Hari ini mungkin hari biasa bagi Alan dan Alin. Kelas pagi, teriakan penggemar cewek mereka dari parkiran, gossipan gerombolan cewek di pagi hari, dan ke-absurdan Dirga-teman partners in crime nya di kampus-.
"Hei, Alin lu tahu gak kalo ada adik gue yang masuk sini tapi lu tahu kan gue jadi panitia maba tahun ini" Kata Dirga yang tiba-tiba kepada Alin yang duduk di bangku sebelahnya.
"Jadi maksud lu, lu mau gue juga ikut panitia maba tahun ini biar ide kejahilan lo buat adek lo itu berhasil? " Tanya Alin yang menebak isi pikiran dari sohibnya itu.
"Nah iya, makanya ayo ikut gue gabung panitia yak. Erlan juga mau ikut? " Tanya Dirga sambil melirik Erlan yang duduk disebelah Alin. Alan hanya menganggukkan kepalanya setuju dengan tak acuh dan kembali ke ponselnya.
"Dimana pendaftarannya? " Tanya Alin lagi berusaha membangkitkan topik.
Dirga merogoh isi tasnya yang membuat Alin menatapnya dengan heran, mana mungkin kan stand pendaftaran pengurus maba ada di tasnya Dirga? Pikir Alin. Dirga mengeluarkan dua lembar kertas dan menyerahkannya kepada Alin dan Alan.
"Gue dah ngira kalian gak bakal nolak ajakan gue makanya waktu gue ngambil formulir, gue sekalian ngambilin buat lo pada" Jawab Dirga dengan sombongnya seolah-olah mengatakan bahwa baik kan perlakuan yang ia berikan.
"Baiklah Terima kasih Dirga" Balas Alin dengan senyuman, bused seorang Halilintar tersenyum di kehidupan keduanya menandakan betapa bahagianya sang sulung sekarang.
***
Disisi lain, hari ini adalah hari kelulusan Blaze dan Ice dari jenjang SMA. Wisuda ini dihadiri oleh seluruh elemental terkecuali sang sulung tentu saja. Ice hanya menatap wisudawan lain yang nampak bahagia sambil menyoretkan kata-kata perpisahan di seragam OSIS temannya. Sementara seragam OSIS Ice masih bersih dari coretan, ia memang tidak memiliki teman dekat sejak abangnya pergi.
"Ice! Senyum! Kita dah masuk dunia perkuliahan habis ini! " Seru Blaze sambil menyoretkan kata-kata yang bikin naik darah di seragam Ice.
"Ayo bangun polar bear, gak ada waktu buat hibernasi saat kuliah! "
"Gak usah coret baju gue Aze" Kata Ice tanpa mengalihkan perhatiannya dari kata-kata yang dituliskan Blaze tepat di lengan kirinya.
"Oh ayolah! Lihat gue! Penuh coretan! " Seru Blaze sambil menunjuk seragamnya yang penuh dengan coretan dari kerah hingga ujung celananya.
Memang, Blaze lebih aktif dari dirinya. Tidak heran jika Blaze punya banyak teman dibandingkan dirinya, mungkin ia hanya kenal sebatas nama, gak lebih. Justru Ice lebih semangat untuk menjalankan kuliahnya di Univ Monsta, ia tidak sabar untuk bertemu dengan abangnya untuk melepas rindu. Walaupun ia harus melewati satu setengah bulan liburan kenaikan, ia akan tetap sabar demi bertemu abangnya, ia juga tidak boleh terlalu semangat agar tidak menimbulkan kecurigaan dari keluarganya.
Ice hanya berjalan santai melewati aula yang ramai karena para siswa lain melepas perpisahan sebelum masuk dunia perkuliahan. Ia menghampiri saudaranya yang lain yang sedang duduk di kursi tribun dan mengambil permen kesukaannya dari kantung celana.
"Ice, lo gak ikut Aze disana? " Tanya Gempa yang menyadari Ice malah duduk santai di dekatnya, bukan di aula yang seharusnya para siswa yang wisuda berada.
"Gak, males dan ngantuk" Jawab Ice singkat sambil menurunkan lidah topi nya untuk menutupi wajahnya.
Gempa hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah Ice yang sudah malas akut ini. Ia kembali melemparkan pandangannya pada pintu masuk utama aula yang terbuka lebar. Seketika badannya membeku saat Ia melihat tubuh yang berdiri di pintu aula.
"Bang... Hali...? " Gumam Gempa terkejut.
Taufan dan Ice yang berada di kanan dan kiri Gempa juga mendengarkan gumaman Gempa ya pasti terkejut juga. Mereka melemparkan pandangan kearah yang mengambil atensi Gempa sehingga mereka berdua juga membeku ditempat.
Taufan yang pertama tersadar dari keterkejutan langsung melompat dari tribun untuk ke pintu utama aula. Tidak salah lagi, itu pasti Halilintar.
Ice dan Gempa yang melihat Taufan sudah berlari ke pintu utama juga ikut berlari mengundang perhatian dari saudaranya yang lain."Ngapain?! Kak Gem! Kak Taufan! Ice! " Teriak Solar saat melihat mereka berlari ke pintu utama aula.
Sementara Halilintar yang niatnya untuk melihat kelulusan kedua adik kembarnya itu seketika panik tidak karuan. Ia berlari cepat meninggalkan aula sebelum Taufan berhasil mencegahnya.
"Gawat! Kalo gue ketahuan gue harus jelasin apa ke mereka sattt!!! " Jerit Alin dalam hati dengan panik, Ia tidak menurunkan kecepatan berlarinya.
"Kenapa juga ini aula harus jauh dari parkiran motor sihh!? " Jerit Alin tambah panik saat ia melihat Taufan juga sudah berlari keluar dari aula mengejarnya.
"Bang Hali!? Tunggu upan!? " Panggil Taufan dari belakang, berusaha mengejar Alin sekuat tenaga.
Gempa dan Ice beserta saudaranya yang lain sudah keluar dari aula, Blaze juga ikut saat Taufan tadinya yang lari dari tribun di tengah aula tidak sengaja menabrak beberapa siswa termasuk dirinya sehingga ia ikut mengejar kakak keduanya itu.
"Kurungan tanah!? " Gempa memukul tanah dan membuat kurungan dari tanah untuk menghentikan Alin. Alin semakin panik saat ia menoleh dan mendapati Taufan sudah semakin mendekat ke arah dirinya. Ia merutuki kebodohannya, tidak menggunakan kuasa kilatnya untuk berlari dari hadapan Taufan.
"Bang Hali!? " Panggil Taufan yang sudah berjarak 3 langkah dari Alin. Alin yang melihat Taufan semakin gemetaran, ia mengangkat tangannya mengisyaratkan agar tidak mengambil langkah mendekat.
"Jangan dekat-dekat! " Peringat Alin yang sudah mengeluarkan tombak halilintarnya dan mengacungkan kearah Taufan dengan gemetar.
Taufan yang melihat betapa gemetarnya Alin saat berhadapan dengannya itu semakin membuat Taufan dirundung rasa bersalah. Para elemental yang lain juga berhenti tiga langkah dari Alin dengan tatapan sendu, terkecuali Ice yang menatap Alin dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
"Bang Hali, kami mau minta maaf" Ucap Gempa dengan menunduk. Sebenarnya ia tidak mempunyai niatan untuk memaksa Alin menerima permintaan maaf mereka, ia hanya ingin Alin tahu bahwa ia dan yang lainnya sudah benar-benar menyesal.
"Maaf kalian gak cukup buat balikin gue" Perkataan itu sontak membuat para elemental terkejut, termasuk Ice yang sudah membelalakkan matanya.
Alin mempererat cengkramannya pada tombaknya, ia menatap tajam satu persatu dari mantan saudaranya. Jeda sejenak sebelum Taufan kembali bersuara.
"Kita gak berharap bang Hali balik setelah apa yang sudah kita perbuat, kita cuma mau bang Hali maafin kita aja" Kata Taufan dengan menunduk, ia menahan mati-matian untuk air matanya tidak meluncur.
"Gue gak bisa maafin begitu saja setelah apa yang kalian lakukan" Ucap Alin sebelum berbalik dan menghancurkan kurungan tanah Gempa dengan sekali tebasan.
"Gue juga bukan Halilintar yang kalian kenal, Halilintar itu sudah lama mati " Ucapan terakhir Alin sebelum ia melesat dengan gerakan kilat menuju motornya di parkiran.
Tidak ada yang berniat untuk mencegah, mereka sudah berkecamuk dengan perkataan terakhir Alin. Thorn menangis sesegukan di bahu solar, Blaze berbalik dan pergi setelah mulai terisak, Taufan dan Gempa menangis sembari berpelukan, dan Ice yang menutup kepalanya dengan jaket favoritnya beserta lidah topi yang ia turunkan agar tidak kelihatan wajahnya, ia terisak tertahan dan tidak ingin ada yang melihatnya.
"Sekedar maaf gak cukup"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perihal Merelakan
Aléatoirepernah mendengar tentang merelakan orang yang pergi dan kembali dengan melupakan semua yang sudah kita lewati? biar kuberi tahu. itu adalah hal yang lebih menyakitkan ketimbang harus kehilangan diri sendiri. Halilintar Aksara Airlangga, apa yang a...