بِسْــــــــــــــــــــــمِ اللّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْم
"Bersedekah itu harus, dapat ikhwan jalur sedekah itu bonus."
💍🤲💍
DEFINISI bahagia itu luas cakupannya, tidak bisa hanya diukur dari kacamata manusia satu dengan manusia lainnya. Sebab, setiap orang memiliki standar masing-masing, yang memang sudah ditakar sesuai dengan apa yang mereka butuhkan.
Memberi pada sesama adalah salah satu sumber kebahagiaan, bagi perempuan berusia 25 tahun pemilik nama lengkap Raiqa Shezan Banafsha. Seorang yatim piatu yang hidup sebatang kara di tengah hiruk pikuk Ibu kota.
Meskipun sudah tidak memiliki orang tua serta sanak saudara, dia masih bisa kokoh berdiri di atas kakinya sendiri. Tumbuh menjadi wanita mandiri yang memiliki segudang prestasi dengan pencapaian yang cukup gemilang.
Pemilik usaha catering ternama yang cabangnya ada di beberapa kota. Kerapkali diundang sebagai pembicara, muda, berparas rupawan, serta sangat dermawan. Tidak ada yang tahu, di balik kesuksesannya saat ini, ada kisah pilu yang tidak dia umbar.
Berbagi kebahagiaan jauh lebih enak didengar, dibanding dengan berbagi kesakitan yang hanya akan mengundang rasa iba orang-orang.
"Bapak maaf ini ada sedikit makanan, mohon diterima, ya."
Kalimat sederhana itulah yang kerapkali dipakai kala dirinya membagikan makanan ataupun sembako pada sesama di saat Jumat tiba. Menyisihkan sebagian rezeki serta waktu agar bisa menjadi manusia yang berdaya serta bermanfaat bagi orang banyak.
"Terima kasih."
Kalimat yang terdiri dari dua kata itulah yang membuat semangat berbaginya kian bertambah. Tidak pernah sekalipun dia melewatkan hari Jumat tanpa bersedekah. Selalu dan pasti, karena dia yakin ada banyak orang yang menanti kedatangannya.
Perempuan yang akrab disapa Raiqa itu selalu memamerkan senyum sumringah. Memberi jadi obat sekaligus terapi untuk lebih mendekatkan diri pada Sang Illahi, karena dia percaya bahwa ada hak orang lain di setiap rezeki yang didapatnya.
Dengan memberi hati menjadi jauh lebih tenang, tidak takut akan kehilangan. Tidak resah hanya karena perkara dunia yang masanya hanya sebentar.
Raiqa menyerahkan nasi kota pada seseorang yang tengah berdiri termenung di pinggir jalan. "Saya ada sedikit makanan, apa Mas mau?"
Dia menoleh dan sekilas tersenyum. "Untuk saya?"
"Tentu, selamat menikmati."
Sebuah anggukan kecil diberikan, dan tanpa ragu dia pun mengambilnya.
Tak membuang banyak waktu, Raiqa pun berlalu sampai akhirnya ada suara teriakan yang berhasil menghentikan langkahnya.
"Banafsha!"
"Mas memanggil saya?" tanyanya memastikan.
Dia mengangguk mantap. "Boleh saya tahu, ada maksud dan tujuan apa di balik secarik kertas yang tertera di dalam nasi box ini?"
Raiqa tersenyum tipis. "Hanya sekadar meminta untuk didoakan. Tidak lebih, tidak kurang."
"Memberi tapi mengharapkan imbalan?"
"Jika berkenan boleh di-aamiinkan, jika pun tidak, ya tak jadi persoalan. Saya tidak menuntut apa pun. Apa yang saya beri, murni hanya mengharap rida Allah, tidak lebih."
"Lantas apa maksud dari kalimat, 'Doakan saya semoga segera menikah. Siapa tahu di antara kalian ada yang doanya lebih cepat Allah ijabah.' Bukankah itu pamrih namanya. Memberi tapi meminta imbalan berupa doa. Tidak ikhlas, bukan?"
Raiqa tersenyum samar. "Jika memang tindakan saya Mas anggap sebagai bentuk kekeliruan. Maaf, saya tidak seperti apa yang Mas pikirkan."
"Seingin itukah menikah, sampai melakukan berbagai cara dengan berkedok sedekah."
Lagi-lagi Raiqa tersenyum. "Itu adalah bentuk dari ikhtiar."
"Ikhtiar? Ini justru bentuk dari merendahkan diri sendiri. Bersedekah hanya karena ingin didoakan!"
"Saya tidak pernah tahu, doa siapa yang lebih dulu sampai. Karena bisa jadi, di antara mereka ada orang-orang shalih yang doanya jauh lebih Allah dengar."
"Lagi-lagi saya pertegas, saya tidak menuntut imbalan dalam bentuk apa pun. Terkait secarik kertas yang Mas permasalahkan, bisa Mas buang dan abaikan."
"Terima kasih, dan mohon maaf jika sekiranya ada yang tidak berkenan, baik dari ucapan maupun tindakan. Assalamu'alaikum."
Setelahnya Raiqa berlalu pergi, kembali memasuki mobil dan melanjutkan kegiatannya sebelum kumandang azan zuhur saling bersahutan.
Pro dan kontra itu pasti ada, dan dia tidak merasa tersinggung dengan segala bentuk respons yang ditujukan padanya. Yang lebih tahu ihwal isi hati dan keikhlasan hanya Allah dan dirinya sendiri.
Tidak ada yang perlu diambil pusing, lagi pula dia tidak dirugikan juga. Selagi niatnya baik, dan tidak merugikan orang lain. Insyaallah akan dimudahkan.
💍BERSAMBUNG💍
Padalarang, 25 Desember 2023
Bismillah, ketemu lagi nih 🤭 ... Kali ini dengan cerita baru, dan semoga ada yang tertarik dengan kisahnya Banafsha.
Oh, ya dukung cerita ini dalam Event Pensi Vol. 6 dengan cara vote dan komen seikhlas hati kalian ... Semoga aku bisa menuntaskan naskah ini sesuai dengan tenggat waktu yang telah diberikan. Aamiin ... 🤲☺️🤗
Sedekah vote & komennya jangan lupa, ya. 😉
Next Part nggak nih?
KAMU SEDANG MEMBACA
Banafsha [ PROSES TERBIT ]
SpiritualePROSES TERBIT || PART SUDAH TIDAK LENGKAP Berawal dari sebungkus nasi, berakhir dipinang dan diajak berikrar suci. Kurang lebih seperti itulah kisah yang dialami oleh perempuan bernama Raiqa Shezan Banafsha. Semua bermula dari cuitannya yang tertu...