak yang menjadi rumah ternyaman untuk ke-6 saudaranya. "Na, terima kasih sudah mau bertahan selama ini. Sekarang, gilira...