Jaemin menatap kerumunan orang.
"Kau datang," ucap paman Jaemin.
"Ya, Paman."
"Aku senang kau benar-benar datang." Itu adalah harapan pamannya. Datang ke perburuan, mendapatkan pasangan hidup, hidup bahagia. Pamannya beberapa kali menemuinya, memintanya untuk mencari pasangan hidup.
Jaemin mengerti akan kekhawatiran pamannya. Namun, rasanya Jaemin masih enggan melakukannya. Ia masih memilih kesendiriannya. Hidup sendiri. Bertahan hidup sendiri. Akan tetapi, bukan berarti Jaemin tidak pernah memikirkan harapan pamannya. Ia memikirkannya juga dalam kesendiriannya itu.
Jaemin masih mengingat jelas bagaimana kehangatan kedua orang tuanya. Bagaimana mereka saling menguatkan meskipun kehilangan anak-anak mereka. Bagaimana mereka memberikan kehidupan kepada dua anak mereka yang tersisa. Bagaimana mereka bersama-sama kembali terpuruk setelah kematian anak bungsu mereka. Bagaimana mereka kembali berusaha membangun hidup bertiga. Bagaimana akhirnya sang ibu meninggal, kesedihan ayahnya, dan akhirnya kematian ayahnya. Namun, meskipun ayahnya bersedih, Jaemin masih ingat jelas bagaimana saat-saat ayahnya tersenyum di penghujung umur, mengingat memori dirinya dengan sang istri, berkata bagaimana bahagianya mereka.
Itu semua membuat Jaemin selalu termenung. Mengingat itu semua, memejamkan mata, merasakan kembali kehadiran di sekitarnya. Lalu ketika membuka mata, realitanya hanya ada keheningan.
"Ayo, Jaemin, daftarkan dirimu," ucap sang paman.
Jaemin berjalan ke tempat pendaftaran. Ia mengantri di sana seorang diri. Pendaftaran belum dibuka. Di sekitarnya, ada beberapa orang yang bercengkerama. Jaemin tahu bahwa beberapa dari mereka ada yang sudah saling menginginkan. Ketika pendaftaran dibuka, pengurus berkata untuk membagi dua barisan menjadi perempuan dan laki-laki. Jaemin mengikuti aturan. Ia mengantri di barisan laki-laki.
Ketika Jaemin sampai di meja pendaftaran, seorang pengurus di depannya berkata, "Aku baru melihatmu. Baru pertama kali ikut, ya?"
"Ya," jawab Jaemin.
Jaemin mengisi kolom di kertas. Ketika ia sedang menulis, orang di depannya berkata, "Tulisanmu bagus sekali. Akan kuperhatikan terus tulisanmu itu saking mengagumkannya. Aku sepertinya akan sulit membacanya."
"Aku sudah selesai," ucap Jaemin pada orang di depannya. Ia kemudian menengok ke sekitar. Beberapa mungkin ada yang mendengar ucapan pengurus itu karena suaranya besar. Seorang perempuan yang sedang menulis di barisan perempuan tersenyum sedikit padanya.
Jaemin pergi ke tempat menunggu setelah selesai mendaftar. Ia pergi ke tempat kerumunan laki-laki menunggu. Jaemin tidak berbicara dengan siapapun di sana. Ia hanya mendengar obrolan orang-orang di sekitarnya. Sesekali ia juga melihat ke arah tempat para perempuan menunggu.
Pewara memanggil para perempuan untuk masuk ke area yang sudah ditentukan. Atensi laki-laki beralih ke tempat para perempuan. Jaemin juga melihat. Ia melihat para perempuan yang sedang berjalan melewati tempat para laki-laki. Para perempuan berjalan ke area yang lebih dekat ke hutan.
Jaemin melihat perempuan itu lagi, yang tersenyum padanya setelah pengurus berkomentar mengenai tulisan tangannya. Perempuan itu memiliki rambut gelap sedikit kemerahan. Ketika hitungan mundur selesai, para gadis berlari menuju hutan. Perempuan berambut gelap sedikit kemerahan itu kembali terlihat oleh Jaemin. Ketika perempuan itu berlari menuju hutan, tubuhnya berubah menjadi serigala berbulu gelap dan kemerahan. Jaemin tidak terlalu melihat detailnya karena ia melihat dari jauh. Hanya badan yang ramping, warna bulu, dan ekor yang tebal yang diingatnya.
Jaemin telah masuk ke dalam hutan dalam bentuk serigala. Ia berlari tanpa tujuan yang jelas. Yang ia tahu, ia harus masuk ke dalam hutan dan mulai menjalani perburuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ikat
أدب الهواةMusim kawin datang. Haechan sudah menyusun rencana bersama sang kekasih, Jeno, agar mereka dapat bersama. Namun, semua rencana sirna di hari perburuan. Haechan harus menghadapi kenyataan bahwa dirinya berada dalam ritual bersama orang lain. GS! Mula...