Berangkat dari background Arsitek, tidak pernah terpikirkan dalam diri Jihan jika ia akan berakhir bekerja menjadi seorang Senior Talent Manager atau HRD di suatu Agency ternama Ibu Kota.
Begitu pula dengan kisah romansanya yang tak lagi sama...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hingga akhirnya Jihan tidak mengerti apa yang membawanya kesini.
Pikirannya seakan beradu satu sama lain dan memenuhi kepalanya saat ini. Pusing serta cemas ia rasakan, tidak tahu apa yang harus ia lakukan hingga genggaman tangan yang lembut itu menyentuh kedua tangannya. Mengelus buku-buku jarinya dan menautkan jari besarnya ke sela jarinya yang kecil seakan terasa pas dalam genggaman.
"Are you okay?" tanya Juan ketika melihat Jihan hanya diam di sepanjang perjalanan menuju rumahnya. Ia hanya khawatir jika keadaan ini terlalu menekannya. Walaupun Juan tahu jika semua ini salahnya, egonya yang terlalu memaksakan kehendak. Tapi rasanya ia juga tidak mau mundur ketika mereka sudah melangkah sejauh ini.
"Ji, are you okay?" tanyanya lagi, kali ini tangannya bergerak memegang dagu Jihan dan menarik kepalanya untuk menatapnya. "Kalau nggak, kita bisa balik aja."
Menghela nafasnya panjang, Jihan mengerahkan pandangannya untuk menatap manik hitam laki-laki di hadapannya. "Kalaupun gue bilang balik, hari ini tetep bakal dateng juga, kan?"
Keterdiaman Juan seakan menjadi jawaban akan pertanyaannya. Jihan hanya tersenyum remeh, sebelum dirinya melepaskan tangan Juan dan membuka pintu mobilnya untuk turun.
"Tunangan."
Juan mengerutkan keningnya dengan bingung. "Gue nggak mau nikah sama lo sebelum kita tunangan dulu, Juan." Jihan kembali berucap seakan membaca pikiran Juan dengan jelas.
Hal itu tidak membuat Juan berpikir dua kali dan dengan mengangguk pasti ia mengiakan kemauan wanita di hadapannya.
"Dan satu lagi," seakan menunggu apa yang akan Jihan ucapkan, laki-laki itu masih senantiasa menatap lekat netra Jihan dalam diamnya.
"Let's married in a year, dan gue mau dalam waktu itu adalah waktu buat kita saling kenal satu sama lain. I know mungkin kita udah kenal dalam sepuluh tahun, tapi gue mau kita punya waktu buat saling memahami satu sama lain di level yang lebih dalam."
Jihan menatap Juan dengan gusar, ia takut jika Juan tidak mengamini permintaannya dan tetap memaksakan kehendaknya sendiri. Jihan takut jika hubungan ini berjalan terlalu cepat tanpa adanya tujuan yang jelas dan sejujurnya Jihan sendiri juga masih belum terlalu siap untuk menikah dalam waktu dekat.
"Juan? Kalau lo nggak ma—"
"Oke." Juan memotong perkataan Jihan dengan cepat. "Kita nikah dalam waktu satu tahun ini, sesuai request lo."
"Jihan? Ngelamunin apa, sayang?" seakan tersentak, Jihan mengedarkan pandangannya ke hadapan wanita paruh baya di hadapannya yang masih terlihat cantik. "Makanannya nggak enak, ya? Mau diganti aja menunya?"
Dengan cepat Jihan menggelengkan kepalanya dan meraih sendoknya untuk mencicipi sup buntut yang masih terasa hangat ke dalam mulutnya. "Ini udah cukup kok, Tante. Aku suka sup buntutnya."