04. Bad Lucky Day

62 15 0
                                    

Menatap kosong selembar kertas hasil ulangan harian fisika hari ini, senyuman Ezra pudar karena nilai yang ia dapatkan tidak sempurna hanya karena satu soal.

Padahal Ezra sudah yakin mengisinya dengan benar tapi begitu hasilnya keluar, salah satu dan itu hanya karena satu angka.

"Salah satu lagi?" Rafael yang duduk di sebelahnya bertanya. Dan Ezra menjawab dalam anggukan malas sambil melirik kertas milik temannya itu.

Seperti biasa; hasil ulangan harian Rafael selalu sempurna, tidak pernah kurang sedikitpun. Sedangkan untuk kali ketiga di hari ini, Ezra kehilangan satu poin untuk nilai sempurna kebanggaannya.

"Lo lagi ada masalah, atau sakit?" Rafael bertanya lagi. Ezra menghela nafasnya berat, lalu bertopang dagu dan memalingkan wajah keluar jendela.

"Pusing dikit aja sih," jawabnya acuh.

Mengedarkan netranya ke seluruh penjuru kelas yang hanya menyisakan dirinya dan Rafael, Ezra menghela nafas berat lalu menyandarkan tubuhnya ke bangku dengan kedua tangan yang dilipat ke belakang dijadikan sebagai bantalan.

Kini manik kecoklatan miliknya menatap kosong langit-langit ruangan kelas yang membosankan. Namun Ezra betah berlama-lama untuk sekedar melepas beban dan penat di kepalanya.

"Adek."

Panggilan khas, dan suara yang terlalu familiar itu terdengar menyebalkan. Meski begitu, Ezra tetap berusaha menegakkan tubuhnya untuk sekedar melihat kakanya, sang pemilik suara yang sudah berada di depan mejanya dengan senyuman yang melengkung sempurna.

"Kenapa?" Ezra bertanya acuh. Tapi tetap menatap Irza penuh. "Gue udah baca pesan dari Mama kok," ungkapnya.

"Bagus," ucap Irza mengusak lembut rambut Ezra. "Karena hari ini pulang cepat, adek bisa tunggu abang sampai selesai rapat kan?" lanjutnya bertanya.

Ezra mengerjap pelan, namun tak lama mengangguk ragu.

"Rapatnya gak lama kok. Tapi nanti sebelum pulang temenin abang ke rumah Audrey dulu, ya?"

"Ya—apa tadi?"

"Temenin abang ke rumah Audrey."

"Ngapain ke rumah dia?" tanya Ezra sewot. "Emangnya gak cukup seharian di sekolah ketemu sama dia?"

Ezra menatap Irza tajam. Padahal hari ini sangat tenang, karena tidak melihat cewek nyebelin itu dan tidak ada Givano yang selalu membahasnya.

Tapi abang yang sudah Ezra kenal dari pertama kali lahir ke dunia ini menyebut nama cewek itu tanpa beban. Bahkan sampai ingin datang bertamu, dan membawa dirinya yang sangat membenci cewek itu.

Oh, shit. Dunia sebercanda ini kah?

"Hari ini Audrey sakit. Katanya demam tinggi. Abang mau jenguk." Irza menjawab singkat dalam kuluman senyum tipis.

"Sakit? Hari ini dia gak masuk?" Ezra bertanya untuk memastikan sembari mencerna kabar yang baru masuk ke dalam kepalanya.

"Iya."

Meskipun terkejut dan merasa sedikit jahat, itu tetap kabar baik untuk Ezra. Karena dirinya tidak perlu susah payah menahan diri tidak keluar dari kelas untuk menghindari cewek itu.

Ezra berdiri dari bangkunya dengan senyuman yang mengembang sempurna. "Laper," gumamnya berjalan pergi begitu saja keluar kelas.

Menghentikan sebentar langkahnya di ambang pintu, Ezra menoleh sebentar ke belakang menatap sang kakak yang juga menatapnya. "Gue mau pulang duluan. Abang pergi sendiri aja," ucapnya.

Setelah mengatakan ketidaksediaannya untuk menemani Irza menjenguk Audrey, Ezra langsung pergi dari kelas dengan langkah ringan namun lamban.

Ezra sama sekali tidak memperhatikan anak tangga yang ia turuni, karena atensinya bermain kesana kemari memperhatikan sebuah pohon keramat yang menjulang besar di depan gedung kelasnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 10 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

2TROUBLOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang