Berangkat dari background Arsitek, tidak pernah terpikirkan dalam diri Jihan jika ia akan berakhir bekerja menjadi seorang Senior Talent Manager atau HRD di suatu Agency ternama Ibu Kota.
Begitu pula dengan kisah romansanya yang tak lagi sama...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Astaga! Otak gue udah konslet kayaknya!"
Jihan menggerutu kesal dengan menggelengkan kepalanya. Sejak kejadian seminggu yang lalu di apartemennya, ia menjadi sulit untuk tidur. Ada perasaan canggung ketika menghadapi Juan yang kini sudah berubah statusnya menjadi tunangannya.
Ah, ya. Tunangan ya?
Tepat sehari sebelum laki-laki itu pamit untuk terbang ke Makassar, Juan memberikan cincin cantik dengan pancaran diamond putih yang terlihat pas di jari manisnya.
Aneh rasanya ketika semuanya berjalan begitu cepat. Jihan masih memiliki sedikit rasa skeptis ketika semua berjalan semulus ini. Ada sedikit ketakutan yang menyelimuti hatinya. Sikap Juan yang masih tidak terbaca dan perubahan drastis laki-laki itu yang membuatnya selalu bertanya-tanya di dalam benaknya.
"Jadi, apa yang bikin lo ragu sama Juan?" Itu Jean yang bersuara, hari ini mereka memang menyempatkan waktu untuk makan siang di luar bersama. Untungnya jarak kantor Jean dan Jihan tidak terlalu jauh, mungkin sekitar sepuluh hingga lima belas menit jika berjalan kaki.
Memotong steak-nya menjadi beberapa bagian, Jihan mengedikan bahunya ke atas. "Nggak tahu, kayak lo paham nggak sih Jen? Kadang insting dan firasat lo sendiri yang bilang there's something fishy."
"I understand the feeling," menganggukan kepalanya kecil, Jean berusaha memahami. "Tapi sejauh ini dia gimana? Maksudnya apakah ada tanda-tanda dia love bombing?"
Mengerutkan keningnya sedikit, Jean menangkap ekspresi Jihan yang seakan bertanya.
"You know, gue dulu juga pernah terjebak dalam situasi yang kayak gitu," lanjut Jean menanggapi. "Ada laki-laki yang berusaha banget ngedeketin gue, dia jemput gue tanpa diminta, suka tiba-tiba ngasih makan siang ke kantor, dan hal-hal lainnya buat narik perhatian gue di awal."
Seakan tertarik mendengarkan perkataan Jean, Jihan masih setia untuk mendengarkan perkataan sahabatnya lebih lanjut.
"Dan ya, he tried to fill in every love language buat bikin gue impress and he succeed," kekehnya kecil. Jean mulai memutar momen itu kembali di masa lalu, melihat bagaimana naif dirinya di masa lalu. "Awalnya gue pikir itu memang sikap asli dia yang perhatian dan penyayang tapi setelah tiga bulan jalan, semuanya zonk."
Perkataannya sempat terhenti beberapa saat ketika ada pelayan datang menyuguhkan beberapa makanan tambahan yang dipesan oleh Jihan dan Jean beberapa waktu yang lalu. Tak lupa dengan memberikan salam terima kasih dan tersenyum sopan ketika makanan itu sudah selesai disuguhkan di atas meja.
"Well, lo mau tau kebodohan apa yang terjadi sama gue waktu itu?" tanya Jean menatap Jihan yang duduk diseberangnya.
"Apa?"
"I slept with him thrice, and he was my first."
Jihan hanya bisa menelan ludahnya, ia melihat ke arah Jean yang seolah berbicara biasa saja ketika menceritakan semua hal itu dihadapannya. Mungkin, Jean sudah berdamai dengan keadaannya sendiri sehingga perempuan itu bisa bercerita dengan santai.