Bab 28

388 55 3
                                    

"Sakura, makanlah. Apa kau tidak suka lauknya? Ibu akan memasakkan sesuatu apapun itu yang kau inginkan."

Mebuki kembali membujuk putrinya. Sudah dua minggu ini Sakura kembali ke rumah dalam keadaan murung. Putrinya itu susah sekali untuk disuruh makan dan jarang berkegiatan sama seperti biasanya. Bahkan setelah pulang dari rumah sakit, Sakura langsung mengunci pintu kamarnya dan tak akan keluar sampai pagi datang. Berulang kali Mebuki membawakannya makanan. Namun nampan yang dia bawa tak berkurang bahkan seperempatnya.

"Apakah ini tentang pernikahan Uchiha dan Hyuuga?" tanya-nya sembari meletakkan nampan di atas meja nakas Sakura. Putrinya itu terlihat tengkurap di atas kasur sembari memajang berbagai macam jenis dokumennya. Biasanya, Sakura selalu mengerjakan tugasnya secara teratur di meja kerja kecil yang ada di kamar tersebut. Tapi entah kenapa pemandangan yang cukup berantakan sudah mulai menetap di diri gadis itu.

"Sudah ibu bilang untuk tidak dekat-dekat dengannya. Ibu sengaja tak memberitahumu langsung supaya kau tahu sikap buruk dari orang yang kau sukai."

Sakura menghela nafas. Bangkit berdiri dan membereskan semua berkas-bekasnya ke dalam sebuah map. Setelah memastikan semuanya tertata rapi, gadis itu berbalik dan duduk menghadap ibunya.

"Aku sudah tidak memikirkannya. Hanya saja pekerjaanku menumpuk akhir-akhir ini. Pasien membeludak. Dan aku harus menyiapkan data-data mereka secepat mungkin untuk informasi lanjut tentang pasien kepada keluarganya," jelas Sakura. Menerima uluran segelas susu putih dari ibunya.

"Terima kasih ibu."

Mebuki mengangguk kecil, mengembalikan gelas tersebut ke atas nampan dan menatap putrinya dengan seksama.

"Sakura, kau adalah putriku satu-satunya. Aku dan ayahmu bekerja keras untuk menjagamu agar kau tidak merasakan kesengsaraan dari dunia luar. Jadi, kau juga harus menjaga dirimu sendiri. Ayah dan ibu saja tidak cukup," ujar Mebuki selembut mungkin.

"Termasuk kepada si Uchiha itu. Berhenti berurusan dengannya jika tidak mau disia-siakan."

Sakura menghela nafas panjang. Memikirkan semua ucapan ibunya dengan cermat. Memang benar perjuangan ayah dan ibunya untuk melindungi dan membesarkannya tidak main-main. Namun di sela-sela itu, orang tuanya selalu menyerahkan pilihan yang nantinya akan dirinya pilih di tangannya. Mereka tidak pernah memaksakan kehendak atas dirinya dengan pengekangan yang berlebihan. Ayah ibunya selalu memberikan kebebasan Sakura dalam menentukan hidupnya. Tugas mereka ya sebatas mengarahkan dan memberinya saran.

"Baik, Bu," ujar Sakura sembari mendekat ke arah ibunya, memeluknya secara tiba-tiba.

Mebuki meringis geli. "Kau ini kenapa? Ibu jadi ngeri sendiri jika kau memelukku secara tiba-tiba begini."

Sakura mengerutkan alisnya heran. "Memang tidak boleh? Ibu kan ibu paling terbaik di dunia. Memang aku tidak boleh memeluk ibu seperti ini?"

Mebuki melunak. "Habisnya kau tidak pernah bersikap manis seperti ini pada ibumu sih."

Gadis bersurai musim semi itu tertawa pelan. "Memang iya? Maafkan aku kalau begitu."

Menghela nafas kecil, akhirnya Mebuki pun membalas pelukan hangat itu. Mengecup pelan puncak kepala putrinya sebelum berujar, "Kau itu tetap putri kecilku walaupun sudah besar begini. Jadi pintar-pintar lah menjaga diri karena aku dan ayahmu pasti memiliki keterbatasan untuk melakukan itu."

Sakura tersenyum lebar. "Tentu saja. Terima kasih sudah mengingatkan. Tapi aku bukan lagi anak kecil yang harus digandeng ke mana-mana. Jadi ibu tidak perlu khawatir."

Mebuki  beralih mengerutkan wajahnya serius. "Ini tidak main-main Sakura. Kau sudah berhubungan dengan para Uchiha. Itu berarti kau juga sudah berhubungan dengan segala macam tetek bengek mereka. Kalau bisa, tinggal di rumah ini dulu. Jangan ke apartemenmu."

Dengusan kecil muncul dari gadis bersurai merah muda itu. Pelukan antara ibu dan anak itu terlepas. "Aku akan sesekali datang ke apartemen karena tidak mungkin aku meninggalkannya terus-menerus. Tapi kalau soal tidur, aku akan tidur di rumah saja."

"Nah, begitu baru bag--"

"MEBUKII! MEBUKI!"

Perhatian keduanya seketika teralihkan saat suara keras Kizashi terdengar dari arah depan rumah.

"SI BUJANG UCHIHA YANG TIDAK BUJANG LAGI INI DATANG BERKUNJUNG! KAU MAU MENGAPAKANNYA?"

Mendengarnya, Mebuki menatap ke arah putri semata wayangnya.

"Bagaimana?" tanya-nya memastikan. Lagi-lagi menyerahkan keputusan kepada putrinya terlepas dari apa saran yang barusan dia lontarkan beberapa menit yang lalu.

"Aku tidak ingin menemuinya. Kita sudah selesai," gumam Sakura pelan. Menunduk tak ingin menunjukkan kesedihannya kepada ibunya.

Mebuki mengangguk kecil. Segera bangkit dari ranjang dan keluar kamar. Suara langkah kakinya terdengar keras menapaki lantai kayu di lorong yang menghubungkan kamar Sakura dengan ruang tamu. Bahkan suara ibunya ketika mengusir Sasuke terdengar sampai kamarnya.

"Tapi Bibi, ada yang aku ingin bicarakan dengan Sak-"

"Tidak! Tidak ada! Dia tidak mau berbicara denganmu! Dan aku tidak akan membiarkanmu menyakiti putriku lagi!"

"Kumohon Bibi-"

"Tidak! Cepat pergi dari sini!"

"Ada yang ingin kubicarakan dengan Sak-"

Byuur!

"Mebuki!"

"Cepat.Pergi.Dari.Sini. Atau kuganti pot ini yang akan melayang ke kepalamu."

"Astaga ... Mebuki. Kau tidak boleh-"

"Diam! Dia menyakiti putri satu-satunya yang kau miliki! Masih mau membelanya??"

"Hei Uchiha! Kedatanganmu tak akan lagi kuterima di sini! Jadi jangan berharap sedikitpun untuk bisa mendekati putriku lagi!"

Itu adalah suara terakhir yang Sakura dengar sebelum dia memutuskan untuk menenggelamkan kepalanya di bawah bantal. Seluruh tubuh raga maupun jiwanya memang menolak kehadiran Sasuke lagi. Namun rasa tak tega masih menyambangi hatinya saat lelaki itu diperlakukan sedemikian rupa kasarnya oleh ibunya sendiri.

'Tidak apa, Sakura. Penderitaanmu akan segera berakhir jika dia tak lagi muncul dalam hidupmu,' batinnya berujar mensugesti diri sendiri sebelum tidur membuainya ke alam mimpi.

Wrong Between Us Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang