Nagisa berlari menerjang hujan bersama seorang remaja laki-laki lainnya. Jam ditangan menunjukkan pukul 00.45.
"Apa harus tengah malam begini kita pergi ke tempat tujuan mu? Besok kan bisa." Tanya remaja laki-laki tersebut.
"Ya, harus malam ini. Menunggu besok sama saja mempercepat waktu untuk mati."
Mereka berdua sudah seperti orang gila. Menerjang ujan tanpa payung sambil berbincang.
Di usia yang hampir menginjak 20 tahun ini Nagisa belum memperoleh kendaraan. Karena dia belum bisa mengendarai kendaraan manusia.
Padahal aslinya dia juga manusia, hanya karena terlalu terbiasa mengendarai kapal luar angkasa membuat Nagisa tidak mengerti konsep mengemudikan itu bagaimana.
"Aih sialan, tau begini aku tidak akan menerimanya ajakan aneh darimu meski di beri uang 10 juta sekalipun."
"Kalau begitu 20 juta."
"Hah? Tetap—"
"50 juta. Tutup mulutmu sekarang. Gunakan nanti saat aku minta berbicara."
"E-ehem kalau begitu ayo cepat!"
Nagisa mencibir. Remaja berambut merah itu sekarang terlihat lebih bersemangat untuk pergi dari pada Nagisa. Uang memang segalanya.
Di tempat lain yaitu di rumah tok Aba. Pada jam tengah malam ini tentu saja mereka sudah tertidur. Malam ini mereka memutuskan untuk tidur bersama di ruang tengah saja.
Bertemankan selimut panjang dan lebar milik Hali serta bantal di bawa dari kamar masing-masing mereka mengatur semua itu di karpet tebal berwarna abu-abu yang panjang, cukup untuk tempat tidur mereka bertujuh.
Tok Aba sudah tua, tidur di luar hanya akan membuat tubuh rentanya terkena penyakit. Jadi Gempa menyuruh dia untuk tidur di kamar saja. Meski dengan berat hati juga tidak rela, Atok Aba tetap menurut permintaan cucunya.
Tadi sebelum menentukan tempat tidur ada pertengkaran penuh drama. Dimana Thorn, Solar, Blaze, dan Ice berebut siapa yang dapat tidur di samping Taufan.
Singkatnya sih begini pertengkaran mereka tadi.
"Huwaaa pokoknya Thorn mau tidur di samping kak Upan!"
"Nggak! Ice duluan!" Ice menyargah. Dia mengubah posisi menjadi memeluk Taufan dari samping sepenuhnya lalu mengangkat kepala menatap Taufan dengan mata memohon. Mana sekarang dia sedang memakai baju tidur paus lagi.
Imut sekali!!
"E-eh?"
Taufan bingung bajunya ditarik-tarik oleh Thorn dan Ice. Ingin rasanya Taufan membelah badan menjadi dua agar kebagian semua tapi sayang dia itu meski spesial tetap saja manusia, yang kalau di belah dua akan mati juga.
"Haha maaf ya Thorn tapi Ice tadi udah minta duluan sama kakak.. jadi Thorn gantian ya..?"
Mata Thorn berlinang air mata bersamaan dengan pipinya yang mengembung lucu membuat Taufan tidak tahan melihat ke imutan adiknya. Tapi gimana lagi... Ice lebih imut..
KAMU SEDANG MEMBACA
Freedom
FanfictionHalilintar mendengar kan dongeng tentang mereka yang ibunya ceritakan pada Hali. Dengan nama Taufan menjadi akhir dari cerita itu, padahal di hidup mereka tidak ada nama tersebut.. lalu kenapa nama Taufan menjadi penutup sebuah cerita? Kenapa nama...