00. how dare;

73 17 0
                                    

"... you call me, ale?"

Gedung jenggala timur adalah salah satu bangunan sekolah; dimana kelas sains berada. Hampir seluruh siswa ataupun siswi di area tersebut biasa menghabiskan waktu istirahat mereka di kelas dengan memakan bekal masing-masing.

Tapi tidak untuk hari ini. Dimana seluruh kelas sains serempak mendapatkan ujian harian kimia dadakan, kelas ikut mendadak kosong saat jam istirahat kedua tiba. Ini seperti sebuah ritual untuk menyegarkan pikiran sebelum kembali bertempur di jam pelajaran kelima dan seterusnya, sampai pulang.

Alezra, atau lebih suka dipanggil Ezra itu menjadi salah satu orang yang tersisa di lantai dua—area khusus kelas sains 11. Sebagai seorang ketua kelas di sains 11-1 dirinya memiliki tanggung jawab untuk mengecek kelas secara berkala. Apalagi setelah pagi tadi sekotak susu coklat ukuran 1 liter tumpah mengotori lantai kelas.

Ezra harus memastikan bahwa noda bekas susu itu sudah benar-benar hilang sebelum guru fisika yang terkenal killer di kalangan anak sains itu datang; mengisi jam terakhir di kelasnya hari ini.

Ezra adalah ketua kelas kebanggaan sains 11-1 yang dapat di andalkan dengan bahu lebar yang nyaman untuk dijadikan sandaran.

Kurang lebih seperti itulah perkataan Givano, anak dari kelas sosial yang sering nyasar ke kelas sains cuman untuk mengunjungi Ezra yang suka mageran di kelas. Sekarang saja cowok itu sedang asik menyantap ketoprak yang baru dibelinya tadi di depan sekolah.

"Daritadi gak kelar-kelar lo liatin tuh lantai. Ngopi sini. Gue abis denger gosip baru pas ngantri ketoprak tadi," seru Givano dalam keadaan pipi yang mengembung; penuh dengan lontong dari ketoprak yang dia makan.

"Makan aja dulu yang bener," cetus seorang cowok cindo dengan kacamata tanpa bingkai yang sengaja dipakai. "Gosip gak bikin lo kenyang," tambahnya menoyor kepala Givano tanpa beban.

Itu Rafael; yang ringan tangan dengan kesabarannya setipis tisu dibagi tujuh. Gak sekali, dua kali tangan itu melayang bebas. Dan yang selalu menjadi korban; Givano bersama segala tingkahnya.

Jangan salah. Cowok emosian itu calon pewaris perusahaan keluarga yang punya fanbase; dengan anggota penggemar ratusan lebih.

Biasalah.. kapten basket.

"Sakit njir," Givano meringis. Namun sepersekian detik wajahnya berubah sumringah kala seseorang masuk ke dalam kelas dengan dua kotak bekal kosong di tangan.

Seseorang yang juga bagian dari pertemanan absurd mereka, dengan rambut gondrong dan gender yang masih sama. Bukannya masuk ke dalam kelas, malah menatap Ezra dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Kenapa?" tanya Ezra masih betah berdiri di depan kelas, tepat berada di lantai yang kena tumpahan susu tadi.

"Samudra, jangan lempeng-lempeng amat itu muka! Kan abis lunch bareng ayang, harus seneng dong!" celetuk Givano enteng. Namun sebelum kembali berulah, Rafael yang duduk di sebelahnya langsung menjejal paksa kerupuk ke dalam mulutnya. "Makan! Bukan bacot!"

Cowok yang masih berdiri di ambang pintu kelas itu, tertawa lepas; membuang wajah lempeng-nya yang diprotes Givano tadi. Namanya Samudra, siswa pindahan pada tahun ajaran baru kemarin yang rutinitas makan siangnya masih bertumpu dengan bekal dari sang ibu.

Tidak hanya itu. Dia selalu membawa bekal dan memakannya bersama seorang cewek yang berada di kelas yang sama. Katanya, cewek itu cuman tetangga yang kebetulan satu sekolah.

"Tadi yang habis ngepel siapa?" tanya Samudra baru melangkah masuk ke dalam kelas. "Itu bekasnya belum diberesin di depan kelas. Gak takut jatuh terus kena orang?" lanjutnya panjang.

2TROUBLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang