BANAFSHA | CHAPTER 9

114 24 9
                                    

بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم

"Anak merupakan peniru serta pengamat paling handal. Maka dari itu pandai-pandailah menjaga sikap."

💍🤲💍

SABAR adalah kunci saat menjadi tenaga pengajar, karena percuma pintar jika tak mampu dalam mengelola emosi. Terlebih menjadi guru RA yang porsi sabarnya harus ditambahkan secara ekstra.

Bagaimana tidak, kita dituntut untuk bisa menangani puluhan anak agar bisa belajar secara kondusif. Sedangkan anak di usia 4-6 tahun lebih senang bermain ketimbang belajar. Memang bukan perkara gampang, tapi juga bukan sesuatu yang mustahil untuk ditaklukkan.

Nyatanya Ghazwan bisa beradaptasi, padahal sebelumnya dia tidak ada basic sama sekali. Selagi ada niat dan kemauan pasti akan Allah mudahkan. Kuncinya memang harus sabar dan gencar berikhtiar.

"Bapak punya empat mangkuk. Yang pertama, di bawah mangkuknya ada satu bakso. Yang kedua, di atas mangkuknya ada dua bakso. Yang ketiga, di atas mangkuknya ada tiga bakso. Dan, yang terakhir di atas mangkuknya ada satu bakso."

"Sekarang Bapak mau tanya, kira-kira huruf hijaiyah apa saja ya yang tadi Bapak sebutkan. Yang tahu coba tunjuk tangan."

Beberapa anak murid berlomba mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Ghazwan menilai sejenak, mencari tangan mana yang lebih dulu naik ke atas.

"Nakula coba apa jawabannya?"

"Ba, Ta, Tsa, Nun, Pak Guru," jawabnya begitu lantang.

"Masyaallah, betul apa betul jawabannya?"

"Betul Pak Guru!" sorak semuanya secara serempak.

"Baik, sekarang Pak Guru mau main tebak-tebakan nih. Yang bisa jawab, langsung pulang."

Suasana mendadak kembali riuh, anak-anak memang paling semangat kalau sudah mendengar kata pulang.

"Apa bedanya Dal sama Dzal, yang tahu tunjuk tangan."

"Aku!"

"Aku!"

Hampir semua anak murid bersorak, bahkan ada juga yang sampai keluar dari bangku dan berlari menghampiri Ghazwan.

"Duduk yang rapi dong, tenang, semuanya akan pulang. Pak Guru ulang ya, dalam hitungan ketiga baru angkat tangan. Paham?"

Semuanya mengangguk semangat.

"Satu ..., turunin tangannya Zara ..., dua ..., ti ..., tiga ...," katanya.

"Nusaibah apa jawabannya?"

"Dal nggak pake titik, kalau Dzal ada satu titik di atasnya Pak Guru."

"Masyaallah, Nusaibah boleh pulang duluan ya, Nak."

Bocah kecil berusia 5 tahun itu menggeret tas kopernya, menyalami Ghazwan lantas berlalu keluar seraya melambaikan tangan pada teman-temannya yang sudah sangat tidak sabar ingin segera pulang.

Benar-benar menggemaskan.

"Kalau ini huruf apa?" tanya Ghazwan setelah menuliskan salah satu huruf hijaiyah di papan tulis.

"Sin Pak Guru," jawab Ameer.

"Bukan, itu Syin, Pak Guru, ada tiga titik di atasnya. Ameer salah!" ralat Ameerah yang merupakan adik kembarnya.

"Ameer duluan yang angkat tangan, Ameer juga yang duluan jawab. Jawaban Ameer benar, kan, Pak Guru!"

"Jawaban Ameerah yang benar, kan, Pak Guru!"

Banafsha [ PROSES TERBIT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang