4

224 31 39
                                    

tw ; darah, kekerasan, kematian.


Jungkook baru selesai diskusi dengan mahasiswanya. Ketika ia melihat handphonenya, banyak panggilan dari adik iparnya yang tidak terjawab.

33 panggilan tidak terjawab.

Jungkook mengernyit. Tumben sekali. Mendadak perutnya mulas.

Baru saja akan mengirim pesan pada adiknya tersebut, adiknya lebih dulu mengirim pesan padanya.

Kak, bisa datang ke rumah ibu sekarang? Tolong...

Merasa ada yang tidak beres, Jungkook segera menghampiri rumah mertuanya. Mengingat ia juga tidak memiliki kelas mengajar setelah ini, jadi Jungkook tidak perlu izin kembali.

^

^

^

"Kenapa kamu pelit banget, sih?! Ini uang juga untuk biaya sekolah adik kamu!"

"Tapi aku juga sedang tidak memiliki uang sekarang, bu!!!" teriak si sulung. Nafasnya tidak beraturan. Tampilannya acak-acakan. Peluh keringat yang mengalir di dahi nampak jelas.

"Ya sudah cari, Jimin! Tambah lagi pekerjaanmu itu!" sentak yang paling tua.

"Kak, sudah ya. Tidak perlu mendengarkan ibu, hm? Ibu berbohong, sekolahku tidak sedang meminta biaya apapun. Kakak pergilah!"

Plak.

"TIDAK TAU DIRI! APA MAKSUDMU?! ANAK BODOH SEPERTIMU MANA TAU BIAYA SEKOLAH, SIALAN!"

Melihat si bungsu jatuh tersungkur akibat tamparan sang ibu, amarah Jimin memuncak. Dia menarik kerah sang ibu dan menyudutkan ibunya ke tembok, "CUKUP! IBU MAU UANG, KAN?! TUNGGU SAMPAI NANTI MALAM!"

Park Seojin— ibu Jimin menyentak tangan si sulung hingga cengkraman pada bajunya terlepas, "IBU BUTUH UANG ITU SEKARANG JIMIN! SEKARANG!"

"Kalau itu untuk adik aku, ibu tenang saja. Aku yang akan membayarnya nanti ke sekolah Hanni!" tukas Jimin. Dia pun menghampiri adiknya dan bertanya, "Mana yang sakit?" sambil membantu adiknya berdiri.

"Kak— maaf.."

"Tidak. Bukan salah kamu. Tidak ada yang perlu dimaafkan, karena kamu tidak ada salah.", jawab Jimin pelan sambil mengelus surai Hanni lembut, "Kamu ikut kakak saja, ya?"

"Jangan berani-beraninya kamu, Jimin!" suara sarat kemarahan itu terdengar.

"Selama ini ibu selalu meminta uang padaku untuk Hanni, kan? Ya sudah biarkan Hanni bersamaku, biar aku yang meenjaga Hanni!"

Jimin tidak tau dan tidak siap saat tiba-tiba sang ibu mendorongnya untuk menjauhi Hanni. Saat ini, Hanni berada di belakang tubuh ibunya, "Ibu tidak akan segan-segan untuk berbuat nekat jika kamu tidak membawakan uang untuk ibu sekarang juga!"

Jimin menghela nafas, "Nanti malam, bu! Aku sekarang tidak ada uang!"

"KERJA, JIMIN! KERJA, BEKERJA!" jerit Seojin seperti orang kesetanan. Sedangkan, Hanni sudah mulai ketakutan. Tangisan sudah tidak bisa lagi ia sembunyikan. Mendengar suara sesenggukan, semakin membuat Seojin berapi-api, "DIAM, BODOH!", bentaknya pada Hanni.

"Aku sudah bekerja di 3 tempat! Apa itu kurang? Semua gaji sudah aku ambil di awal. Aku rela mengemis kepada pemilik perusahaan. Apa masih kurang untuk Ibu? HAH??!!!", setetes air mata turun membasahi pipi Jimin, disusul dengan tetesan-tetesan yang lainnya. Kali ini saja, biarkan dia mengaku sedih dan lelah.

"JIKA AKU TIDAK BISA MEMBAYAR HUTANG SIANG INI, LEBIH BAIK KITA SEMUA MATI!" teriak Seojin lagi, "Ya, lebih baik mati daripada harus menanggung malu!" gumamnya kemudian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

our wedding (kookmin gs)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang